SF Hariyanto Diperiksa di Sidang Perkara BUMD PT SPR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Mantan Sekretaris Daerah dan Penjabat (Pj) Gubernur Riau, SF Hariyanto diperiksa sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan penggelapan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (21/10/2024). SF Hariyanto yang saat menjadi merupakan calon Wakil Gubernur Riau menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT SPR Langgak, Ikin Faizal dan Direktur PT SPR, Nasir Day.
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim, Tumpanuli Marbun, SF Hariyanto dicecar sejumlah pertanyaan berkaitan tidak dibayarkannya bagi hasil pengelolaan minyak Blok Langgak kepada Kingswood Capital Ltd (KCL). Perkara ini bermula dari laporan penggelapan dan pencucian uang oleh KCL kepada pengurus PT SPR dan SPR Langgak. PT SPR Langgak adalah anak perusahaan PT SPR.
Selain menghadirkan SF Hariyanto sebagai saksi, dua pejabat Pemprov Riau yakni Kepala BPKAD Riau, Indra dan Asisten III Setdaprov Riau, Elly Whardani juga hadir memberikan keterangan kepada majelis hakim.
Denny Latief, penasihat hukum terdakwa Ikin Faizan menyatakan, keterangan SF Hariyanto sebenarnya sangat penting untuk mendudukkan perkara tersebut secara terang benderang. Apalagi, PT Sarana Pembangunan Riau merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Riau.
Denny menjelaskan, dalam persidangan terungkap adanya rapat yang dilakukan pada Juli 2024, saat SF Hariyanto menduduki posisi Pj Gubernur Riau, untuk membahas masalah PT SPR dengan PT KCL. Dalam rapat tersebut, kliennya Ikin Faizan menyatakan bersedia membayar bagi hasil ke PT KCL, sepanjang ada perintah bayar dari Pemprov Riau.
Sementara, Direktur PT SPR saat itu dijabat oleh Fuady Noor mengajukan usulan skema pembayaran dan meminta persetujuan dari Pemprov Riau.
"Namun, sampai saat ini tidak ada kebijakan dan arahan perintah bayar kepada KCL dari Pemprov Riau. Sehingga klien kami duduk sebagai pesakitan yang kuat nuansa kriminalisasi," kata Danny.
Ia menjelaskan, tidak dibayarnya bagi hasil kepada KCL sebenarnya merupakan rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau yang sebelumnya melakukan audit terhadap PT SPR.
Hasil audit BPKP tanggal 30 Desember 2014 telah menyatakan kesepakatan bersama antara PT Sarana Pembangunan Riau dan Kingswood Capital Ltd pada tanggal 18 April 2010, tidak seimbang antara kedua pihak dan terindikasi merugikan keuangan negara.
Menurut BPKP Provinsi Riau, nilai kerugian negara akibat Kesepakatan Bersama antara PT SPR dengan Kingswood Capital Ltd sejak tahun 2009 hingga tahun 2014, mencapai sekitar USD 7,4 juta.
Sejak adanya hasil audit BPKP Provinsi Riau itu, Direksi PT SPR Langgak yang kala itu masih dijabat Rahman Akil, menghentikan pembayaran bagi hasil kepada Kingswood Capital Ltd. Kebijakan itu pun dilanjutkan oleh Direktur Utama PT SPR Langgak Ikin Fauzan.
Penghentian pembayaran bagi hasil kepada Kingswood Capital Ltd oleh PT SPR Langgak lantaran adanya temuan indikasi merugikan negara oleh BPKP Provinsi Riau itu juga disetujui oleh Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Riau Nasir Day melanjutkan kebijakan Dirut PT sebelumnya Rahman Akil.
Atas tindakan melaksanakan rekomendasi BPKP Provinsi Riau itulah Ikin dan Nasir menjadi terdakwa kasus penggelapan.
Sebelumnya, dalam sidang eksepsi terdakwa pada Senin (23/9/2024) lalu, Tim Penasehat Hukum Ikin dan Tim Penasehat Hukum Nasir Day menegaskan bahwa dakwaan terhadap kliennya tidak jelas dan kabur.
Selain itu, perbuatan terdakwa yang disebut jaksa penuntut dalam dakwaan bukanlah merupakan sebuah tindak pidana, melainkan perselisihan perdata.
Denny juga mengutarakan dalam eksepsinya, dakwaan terhadap Ikin adalah keliru serta prematur. Tak kalah penting, Denny dalam eksepsinya juga menegaskan bahwa pelapor dalam kasus tersebut tidak memenuhi kapasitas sebagai pelapor.
Sedangkan Penasihat Hukum Nasir Day, Nora Haposan Situmorang SH MH dalam eksepsinya juga menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tidak cermat dalam malah menguraikan peristiwa perdata dalam dakwaannya.
Haposan juga menyatakan dalam eksepsi itu bahwa penuntut umum tidak cermat menjelaskan kualifikasi terdakwa berdasarkan pasal 55 KUHP dalam dakwaan. (R-03)