HMI Desak Polresta Pekanbaru Usut Tuntas Dugaan Fee PT Jamkrida ke Oknum-oknum Bank Riau Kepri: Bersihkan dari KKN!
SabangMerauke News, Jakarta - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pekanbaru mendesak agar Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pekanbaru segera mengusut tuntas kasus dugaan pemberian komisi ilegal dari PT Jamkrida Riau kepada sejumlah pemimpin operasional Bank Riau Kepri (BRK). HMI meminta agar BRK dibersihkan dari oknum-oknum penerima fee secara ilegal.
"Usut tuntas sampai ke akar-akarnya. Agar BRK bersih dari segala korupsi, kolusi dan nepotisme," kata Ketua Umum HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) Pekanbaru, Gopinda Aditya Putra kepada SabangMerauke News, Minggu (3/4/2022).
BERITA TERKAIT: Polresta Pekanbaru Selidiki Dugaan Fee Dana Penjaminan PT Jamkrida ke Pegawai Bank Riau Kepri
Diwartakan sebelumnya oleh media ini, Polresta Pekanbaru telah melakukan penyelidikan dugaan pemberian komisi dari PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Riau kepada pimpinan operasional Bank Riau Kepri (BRK). Penyelidikan telah dilakukan sejak 9 Maret lalu oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru.
PT Jamkrida dan BRK keduanya merupakan BUMD milik Riau. Surat penyelidikan telah diterbitkan dengan nomor: SP.LIDIK/280/III/ RES.2.2/2022/RESKRIM tanggal 9 Maret 2022.
BERITA TERKAIT: HMI Laporkan Dugaan Gratifikasi Fee Asuransi Kredit Bank Riau Kepri ke KPK!
Nomor perintah lidik itu tercantum dalam surat pemanggilan yang diteken oleh Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Andrie Setiawan. Surat itu berkaitan dengan pemanggilan seseorang untuk memenuhi undangan klarifikasi.
Di dalam surat tersebut, dijelaskan kalau Satreskrim Polresta Pekanbaru sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana perbankan yang diduga dilakukan oleh pegawai PT Bank Riau Kepri (BRK). Yakni dugaan tindakan sengaja meminta atau menerima pembagian fee dalam bentuk uang dari PT Jamkrida Riau. Dugaan pemberian fee tersebut terjadi dalam periode Desember 2019 hingga September 2020.
Penyelidikan ini mengenakan pasal 49 ayat 2 huruf a atau pasal 49 ayat 2 huruf b Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Gopinda Aditya menegaskan kalau HMI akan terus mengawal proses hukum tersebut. Sebelumnya, HMI MPO juga telah melaporkan BRK ke Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan pemberian fee berjamaah dari broker PT Global Risk Management (GRM) kepada sejumlah kepala cabang/ cabang pembantu dan kedai BRK di wilayah kerja BRK.
HMI kata Gopinda ingin BRK menjadi baik, bersih dan solusi bagi daerah Riau.
"Caranya agar BRK diisi oleh orang-orang yang berkompeten dan berintegritas. Dugaan kasus gratifikasi fee harus dituntaskan sebagai syarat agar BRK bersih dari KKN," tegas Gopinda.
SabangMerauke News telah mencoba mengonfirmasi Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Andrie Setiawan via pesan WhatsApp ikhwal kebenaran surat tersebut. Namun, Andri belum memberikan jawaban konfirmasi.
Pihak BRK juga belum memberikan klarifikasi atas dugaan skandal berjamaah jilid II terkait dugaan pemberian fee dari PT Jamkrida Riau.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan OJK Riau, Lutfi telah memberikan pernyataan tentang kasus ini. Meski hanya memberikan komentar irit dan singkat lewat pesan Whatsapp, OJK Riau menyebut pemberian komisi tidak diperkenankan untuk pribadi.
"Secara normatif tidak diperkenankan penerimaan pribadi," terang Kepala OJK Perwakilan Provinsi Riau, Lutfi pada Jumat (10/12/2021) lalu.
Diwartakan sebelumnya oleh media ini, diduga PT Jamkrida yang juga merupakan BUMD milik Pemprov Riau telah memberikan komisi kepada para kepala cabang BRK. Pemberian uang disebut sebagai biaya akuisisi atau komisi atas apresiasi karena kepala cabang BRK telah melakukan penjaminan kredit produktif yang diproses tidak melalui broker alias head to head kepada PT Jamkrida Riau.
Informasi awal pemberian komisi tersebut diperoleh berdasarkan surat keputusan Direktur Utama PT Jamkrida Riau tentang Biaya Akuisisi Cabang-cabang BRK tertanggal 1 Agustus 2019.
Disebutkan dalam surat itu kalau biaya akuisisi diberikan khusus untuk produk penjaminan kredit produktif yang diproses tidak melalui broker alias head to head. PT Jamkrida mencuplik Peraturan OJK nomor: 2/POJK.5/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan sebagai rujukan pemberian komisi biaya akuisisi tersebut.
Dalam salinan kopian surat itu disebutkan kalau pembayaran akuisisi dilakukan secara transfer ke rekening sesuai konfirmasi bayar dari pimpinan cabang BRK.
SabangMerauke News juga mendapatkan salinan kopian diduga bukti transfer biaya akuisisi kepada sejumlah pemimpin cabang BRK yang diduga diberikan PT Jamkrida Riau pada periode 2020 lalu. Jumlah komisi biaya akuisisi tersebut bervariatif diberikan kepada tiap pemimpin cabang BRK.
Berbarengan dengan Dugaan Suap Fee Asuransi Kredit
Dugaan pemberian komisi dari PT Jamkrida ke kepala cabang BRK ini mengingatkan kasus sebelumnya yang menghebohkan jagat perbankan tentang dugaan suap fee ilegal asuransi kredit secara berjamaah yang diterima para pemimpin operasional Bank Riau Kepri (BRK) dari pialang PT Global Risk Management (GRM). Tiga orang mantan kepala cabang BRK telah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam perkara tersebut.
Belum lagi kasus fee asuransi itu diusut tuntas semua pihak yang menerimanya, dugaan kuat kasus terbaru pemberian komisi muncul kembali. Kali ini, komisi diduga diberikan oleh PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Riau.
BRK memang sepanjang periode sebelum 1 Oktober 2021 menggunakan sebanyak 4 perusahaan broker sebagai mitra. Keempat broker tersebut yakni PT Global Risk Management (GRM), PT. Adonai Pialang Asuransi, PT. Brocade Insurance Broker dan PT Proteksi Jaya Mandiri.
Perusahaan pialang PT Global Risk Management (GRM) terlibat dalam kasus pemberian fee ilegal asuransi kredit kepada 3 mantan pimpinan BRK yang sudah dijatuhi vonis 2,5 tahun penjara pada awal Oktober lalu. Meski terbukti memberikan fee secara ilegal, justru per tanggal 1 Oktober lalu, BRK menunjuk PT GRM sebagai pialang tunggal di BRK, menyingkirkan 3 perusahaan pialang (broker) lainnya. Namun, sejak 1 November, BRK menambah 2 broker baru.
Fakta persidangan menyebut kalau pemberian fee ilegal tidak saja diberikan kepada 3 terdakwa, melainkan 40-an pimpinan operasional BRK lainnya. Namun proses hukum pengembangan kasus ini belum berjalan. (*)