Dipidana 12 Tahun Penjara, Sukarmis Ajukan Banding
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Mantan Bupati Kuantan Singingi, Sukarmis yang juga terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Hotel Kuantan Singingi (Kuansing), melayangkan banding atas vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Jonson Parancis menghukum mantan Bupati Kuansing itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
Sukarmis bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu, jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hakim menghukum Sukarmis dengan pidana penjara 13 tahun 6 bulan, denda Rp500 juta atau diganti kurungan selama 3 bulan.
Tak hanya itu, JPU turut menuntut Sukarmis membayar uang pengganti sebesar Rp22,5 miliar lebih. Dengan ketentuan jika tak dibayar diganti penjara selama 6 tahun 3 bulan.
"Kami (mengajukan) banding," ujar Eva Nora, penasehat hukum Sukarmis, Selasa (26/11/2024).
Eva Nora mengatakan, pihaknya telah mengajukan pernyataan banding ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. "Pernyataan banding sudah dimasukkan," kata Eva Nora.
Diberitakan sebelumnya, JPU dalam dakwaan menyebutkan, perbuatan korupsi Sukarmis itu dilakukannya bersama-sama dengan Kepala Bappeda Kuansing Hardi Yakub (tuntutan terpisah) dan Suhasman Kabag Pertanahan Pemkab Kuansing Tahun 2009- 2016 (tuntutan terpisah).
Dijelaskan, kasus berawal ketika Sukarmis melakukan pertemuan dengan Toto Kriswandoyo di Desa Jalur Patah, Sentajo Raya, untuk membahas penjualan tanah milik almarhum Susilowadi, di samping Gedung Abdoel Rauf.
"Penjualan dilakukan melalui pembebasan lahan oleh Pemerintah Kabupaten Kuansing. Terjadi persekongkolan dalam penjualan tanah," ujar JPU.
Pada tahun 2011, Toto yang menjabat Kasubag Tata Usaha, Rumah Tangga dan Kepegawaian Bagian Umum Setdakab Kuansing mengantarkan Susilowadi bertemu dengan Sukarmis di Kantor Bupati Kuansing.
"Hasil pertemuan, almarhum Susilowadi menyampaikan kepada saksi Toto, bahwa tanah miliknya akan diganti rugi oleh Pemkab Kuansing. Lalu terdakwa meminta agar berkoordinasi dengan Suhasman," kata JPU.
Selanjutnya, Sukarmis meminta saksi Hardi Yakub selaku Kepala Bappeda Kuansing untuk melaksanakan perencanaan penyusunan anggaran tentang pembebasan tanah untuk pembangunan Hotel Kuansing.
Tidak melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), tidak terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan tidak tertuang dalam rencana strategis di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Atas perintah itu, Hardi memenuhi permintaan Sukarmis, dan menyisipkan kegiatan pembebasan tanah di samping gedung Abdoel Rauf tahun 2013 ke dalam Rencana Pembangunan Daerah (RPD), Kebijakan Umum Anggaran Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang telah disusun sebelumnya.
"Kemudian saksi Hardi Yakub melaksanakan perencanaan untuk pembangunan Hotel Kuansing walau tidak melalui Musrenbang, tidak terintegrasi dengan RPJM dan tidak tertuang dalam rencana strategis. Memasukkan kegiatan dalam RKPD 2014 yang ditandatangi terdakwa," papar JPU.
Kemudian dibuat seolah-olah telah dilengkapi dengan dokumen dari Bappeda Kuansing sehingga pembebasan lahan dianggarkan pada 2013 dan dimasukkan dalam APBD 2013 sebesar Rp5.309.850.009. Selain itu, untuk pembangunan Hotel Kuansing juga dilakukan penganggaran lagi pada APBD 2014 sebesar Rp47. 784.400.000 berdasarkan Peraturan Bupati Kuansing.
Sukarmis meminta Hardi untuk mengubah studi kelayakan tanpa sepengetahuan tim ahli dari Universitas Riau (Unri) yang sudah melakukan studi kelayakan. Berdasarkan studi kelayakan, pembangunan Hotel Kuansing berada di samping Wisnu Jalur, lahan milik Pemkab.
"Kemudian Hardi Yakub mengubah lokasi pembangunan Hotel Kuansing, di samping Gedung Abdoel Rauf, di tanah milik almarhum Susilowadi, tanpa ada studi kelayakan ahli," kata JPU.
Sukarmis meminta saksi Suhasman melakukan pembebasan lahan di samping Gedung Abdoel Rauf untuk Hotel Kuansing. Pembebasan lahan tidak memperhatikan nilai objek pajak, yakni Rp128 ribu per meter persegi. Akta penjualan dan pembeli adalah almarhum Susilowadi. Akan tetapi identitas penjual disamarkan yakni penjual tanah adalah karyawan swasta, dan bukan anggota Polri.
Sampai sekarang pembebasan lahan tidak disertifikatkan dan masih atas nama almarhum Susilowadi. Pembangunan dilakukan Dinas Cipta Karya juga terbengkalai hingga negara dirugikan.
"Perbuatan terdakwa bersama Hardi Yakub dan Suhasman mengakibatkan Pemkab Kuansing mengeluarkan anggaran dari APBD Kuansing 2013 sebesar Rp5.259.020.000 untuk lahan kepada Susilowadi," papar JPU.
Pembebasan lahan menjadi dasar bagi Pemkab Kuansing menganggarkan pembangunan Hotel Kuansing di samping Gedung Abdoel Rauf sebesar Rp47.784.400 000 yang bersumber dari APBD 2014. Hingga 2015, Hotel Kuansing tidak bisa dimanfaatkan karena tidak ada pengelola. "Hotel terbengkalai dan dalam kondisi rusak berat," tambah JPU.
Tindakan Sukarmis memperkaya almarhum Susilowadi sebesar sebesar Rp3.078.756.000 dan Suhasman Rp50 juta. Berdasarkan Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp22.637.294.608.
Dalam perkara ini, Hardi dan Suhasman sudah terlebih dahulu dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Keduanya divonis selama 12 tahun penjara oleh majelis hakim yang dipimpin Zefri Mayeldo Harahap dengan anggota Yuli Artha Pujayotama dan Rosita, Kamis (13/6/2024) lalu. (R-03)