Jurus Mabuk Kelola Ekonomi Negara, Ini Analisis Ekonom Faisal Basri
SabangMerauke News, Jakarta - Ekonom Senior Faisal Basri menyebut pengelolaan ekonomi Indonesia kini seperti menggunakan jurus mabuk. Di mana semua keinginan dipaksakan namun tak punya modal yang kuat.
"Mengelola ekonomi harus dengan kepala dingin. Tidak bisa dengan jurus mabuk, apa-apa dilakukan," ujarnya dalam program PROFIT CNBC Indonesia TV, Kamis (31/3/2022).
Keinginan yang dimaksud Faisal adalah sederet proyek besar yang akan dibangun pemerintah dalam waktu dekat. Salah satunya pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan yang akan memakan dana sebesar Rp 466 triliun.
Padahal seharusnya proyek tersebut bisa ditunda, sementara fokus pemerintah ditujukan terhadap pemulihan ekonomi dari pandemi covid-19.
Pembangunan IKN mayoritas akan menggunakan dana dari investor. Akan tetapi dalam tahap awal menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pembangunan infrastruktur dasar.
"IKN kan bisa ditunda, tapi justru malah dikebut dan anggaran makin ketat," jelasnya.
Faisal juga mengkritisi belanja pemerintah yang tidak penting, seperti pembelian senjata. Menurutnya hal tersebut juga tidak mendesak, sehingga dana ratusan triliun yang dianggarkan setiap tahun bisa diarahkan untuk pemulihan ekonomi.
"Beli senjata dikurangi dulu, kan gak nular perang di Ukraina, walaupun ada ketegangan di Laut China Selatan (LCS)," tegas Faisal.
Sementara itu bantuan sosial (bansos) dan insentif oleh pemerintah tidak sebanyak dua tahun terakhir. Padahal hal ini lebih besar pengaruhnya terhadap memulihkan kondisi masyarakat dan dunia usaha kecil dan menengah.
"Bansos justru diturunkan, tidak seperti tahun lalu," imbuhnya.
Semua keinginan tersebut tidak ditopang oleh modal yang kuat alias penerimaan negara. Malah pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%.
Kondisi masyarakat semakin berat setelah ada lonjakan harga pangan. Sebut saja tahu dan tempe, daging sapi, telur ayam, minyak goreng, tepung, gula dan lainnya.
"Apa dipahamin gak sih dampak psikologis. Padahal rakyat Indonesia pendapatannya pas-pasan. Kalau satu naik harus mengurangi yang lain," pungkasnya.
Tahun ini pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi 5,2%. Faisal meragukan target tersebut akan tercapai. Inflasi diperkirakan bisa menembus 3-5% sehingga bisa menjadi alasan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan.
"Ini akan melemahkan ekonomi. Dunia usaha akan tertekan lagi, lapangan kerja sulit tercipta dan kemiskinan juga jadinya semakin bertambah," papar Faisal. (*)