Bukan Pinjaman, Tapi Hakim Yakin Uang Rp 500 Juta Bentuk Suap PT Adimulia untuk Bupati Andi Putra
SabangMerauke News, Pekanbaru - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada pejabat PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Hakim meyakini pemberian uang sebesar Rp 500 juta kepada Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra sebagai suap, bukan pinjaman.
"Uang sebesar Rp 500 juta termasuk nilai yang besar. Sehingga sulit meyakini pemberian uang tanpa adanya perjanjian dan kesepakatan pengembalian bisa disebut sebagai pinjaman," kata anggota majelis hakim, Andri Hasiholan Hutagalung dalam pertimbangan hukum hakim saat membaca putusan terhadap Sudarso, Senin (28/3/2022).
BERITA TERKAIT: Terbukti Suap Bupati Kuansing Andi Putra Rp 500 Juta, Sudarso Pejabat PT Adimulia Agrolestari Divonis 2 Tahun Penjara
Sebelumnya, pemberian uang sebesar Rp 500 juta kepada Andi Putra yang terjadi pada 27 September 2021 lalu, diklaim oleh Andi Putra sebagai pinjaman. Selain itu, Komisaris PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya dalam keterangannya secara online saat menjadi saksi, juga beralibi uang diberikan sebagai bantuan pinjaman.
Berbeda dengan dua saksi tersebut, terdakwa Sudarso pada awalnya ragu untuk menjawab pertanyaan hakim soal pemberian uang di rumahnya kepada Deli Iswanto alias Muncak yang merupakan sopir Andi Putra itu.
"Sulit menerjemahkannya Yang Mulia," kata Sudarso saat diperiksa sebagai terdakwa dua pekan lalu.
BERITA TERKAIT: Kasus Suap PT Adimulia Agrolestari: BPN Harus Hentikan Seluruh Proses HGU Perkebunan Lainnya di Riau!
Namun, akhirnya Sudarso mengaku kalau pemberian uang ke Andi Putra didasari harapan urusan perusahaan bisa dibantu oleh Pemda Kuansing.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebut pemberian uang sebesar Rp 500 juta didasari pada pengajuan surat oleh perusahaan agar Andi Putra menerbitkan surat rekomendasi. Surat itu yakni rekomendasi penempatan kebun plasma (KKPA) PT Adimulia di Kabupaten Kampar.
"Padahal, sebagian lokasi kebun PT Adimulia berada di Kabupaten Kuansing yang seharusnya kebun plasma juga dibangun di Kabupaten Kuansing," kata hakim Andri.
BERITA TERKAIT: Komisaris PT Adimulia Agrolestari Akui Ada Pemberian Uang untuk Kakanwil BPN Riau, Sebut Pakai Duit 150 Ribu Dollar Singapura
Surat rekomendasi dari Andi Putra itu memang tak sempat diterbitkan. KPK kadung menangkap Sudarso usai berkunjung ke rumah Andi Putra pada 18 Oktober 2021 lalu. Malam harinya, Andi Putra menyerahkan diri ke KPK yang sudah menunggu di Polda Riau.
Penerbitan surat rekomendasi itu amat penting bagi PT Adimulia. Soalnya, surat itu dijadikan sebagai persyaratan perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia yang akan habis pada 2024 mendatang.
Munculnya syarat surat rekomendasi berdasarkan pada rapat koordinasi Panitia B yang dipimpin oleh Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau, Syahrir pada awal September 2021 di Prime Park Hotel, Pekanbaru.
Syahrir sendiri disebut oleh Sudarso menerima uang sebesar Rp 1,2 miliar dari dirinya. Namun, hal itu dibantah oleh Syahrir dan menyebut tuduhan itu sebagai fitnah.
Awalnya, perusahaan menolak untuk membangun kebun plasma di Kuansing. Alasannya kalau perusahaan sudah lebih dulu membangun kebun plasma seluas 20 persen dari luasan HGU yang mereka peroleh pada tahun 1994 lalu di Kabupaten Kampar.
Tak ada pilihan lain, perusahaan terpaksa mengurus surat rekomendasi tersebut kepada Andi Putra. Belakangan KPK mengendus adanya transaksi dari proses pengurusan surat tersebut.
Frank Wijaya sendiri oleh majelis hakim dalam putusannya diyakini ikut serta dalam pemberian uang kepada Andi Putra tersebut.
"Hakim meyakini kalau Komisaris PT Adimulia Agrolestari yakni saksi Frank Wijaya ikut dalam pemberian uang sebesar Rp 500 juta kepada Andi Putra. Yakni memberikan persetujuan pemberian uang melalui terdakwa Sudarso," kata kata Andri Hasiholan.
Fakta persidangan sebelumnya memang mengungkap kalau Sudarso lebih dulu mengontak bos-nya, Frank Wijaya soal permintaan uang oleh Andi Putra. Bahkan, Andi Putra oleh Sudarso disebut meminta sebesar Rp 1,5 miliar. Oleh Frank Wijaya permintaan uang tersebut disetujui, namun pembayarannya dilakukan secara bertahap.
Sudarso selain dihukum 2 tahun penjara juga dikenai pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Sudarso terbukti melakukan perbuatan dakwaan kesatu yakni pasal 5 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.
Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menghendaki Sudarso divonis 3 tahun penjara. Jaksa KPK masih pikir-pikir dengan vonis hakim tersebut, sama halnya dengan Sudarso juga belum menentukan banding atau menerima hukuman tersebut.
Dalam kasus ini, Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra juga sudah berstatus terdakwa. Perkaranya telah disidangkan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru sampai dengan agenda eksepsi atas dakwaan jaksa KPK. (*)