Yayasan Riau Madani Gugat PT RAPP Rp 49,5 Triliun, Diduga Bangun Hutan Tanaman Industri 23.700 Ha dalam Kawasan Lindung Gambut di Pelalawan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Yayasan Riau Madani menggugat PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ke Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. Tak tanggung-tanggung, perusahaan terafiliasi APRIL Grup ini digugat dengan tuntutan spektakuler mencapai Rp 49,51 triliun.
Gugatan biaya pemulihan lingkungan ini tercatat yang paling besar dalam sejarah gugatan lingkungan hidup di Riau. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) pada 18 Agustus 2016 silam, pernah menghukum PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) membayar biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 16,2 triliun, atas kerusakan ekologis lahan konsesi perusahaan seluas 7.463 hektare di Pelalawan.
Gugatan terbaru Yayasan Riau Madani ini teregistrasi dengan nomor perkara: 45/Pdt-G/Sus-LH/2024/PN PLW. Dalam perkara ini, PT RAPP dijadikan sebagai pihak Tergugat dan Menteri Kehutanan Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat.
"Benar, kami telah mendaftarkan gugatan organisasi lingkungan ke PN Pelalawan. Perkara ini berkaitan dengan penggunaan kawasan lindung gambut sebagai areal kerja Hutan Tanaman Industri (HTI) oleh perusahaan tersebut (PT RAPP)," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH kepada SabangMerauke News, Senin (11/11/2024).
Dalam surat gugatannya, Yayasan Riau Madani mempersoalkan dugaan kuat terjadinya pembangunan HTI oleh PT RAPP di Daerah Aliran Sungai Selempaya, Sungai Selempaya Kanan dan Sungai Selempaya Kiri di wilayah Kabupaten Pelalawan, Riau.
"Lokasi HTI yang dibangun berdasarkan pencocokan titik-titik koordinat berada di dalam kawasan lindung gambut. Pembangunan HTI terjadi sejak tahun 2001 hingga saat ini," kata Surya Darma.
Adapun luasan HTI yang diduga kuat berada dalam kawasan lindung gambut mencapai 23.700 hektare. Lahan itu ditetapkan sebagai kawasan lindung gambut berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau tahun 1994-2009 sebagai mana telah diubah dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2018 tentang RTRW Provinsi Riau tahun 2018-2038.
Surya Darma menerangkan, kawasan lindung gambut merupakan wilayah terlarang bagi kegiatan yang berpotensi merusak fungsi lindung dalam kawasan tersebut. Apalagi, pembukaan HTI di kawasan lindung gambut berpotensi menimbulkan kebakaran hutan akibat pengeringan lahan serta kerusakan ekologis lainnya.
"Bahwa akibat dari perbuatan Tergugat (PT RAPP), maka luasan kawasan lindung gambut di Provinsi Riau telah mengalami penurunan mencapai 23.700 hektare. Tindakan tersebut telah memicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim," tulis Yayasan Riau Madani dalam surat gugatannya.
Dalam gugatannya, Yayasan Riau Madani menuntut agar PT RAPP untuk menghentikan aktivitasnya di kawasan lindung gambut tersebut, termasuk melakukan pemulihan lingkungan kawasan lindung gambut yang telah rusak karena dijadikan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Yayasan Riau Madani dalam gugatannya meminta majelis hakim untuk menyatakan Tergugat (PT RAPP) telah melakukan perbuatan melawan hukum serta menyatakan bahwa status objek sengketa seluas 23.700 hektare merupakan kawasan lindung gambut.
Selain itu, Yayasan Riau Madani meminta majelis hakim menghukum PT RAPP melakukan pemulihan ekologis dengan sejumlah tahapan, disertai konsekuensi biaya pemulihan lingkungan.
Adapun tahapan pemulihan lingkungan yang dituntut oleh Yayasan Riau Madani yakni agar PT RAPP menghidupkan kembali fungsi tata air pada kawasan lindung gambut seluas 23.700 hektare. Pemulihan fungsi tata air dilakukan dengan kegiatan rehabilitasi lahan, pengembalian lapisan tanah, penanaman tanaman endemik hingga pengayaan jenis flora dan fauna. Termasuk melakukan pemupukan bahan organik, pengapuran dan inokulasi mikroba dengan kalkulasi biaya sebesar Rp 40.500.000 per hektare. Sehingga biaya pemulihan fungsi tata air yang digugat mencapai Rp 47,99 triliun untuk jangka waktu 50 tahun.
Pemulihan ekologis lain yang dituntut ke PT RAPP yakni dengan memulihkan pengaturan tata air yang biayanya mencapai Rp 540,59 miliar. Termasuk biaya pengendalian erosi dan limpasan sebesar Rp 140,2 miliar.
Yayasan Riau Madani juga menuntut PT RAPP melakukan pemulihan biodiversiti dengan biaya sebesar Rp 63,99 miliar. Ditambah lagi dengan biaya pemulihan sumber daya genetik mencapai Rp 9,7 miliar.
Selain itu, Yayasan Riau Madani juga menggugat tanggung jawab pelepasan karbon yang nilainya mencapai Rp 765,74 miliar.
Total keseluruhan biaya pemulihan objek sengketa sebesar Rp 49,51 triliun.
"Menghukum Tergugat menanggung seluruh biaya pemulihan objek sengketa seluas 23.700 hektare. Menghukum Tergugat untuk menyetorkan biaya pemulihan objek sengketa kepada pemerintah Republik Indonesia Cq. Menteri Kehutanan total sebesar Rp 49,51 triliun," demikian isi gugatan Yayasan Riau Madani.
Tuntutan lain yang dimohonkan oleh Yayasan Riau Madani yakni meminta majelis hakim menghukum PT RAPP membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100 juta setiap harinya, apabila Tergugat lalai melaksanakan putusan.
"Menghukum Turut Tergugat (Menteri Kehutanan) untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," demikian gugatan Yayasan Riau Madani.
Pihak manajemen PT RAPP telah dikonfirmasi ikhwal gugatan Yayasan Riau Madani ini, namun belum memberikan respon. (R-03)