Masalah Pelik dan Prahara Hukum Menerpa 2 BUMD Minyak Bumi Milik Riau PT BSP dan PT SPR, Siapa Peduli?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Riau yang bergerak di sektor minyak bumi tengah menghadapi masalah operasional dan prahara hukum. Sengkarut ini terjadi hampir secara bersamaan di tengah momentum Pilkada 2024.
Kedua BUMD tersebut yakni PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang merupakan operator ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPP Block) dan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) pengelola Blok Langgak.
BACA JUGA: Kasus Pencemaran Minyak PT Bumi Siak Pusako, Polda Riau Naikkan ke Penyidikan
PT BSP merupakan BUMD yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Siak mencapai 72,29 persen. Selebihnya, saham PT BSP dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07 persen, Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02 persen, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41 persen dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21 persen.
Sejak 9 Agustus 2022 lalu, PT BSP ditunjuk sebagai operator tunggal CPO Block. Sebelumnya, blok minyak potensial warisan PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) ini dikelola secara bersama oleh PT BSP dengan PT Pertamina Hulu sejak 2002 silam.
Sementara itu, PT SPR sahamnya dikuasai lebih 99,99 persen oleh Pemprov Riau. Ini merupakan BUMD tertua milik Pemprov Riau.
Sejak 20 April 2010 lapangan minyak Blok Langgak diserahterimakan ke PT SPR selaku pemegang Production Sharing Contract (PSC) dengan Pemerintah RI. Perusahaan ini lantas menjalin kerja sama dengan perusahaan asal Singapura, Kingswood Capital Ltd.
Masalah PT BSP
Rentetan masalah operasional yang terus terjadi di PT Bumi Siak Pusako (BSP) telah menjadi ancaman serius terhadap pencapaian target lifting minyak nasional 2024. Kebocoran dan gagal salur minyak dari blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) akibat masalah sistemik operasional, dipicu terjadinya high pressure pada pipa salur (shipping line) sejak beberapa bulan lalu.
Masalah krusial pada pipa salur dari GS Zamrud ke GS Minas sejak 2 Maret 2024 silam, hingga kini tak kunjung bisa dituntaskan. Ironisnya, saat ini penyaluran minyak melalui pipa menuju GS Minas tak bisa dilakukan. Manajemen PT BSP terpaksa mengantar minyak melalui truk tangki ke GS Minas, mirip seperti pengiriman minyak goreng.
Dipastikan PT BSP dan negara akan mengalami penurunan pendapatan sekaligus kerugian secara signifikan akibat keadaan saat ini. Keuangan PT BSP pada tahun 2024, dan bila keadaan tak tertangani dengan baik, masalah finansial akan terus menghantui perusahaan. Klaim laba sebesar lebih dari Rp 400 miliar tahun 2023 lalu, terancam anjlok secara tajam.
Kini, setelah 7 bulan masalah di PT BSP terus bergulir, muncul desakan agar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia segera memberikan atensi terhadap tata kelola yang dijalankan manajemen PT BSP. Hal itu sejalan dengan sikap tegas pemerintah terhadap operator migas yang tak menjalankan kegiatan produksi minyak secara efektif.
Sejak 9 Agustus 2022 lalu, PT BSP telah ditetapkan sebagai operator tunggal di wilayah kerja Blok CPP dengan masa konsesi hingga 2042 mendatang. Sebelumnya, Blok CPP dikelola secara bersama oleh PT Pertamina Hulu dengan PT BSP, usai konsesi PT Caltex Pacific Indonesia habis sejak 2021 silam. Keadaan yang terjadi di internal PT BSP saat ini memicu spekulasi soal kesanggupan BUMD yang saham mayoritasnya dipegang oleh Pemkab Siak ini untuk mengelola CPP Blok.
"Menteri ESDM Bahlil Lahadalia harus segera turun mengecek apa yang sesungguhnya terjadi dalam pengelolaan PT BSP. Ini sebagai pembuktian keseriusan pemerintah untuk memastikan capaian realisasi lifting minyak nasional. Karena bagaimana pun, CPP Blok ini masih sangat potensial, namun justru masalah operasional terus terjadi di PT BSP," kata seorang praktisi migas yang tak ingin disebut namanya kepada SabangMerauke News, Minggu (27/10/2024).
Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan audit kinerja dan audit operasional PT BSP. Sebab, pembiaran yang berlarut akan membuat nasib CPP Blok makin buruk.
SKK Migas sendiri dalam suratnya tanggal 8 Maret 2024, telah menyatakan bahwa keadaan yang terjadi di CPP Blok saat ini mempengaruhi pencapaian produksi dan lifting minyak nasional. Namun, sikap SKK Migas dinilai masih terlalu lembek terhadap PT BSP.
"SKK Migas harusnya tidak sebatas mengeluarkan surat teguran. Dalam situasi darurat saat ini, perlu intervensi yang lebih serius dari SKK Migas dan Kementerian ESDM," kata sumber tersebut.
Narasumber praktisi migas tersebut menyatakan, keadaan yang terjadi di PT BSP tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Justru pembiaran berlarut yang dilakukan Kementerian ESDM dan SKK Migas akan memicu tanda tanya publik.
"Karena potensi kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai ratusan miliar sejak masalah ini terjadi pada Maret lalu. Kerugian ini pun memiliki potensi mengalami peningkatan. Bayangkan saja, produksi minyak Blok CPP itu berkisar 8 ribu barel per hari. Gagal salur terjadi selama hampir tiga bulan dan dilakukannya shut down sumur minyak. Itu artinya, ada potensi produksi minyak terhenti pada kisaran 800 ribu barel. Ini sangat signifikan terhadap lifting minyak nasional," katanya.
Ia juga heran dengan sikap para pemegang saham PT BSP yang terkesan diam dan cuek terhadap kondisi yang terjadi. Seharusnya, pemegang saham secara khusus Pemkab Siak segera melakukan evaluasi terhadap pimpinan PT BSP dan meminta pertanggungjawaban korporasi.
"Terus terang ini sangat aneh. Kok tidak ada orang-orang di Riau yang mengkritisi kinerja PT BSP. Pemda pemegang saham pun sepertinya tidak mau peduli dan mendiamkan kondisi ini terjadi. Pertanggungjawaban Direktur PT BSP Iskandar dan jajarannya harus segera dimintai," katanya.
PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%, Pemerintah Kabupaten Siak 72,29%, Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%.
Ia juga mengaku miris ketika kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja, namun jajaran pengurus PT BSP justru mendapatkan penghasilan yang besar, bersumber dari tantiem yang diperoleh dari laba perusahaan.
"Jangan sampai perusahaan terpuruk, tapi para pengurus PT BSP baik direksi maupun komisaris menikmati penghasilan yang besar. Mereka harusnya dimintai pertanggungjawaban atas kondisi ini," katanya.
Hingga saat ini, PT BSP tidak pernah memberikan penjelasan secara terbuka soal berapa kerugian yang ditimbulkan akibat masalah operasional perusahaan. Termasuk berapa barel minyak yang gagal diproduksi sehingga berdampak pada target lifting minyak nasional.
Direktur PT BSP, Iskandar belum merespon pertanyaan konfirmasi yang dilayangkan media ini. Setali tiga uang, Sekretaris Perusahaan PT BSP, Ardian pun tak memberikan jawaban.
Sikap no respon juga terjadi pada SKK Migas. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro tidak merespon konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News, sejak beberapa hari lalu.
Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Perwakilan Sumbagut Yanin Kholison juga tak memberikan jawaban.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia belum dapat dikonfirmasi soal sengkarut yang tengah melanda PT BSP dan CPP Blok.
Pencemaran Minyak PT BSP Naik ke Penyidikan
Sebelumnya diwartakan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menaikkan penanganan kasus dugaan pencemaran minyak PT Bumi Siak Pusako (BSP) ke tahap penyidikan. Langkah Polda ini menandai adanya dugaan tindak pidana lingkungan yang terjadi dalam kegiatan operasional di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Siak tersebut.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Anom Karbianto membenarkan penanganan kasus dugaan pencemaran minyak PT BSP telah dinaikkan ke penyidikan.
"Betul, sudah naik sidik (penyidikan)," terang Kombes Anom saat dikonfirmasi, Kamis (17/10/2024).
Meski demikian, Anom belum menjelaskan pengenaan pasal penyidikan terhadap kasus tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Polda Riau mengusut kasus bocor atau tumpahnnya minyak milik PT BSP yang terjadi di areal GS Zamrud pada akhir Mei lalu. Diduga, perusahaan tidak melakukan upaya tanggap darurat sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga menyebabkan minyak tersebut mencemari lingkungan sekitar dalam waktu yang relatif lama.
Penanganan dan upaya pemulihan dampak tumpahan minyak tersebut diduga dilakukan berlarut-larut, melewati batas waktu yang ditentukan. Keseriusan manajemen PT BSP untuk mengatasi dampak operasionalnya dari minyak yang tumpah itu menjadi sorotan.
Polda Riau dikabarkan telah memeriksa sejumlah saksi dalam perkara tersebut. Jajaran petinggi PT BSP, termasuk direkturnya yakni Iskandar menurut informasi yang diperoleh telah diperiksa oleh penyidik.
Selain itu, sejumlah saksi lain dari internal PT BSP dan ahli lingkungan hidup juga telah dimintai keterangan. Dinaikkannya kasus dugaan pencemaran lingkungan akibat minyak PT BSP ke penyidikan, kabarnya setelah melalui gelar perkara awal pekan kemarin.
Pada Senin (28/10/2024) dikabarkan penyidik Polda Riau akan melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi dari internal PT BSP. Namun, pemeriksaan tersebut kabarnya ditunda.
Manajemen PT BSP belum memberikan pernyataan soal langkah Polda Riau yang telah menaikkan kasus pencemaran lingkungan ini ke tahap penyidikan. Direktur PT BSP, Iskandar saat dikonfirmasi pagi tadi, hingga berita ini terbit belum merespon.
Masalah Hukum PT SPR
PT SPR bertikai secara hukum dengan bekas mitranya, Kingswood Capital Ltd (KCL). Dua mantan pimpinan PT SPR dijerat kasus hukum pidana penggelapan karena tidak membayar bagi hasil kepada KCL. Keduanya yakni Direktur PT SPR Langgak, Ikin Faizal dan Direktur PT SPR, Nasir Day. PT SPR Langgak merupakan anak perusahaan PT SPR.
Perkara ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang kasusnya sudah sampai ke agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Dua pekan lalu, mantan Sekretaris Daerah dan Penjabat (Pj) Gubernur Riau, SF Hariyanto diperiksa sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan penggelapan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (21/10/2024). SF Hariyanto yang saat menjadi merupakan calon Wakil Gubernur Riau menjadi saksi untuk terdakwa Ikin Faizal dan Nasir Day.
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim, Tumpanuli Marbun, SF Hariyanto dicecar sejumlah pertanyaan berkaitan tidak dibayarkannya bagi hasil pengelolaan minyak Blok Langgak kepada Kingswood Capital Ltd (KCL). Perkara ini bermula dari laporan penggelapan dan pencucian uang oleh KCL kepada pengurus PT SPR dan SPR Langgak. PT SPR Langgak adalah anak perusahaan PT SPR.
Selain menghadirkan SF Hariyanto sebagai saksi, dua pejabat Pemprov Riau yakni Kepala BPKAD Riau, Indra dan Asisten III Setdaprov Riau, Elly Whardani juga hadir memberikan keterangan kepada majelis hakim.
Denny Latief, penasihat hukum terdakwa Ikin Faizan menyatakan, keterangan SF Hariyanto sebenarnya sangat penting untuk mendudukkan perkara tersebut secara terang benderang. Apalagi, PT Sarana Pembangunan Riau merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Riau.
Denny menjelaskan, dalam persidangan terungkap adanya rapat yang dilakukan pada Juli 2024, saat SF Hariyanto menduduki posisi Pj Gubernur Riau, untuk membahas masalah PT SPR dengan PT KCL. Dalam rapat tersebut, kliennya Ikin Faizan menyatakan bersedia membayar bagi hasil ke PT KCL, sepanjang ada perintah bayar dari Pemprov Riau.
Sementara, Direktur PT SPR saat itu dijabat oleh Fuady Noor mengajukan usulan skema pembayaran dan meminta persetujuan dari Pemprov Riau.
"Namun, sampai saat ini tidak ada kebijakan dan arahan perintah bayar kepada KCL dari Pemprov Riau. Sehingga klien kami duduk sebagai pesakitan yang kuat nuansa kriminalisasi," kata Danny.
Ia menjelaskan, tidak dibayarnya bagi hasil kepada KCL sebenarnya merupakan rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau yang sebelumnya melakukan audit terhadap PT SPR.
Hasil audit BPKP tanggal 30 Desember 2014 telah menyatakan kesepakatan bersama antara PT Sarana Pembangunan Riau dan Kingswood Capital Ltd pada tanggal 18 April 2010, tidak seimbang antara kedua pihak dan terindikasi merugikan keuangan negara.
Menurut BPKP Provinsi Riau, nilai kerugian negara akibat Kesepakatan Bersama antara PT SPR dengan Kingswood Capital Ltd sejak tahun 2009 hingga tahun 2014, mencapai sekitar USD 7,4 juta.
Sejak adanya hasil audit BPKP Provinsi Riau itu, Direksi PT SPR Langgak yang kala itu masih dijabat Rahman Akil, menghentikan pembayaran bagi hasil kepada Kingswood Capital Ltd. Kebijakan itu pun dilanjutkan oleh Direktur Utama PT SPR Langgak Ikin Fauzan.
Penghentian pembayaran bagi hasil kepada Kingswood Capital Ltd oleh PT SPR Langgak lantaran adanya temuan indikasi merugikan negara oleh BPKP Provinsi Riau itu juga disetujui oleh Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Riau Nasir Day melanjutkan kebijakan Dirut PT sebelumnya Rahman Akil.
Atas tindakan melaksanakan rekomendasi BPKP Provinsi Riau itulah Ikin dan Nasir menjadi terdakwa kasus penggelapan.
Sebelumnya, dalam sidang eksepsi terdakwa pada Senin (23/9/2024) lalu, Tim Penasehat Hukum Ikin dan Tim Penasehat Hukum Nasir Day menegaskan bahwa dakwaan terhadap kliennya tidak jelas dan kabur.
Selain itu, perbuatan terdakwa yang disebut jaksa penuntut dalam dakwaan bukanlah merupakan sebuah tindak pidana, melainkan perselisihan perdata.
Denny juga mengutarakan dalam eksepsinya, dakwaan terhadap Ikin adalah keliru serta prematur. Tak kalah penting, Denny dalam eksepsinya juga menegaskan bahwa pelapor dalam kasus tersebut tidak memenuhi kapasitas sebagai pelapor.
Sedangkan Penasihat Hukum Nasir Day, Nora Haposan Situmorang SH MH dalam eksepsinya juga menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tidak cermat dalam malah menguraikan peristiwa perdata dalam dakwaannya.
Haposan juga menyatakan dalam eksepsi itu bahwa penuntut umum tidak cermat menjelaskan kualifikasi terdakwa berdasarkan pasal 55 KUHP dalam dakwaan. (R-03)