Menunda Pemakaman Karena Menunggu Keluarga? Ini Hukum dan Penjelasannya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Bagaimanapun kondisinya, hukum mengubur jenazah adalah wajib. Jenazah harus dikuburkan ke tanah, meskipun jenazah tersebut adalah orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Ali bin Abu Thalib RA, ketika Abu Thalib meninggal dunia, "(Wahai Ali), pergilah, lalu kuburkan ia."
Namun, di kalangan umat muslim masih saja timbul pertanyaan, kapan waktu yang tepat untuk menguburkan jenazah? Meskipun Islam sebenarnya telah mengatur waktu penguburan jenazah, tetapi pada praktiknya, masyarakat mengubur jenazah dalam waktu yang berbeda-beda, terhitung dari sejak meninggalnya almarhum.
Misalnya, sebagian masyarakat ada yang langsung menguburkan jenazah setelah dimandikan dan disalatkan. Namun, sebagian yang lain terkadang masih menguburkannya hingga keesokan harinya dengan alasan-alasan tertentu.
Ustaz Rusdianto dalam buku Terjemah dan Fadhilah Majmu' Syarif, pemakaman jenazah Muslim dianjurkan menyegerakan, jangan ditunda-tunda. Misalnya, menunda keesokan harinya atau bahkan menunda penguburan jenazah lebih dari tiga hari.
"Ukuran waktu penguburan jenazah adalah sesaat setelah seseorang dinyatakan meninggal dunia. Bahkan, jika seseorang meninggal di malam hari, pada malam itu pun jenazah harus segera dimakamkan tanpa menunggu keesokan harinya," tulis Ustaz Rusdianto dalam bukunya.
Imam Syamsuddin Al-Qurthubi dalam buku At-Tadzkirah Jilid 1 membeberkan beberapa hadits yang jelaskan soal mempercepat penguburan jenazah.
قَالَ: كَانَ النَّبِيِّ ﷺ ، يَقُولُ: (( إِذَا وَعَنْ أَبِي سَعِيدِ الْخُدْرِيِّ ، وُضِعَت الجَنَازَةُ ، فَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ ، فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةٌ ، قالت: قَدِّمُونِي ، وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةِ ، قَالَتْ لَأَهْلِهَا: يَا وَيْلَهَا أَيْنَ تَذْهَبُونَ بِهَا ؟ يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الْإِنْسَانَ ، وَلَوْ سَمِعَ الإِنسَانُ لَصَعِقَ )) رواه البخاري . 943.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Jika jenazah diletakkan lalu dibawa oleh para laki-laki di atas pundak mereka, maka jika jenazah tersebut termasuk orang shalih (semasa hidupnya) maka jenazah tersebut berkata, "Bersegeralah kalian (membawa aku). Dan jika ia bukan dari orang shalih, maka dia akan berkata, "Celaka, kemana kalian akan membawanya?" Suara jenazah itu akan terdengar oleh makhluk apa saja selain manusia. Padahal, andaikan manusia mendengar mereka akan jatuh pingsan. 263 HR. Bukhari (1315), Muslim (944), Abu Daud (3181), Tirmidzi (1015), Nasa'i(4/41-42), Ibnu Majah (1477) dan Ahmad (2/240). 203
Al-Bukhari telah meriwayatkan pula dari Nabi SAW, beliau bersabda,
أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا وَإِنْ يَكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ.
Artinya: "Percepatlah kamu sekalian (mengubur) jenazah. Kalau dia orang saleh, maka suatu kebaikan telah kamu berikan kepadanya. Dan kalau dia bukan orang saleh, maka (dengan mempercepat itu) kamu telah membuang keburukan dari pundak kalian."2) (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim).
Dari penjelasan hadits di atas, "Jatuh pingsan" adalah terjemahan dari kata "sha'iqa", yang bisa juga berarti: mati. "Percepat", maksudnya mempercepat berjalan ketika. membawanya ke kuburan. Dan ada pula yang berpendapat, mempercepat dalam mengurusnya setelah nyata mati, sehingga tidak berubah (membusuk).
Tapi, pendapat pertama lebih jelas pengertiannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa'i dari Muhammad bin Abdul A'la, dari Khalid, dari Uyainah bin Abdur Rahman, dia berkata: Telah menceritakan kepadaku, ayahku", dia berkata, "Aku telah menyaksikan jenazah Abdurrahman bin Samurah.
Waktu itu Ziyad tampil di depan keranda. Maka beberapa orang lelaki dari keluarga Abdurrahman dan budak-budak mereka berada di belakang keranda dan berjalan mengikuti orang-orang seraya berkata, "Pelan, pelan, semoga Allah memberkahi kalian." Mereka (seolah-olah) merayap, sehingga ketika kami sampai di suatu jalan, kami bertemu dengan Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu mengendarai seekor baghal (peranakan kuda dengan keledai).
Ketika dia melihat orang-orang berjalan seperti itu, maka dia mengejar mereka dengan mencambuk bighalnya, seraya berkata, "Minggir! Demi Allah yang telah memuliakan Abu Al-Qasim, sungguh, aku telah melihat (jenazah) kami dulu bersama Rasulullah, dan kami benar-benar hampir berlari membawanya. Maka orang-orang pun memberinya jalan. (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq).
Menunda Pemakaman karena Menunggu Keluarga
Beberapa kepentingan seperti autopsi, riset atau menunggu hadirnya keluarga jadi salah satu alasan ditundanya pemakaman. Melansir NU Online, penundaan pemakaman diperbolehkan asal kondisi fisik jenazah tidak berubah ke arah pembusukan yang mengganggu.
Syekh M Ramli dalam Nihayatul Muhtaj menyebutkan bahwa pemakaman boleh ditunda sebentar untuk menunggu kehadiran wali jenazah.
وَلَا تُؤَخَّرُ) الصَّلَاةُ عَلَيْهِ أَيْ لَا يُنْدَبُ التَّأْخِيرُ (لِزِيَادَةِ الْمُصَلِّينَ) لِخَبَرِ "أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ" وَلَا بَأْسَ بِانْتِظَارِ الْوَلِيِّ إذَا رُجِيَ حُضُورُهُ عَنْ قُرْبٍ وَأَمِنَ مِنْ التَّغَيُّرِ
Artinya, "(Tidak ditunda) salat jenazah (untuk menambah jumlah jemaah [yang menshalatkannya]) berdasarkan hadits shahih 'Segerakanlah jenazah'. Tetapi tidak masalah (menunda) dengan menunggu wali jenazah bila diharapkan hadir untuk sekian waktu dan kondisi fisik jenazah dipastikan aman dari perubahan,"(Lihat Syekh M Ramli, Nihayatul Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: 2009 M/1429-1430 H], cetakan pertama, juz III, halaman 31-32). (R-03)