Nasir Serang Abdul Wahid di Debat Calon Gubernur Riau: Desa Kelahirannya Saja Listrik Belum 24 Jam, Bagaimana Mau Membangun Negeri Ini?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Muhammad Nasir dan Abdul Wahid saling serang dalam debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Riau kedua, Minggu (17/11/2024) malam kemarin. Nasir menyindir kampung desa kelahiran Abdul Wahid yang listriknya belum menyala 24 jam.
Abdul Wahid merupakan calon Gubernur Riau kelahiran Desa Simbar, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Debat keras ini diawali dari pertanyaaan panelis kepada calon Gubernur Riau nomor urut 2, Nasir. Panelis menanyakan soal konsep dan komitmen Nasir dalam pengembangan ekonomi hijau (green economy) dan ekonomi biru (blue ekonomy) untuk kesejahteraan masyarakat Riau.
Nasir memang tidak menjawab to the point pertanyaan tersebut. Namun ia menyinggung soal kehidupan nelayan pencari ikan di Indragiri Hilir yang menjual ikan hasil tangkapannya sangat murah, hanya Rp 4 ribu per kilo.
Nasir kemudian menyinggung soal ketersediaan listrik di Indragiri Hilir. Ia menyebut desa kelahiran calon Gubernur Riau nomor urut 1, Abdul Wahid listriknya tidak menyala 24 jam, sehingga nelayan tidak bisa menyimpan hasil tangkapannya dalam alat pendingin (kulkas).
"Gini dek Wahid. Inhil itu tempat adek Wahid lahir. Di Inhil tuh orang pakai sampan nyari ikan, jual ikannya cuma Rp 4 ribu sekilo," kata Nasir.
Nasir meminta agar Abdul Wahid melihat realitas di lapangan tentang kondisi nelayan.
"Coba kita lihat ke bawah sampai ke sana. Bagaimana kita buat tempat pelelangan ikan, ikan punya arti dan harga yang pasti," kata Nasir.
"Itu tempat lahir dek Wahid. Kita stabilkan listrik di sana. Hari ini di sana tempat desa adek Wahid lahir aja belum 24 jam. Gimana kita coba? Harus kita adakan listrik supaya bisa menyimpan tangkapan ikan di kulkas harganya bagus," kata Nasir.
Giliran Abdul Wahid merespon pertanyaan Nasir. Wahid menilai ekonomi hijau dan ekonomi biru sangat sederhana diimplementasikan. Mulai dari memanfaatkan ombak laut untuk sumber listrik sampai pemanfaatan sawit.
"Saya melihat ekonomi hijau dan ekonomi biru sederhana. Memanfaatkan laut untuk sumber ekonomi masyarakat. Bagaimana ombak laut arus laut jadi pembangkit listrik," kata Abdul Wahid.
Respon Abdul Wahid itu ditimpali lagi oleh Nasir. Menurut Nasir, pihaknya hanya ingin memikirkan masyarakat Riau bebas dari kemiskinan, dan tak terpengaruh pada tekanan luar.
"Kami hanya memikirkan masyarakat Riau terbebas dari kemiskinan. Tak mengacu pada urusan luar. Yang penting bisa bebas miskin. Tangkapan ikan punya pasar dan harga yang baik," kata Nasir.
Saling sindir antara Nasir dan Abdul Wahid kembali terjadi saat panelis melemparkan pertanyaan soal bonus demografi dan sumber daya manusia di Riau.
Pertanyaan itu kembali dijawab Nasir dengan janji memberantas kemiskinan di Riau. Ia bahkan menjanjikan akan menarik dana APBN ke Riau antara Rp 10 triliun sampai Rp 15 triliun per tahun untuk membangun infrastruktur di Riau.
Namun, di tengah jawabannya, Nasir kembali mengungkit soal desa tempat lahir Abdul Wahid yang belum diterangi listrik 24 jam. Nasir menyindir Abdul Wahid yang berjanji membangun Riau, namun desa kelahirannya saja listrik belum 24 jam.
"Ini adek kami Wahid. Untuk desanya saja dia belum siap menghidupkan lampunya 24 jam. Bagaimana dia mau membangun negeri ini?" sindir Nasir.
Tudingan Nasir itu direspon Abdul Wahid dengan santai. Bahkan ia mempertanyakan siapa Bupati Inhil yang menjabat. Sebagai catatan, Nasir menggandeng Muhammad Wardan sebagai calon Gubernur Riau. Wardan merupakan Bupati Inhil dua periode.
"Pak Nasir, Pak Nasir. Siapa ya bupatinya waktu itu? Siapa ya? Yang ditanya apa jawabnya apa?" kata Abdul Wahid.
Nasir pun membalasnya. Ia menuding Abdul Wahid yang masih muda dan kurang pengalaman.
"Inilah makanya kalau masih muda sudah jadi calon (Gubernur). Agak payah. Kurang pengalaman. Jadi DPR RI pun baru satu periode. Jadi susah, jam terbang kurang," sindir Nasir.
Nasir menegaskan, dirinya sengaja tidak menjawab pertanyaan secara gamblang. Namun ia lebih memilih memaparkan kondisi nyata yang dialami masyarakat.
"Kita melihat bukan yang ditanya yang harus dijawab. Tapi kenyataan yang harus kita sampaikan di publik supaya masyarakat mengetahui yang sesungguhnya bahwa inilah yang terjadi," pungkas Nasir. (R-03)