PT RAPP Digugat Rp 49,5 Triliun oleh Yayasan Riau Madani Terkait Kawasan Lindung Gambut, Ini Rincian Perhitungannya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) digugat Yayasan Riau Madani ke Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan terkait dugaan pembangunan hutan tanaman industri di kawasan lindung gambut di Pelalawan, Riau. Yayasan Riau Madani mempersoalkan dugaan penggunaan kawasan lindung gambut seluas 23.700 hektare oleh perusahaan yang terafiliasi dalam Asia Pacific Resources International Holding Ltd (APRIL) tersebut.
Yayasan Riau Madani dalam gugatannya menuntut PT RAPP untuk memulihkan kembali ekosistem kawasan lindung gambut yang sudah dipakai lebih dari 20 tahun silam. Adapun biaya pemulihan yang dituntut mencapai Rp 49,5 triliun.
Perkara ini didaftarkan ke PN Pelalawan pada 28 Oktober 2024 lalu yang teregister dengan nomor: 45/Pdt-G/Sus-LH/2024/PN PLW. Pada Senin (11/11/2024) kemarin, PN Pelalawan telah menggelar sidang perdana.
Munculnya tuntutan biaya pemulihan ekosistem gambut sebesar Rp 49,5 triliun ini telah menjadi perhatian publik. Disebut-sebut, tuntutan itu menjadi yang terbesar dalam sejarah gugatan organisasi lingkungan di Riau.
Sebagai perbandingan, pada 18 Agustus 2016 lalu, Mahkamah Agung (MA) pernah menghukum PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) membayar biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 16,2 triliun. PT MPL merupakan perusahaan pemasok bahan baku industri pulp and paper yang beroperasi di Pelalawan.
PT MPL dinyatakan bersalah atas kerusakan ekologis lahan konsesi perusahaan seluas 7.463 hektare di Pelalawan. Namun, meski telah berkekekuatan hukum tetap, hingga saat ini putusan perkara tersebut tak kunjung dieksekusi. Padahal, pada 2022 lalu, Menteri LHK saat dijabat oleh Siti Nurbaya kadung telah mencabut izin PT MPL.
Lantas, dari mana muncul angka tuntutan biaya pemulihan ekosistem gambut sebesar Rp 49,5 triliun terhadap PT RAPP tersebut?
Dalam surat gugatannya, Yayasan Riau Madani merinci biaya pemulihan ekosistem gambut terhadap aktivitas PT RAPP. Biaya tersebut meliputi sejumlah langkah-langkah pemulihan fungsi ekologis gambut yang dimohonkan kepada majelis hakim, meliputi:
1. Menghidupkan Fungsi Tata Air
Pemulihan fungsi tata air dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi lahan, pengembalian lapisan tanah (sub soil top soil), penanaman tanaman jenis endemik, pemeliharaan, penjarangan, pembebasan, pengayaan jenis flora dan fauna. Termasuk melakukan pemupukan bahan organik, pengapuran dan inokulasi mikroba.
Dalam perhitungannya, Yayasan Riau Madani menetapkan biaya menghidupkan fungi tata air dengan biaya Rp 440.500.000 x 23.700 ha x 50 tahun. Totalnya sebesar Rp 47,99 triliun.
2. Pengaturan Tata Air
Pengaturan tata air dengan biaya Rp 22.810.000 x 23.700 ha berjumlah Rp 540,59 miliar.
3. Pengendalian Erosi dan Limpasan
Pengendalian erosi dan limpasan dengan biaya Rp 6.000.000 x 23.700 ha berjumlah Rp 140,2 miliar.
4. Pemulihan Biodiversiti
Pemulihan biodiversiti dengan biaya Rp 2.700.000 x 23.700 ha berjumlah Rp 63,99 miliar.
5. Pemulihan Sumber Daya Genetik
Pemulihan sumber daya genetik dengan biaya 410.000 x 23.700 ha pemulihan sumber daya genetik mencapai Rp 9,7 miliar.
6. Pelepasan Karbon
Pelepasan karbon dengan biaya Rp 32.310.000 x 23.700 ha berjumlah 765,74 miliar.
Total biaya pemulihan objek sengketa sebesar Rp 49,51 triliun.
Isi Gugatan Yayasan Riau Madani
Diwartakan sebelumnya, Yayasan Riau Madani menggugat PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ke Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. Yayasan yang konsisten memperjuangkan kelestarian hutan lewat upaya legal gugatan ini juga menyeret Menteri Kehutanan RI sebagai Turut Tergugat.
"Benar, kami telah mendaftarkan gugatan organisasi lingkungan ke PN Pelalawan. Perkara ini berkaitan dengan penggunaan kawasan lindung gambut sebagai areal kerja Hutan Tanaman Industri (HTI) oleh perusahaan tersebut (PT RAPP)," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH kepada SabangMerauke News, Senin (11/11/2024).
Dalam surat gugatannya, Yayasan Riau Madani mempersoalkan dugaan kuat terjadinya pembangunan HTI oleh PT RAPP di Daerah Aliran Sungai Selempaya, Sungai Selempaya Kanan dan Sungai Selempaya Kiri di wilayah Kabupaten Pelalawan, Riau.
"Lokasi HTI yang dibangun berdasarkan pencocokan titik-titik koordinat berada di dalam kawasan lindung gambut. Pembangunan HTI terjadi sejak tahun 2001 hingga saat ini," kata Surya Darma.
Adapun luasan HTI yang diduga kuat berada dalam kawasan lindung gambut mencapai 23.700 hektare. Lahan itu ditetapkan sebagai kawasan lindung gambut berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau tahun 1994-2009 sebagai mana telah diubah dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2018 tentang RTRW Provinsi Riau tahun 2018-2038.
Surya Darma menerangkan, kawasan lindung gambut merupakan wilayah terlarang bagi kegiatan yang berpotensi merusak fungsi lindung dalam kawasan tersebut. Apalagi, pembukaan HTI di kawasan lindung gambut berpotensi menimbulkan kebakaran hutan akibat pengeringan lahan serta kerusakan ekologis lainnya.
"Bahwa akibat dari perbuatan Tergugat (PT RAPP), maka luasan kawasan lindung gambut di Provinsi Riau telah mengalami penurunan mencapai 23.700 hektare. Tindakan tersebut telah memicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim," tulis Yayasan Riau Madani dalam surat gugatannya.
Dalam gugatannya, Yayasan Riau Madani menuntut agar PT RAPP untuk menghentikan aktivitasnya di kawasan lindung gambut tersebut, termasuk melakukan pemulihan lingkungan kawasan lindung gambut yang telah rusak karena dijadikan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Yayasan Riau Madani dalam gugatannya meminta majelis hakim untuk menyatakan Tergugat (PT RAPP) telah melakukan perbuatan melawan hukum serta menyatakan bahwa status objek sengketa seluas 23.700 hektare merupakan kawasan lindung gambut.
Selain itu, Yayasan Riau Madani meminta majelis hakim menghukum PT RAPP melakukan pemulihan ekologis dengan sejumlah tahapan, disertai konsekuensi biaya pemulihan lingkungan total sebesar Rp 49,5 triliun.
"Menghukum Tergugat menanggung seluruh biaya pemulihan objek sengketa seluas 23.700 hektare. Menghukum Tergugat untuk menyetorkan biaya pemulihan objek sengketa kepada pemerintah Republik Indonesia Cq. Menteri Kehutanan total sebesar Rp 49,51 triliun," demikian isi gugatan Yayasan Riau Madani.
Tuntutan lain yang dimohonkan oleh Yayasan Riau Madani yakni meminta majelis hakim menghukum PT RAPP membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100 juta setiap harinya, apabila Tergugat lalai melaksanakan putusan.
"Menghukum Turut Tergugat (Menteri Kehutanan) untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," demikian gugatan Yayasan Riau Madani.
Pihak manajemen PT RAPP sejak kemarin telah dikonfirmasi ikhwal gugatan Yayasan Riau Madani ini, namun belum memberikan respon. (R-03)