Kemenkopolhukam Mendadak Rapat Bahas Kebun Sawit PTPN V yang Digugat Yayasan Riau Madani, Surya Darma: Jangan Ambil Kebijakan Melawan Putusan Hukum!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) akan menggelar rapat koordinasi membahas soal kebun sawit seluas 2.823 hektare dalam kawasan hutan di Tapung, Kabupaten Kampar. Kebun sawit itu dikelola oleh PTP Nusantara (PTPN) IV Sub Holding Palmco yang dulunya merupakan wilayah kelola PTPN V.
Keberadaan kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan, mengakibatkan status kepemilikan PTPN IV tidak berkekuatan hukum. Perusahaan plat merah tersebut mengelola perkebunan kelapa sawit di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Batu Gajah, terletak di Tapung, Kabupaten Kampar sejak belasan tahun silam.
Persoalan itu terungkap saat Yayasan Riau Madani menggugat PTPN V (sekarang PTPN IV) ke Pengadilan Negeri Bangkinang pada 2013 silam. Perkara ini bergulir hingga tahap peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
Hasilnya, Yayasan Riau Madani menang secara telak dan putusan telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap sejak 2016 silam. Namun, berkali-kali upaya eksekusi putusan diajukan Yayasan Riau Madani gagal, karena sejumlah faktor teknis dan non teknis.
Berdasarkan surat yang diperoleh SabangMerauke News, rapat Kemenkopolhukam akan berlangsung di Pekanbaru pada Jumat (18/10/2024) mendatang. Sejumlah institusi dan pejabat diundang hadir, antara lain Pj Gubernur Riau, Kajati Riau, Kakanwil BPN Riau dan Ketua DPRD Kampar.
Selain itu, Kemenkopolhukam juga mengundang Dirut PTPN III (Persero) dan Dirut PTPN IV, Kajari Kampar dan juga Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.
"Kami mengharapkan kehadiran Saudara, dalam hal diwakilkan kiranya pejabat yang mewakili berkompeten untuk hadir," demikian surat undangan yang ditandatangani Plt Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenkopolhukam, Sugeng Purnomo tertanggal 8 Oktober 2024.
Rapat yang akan digelar oleh Kemenkopolhukam ini cukup menimbulkan tanda tanya. Apalagi rapat dilakukan setelah putusan perkara yang digugat Yayasan Riau Madani itu, telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 8 tahun silam.
"Kami menyoroti urgensi pelaksanaan rapat tersebut. Apa motif dan tujuan akhirnya, akan kami kawal hingga tuntas," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH, Rabu (16/10/2024).
Ternyata, rapat yang akan diselenggarakan oleh Kemenkopolhukam itu dilatari masuknya surat pengaduan dari Ketua DPRD Kampar Muhammad Faisal ke Kemenkopolhukam bertarikh 8 Juli 2024. Faisal dalam suratnya mengklaim bahwa lahan kebun sawit itu sebagai wilayah sengketa tanah ulayat masyarakat adat Persukuan Ganting-Bangkinang dengan PTPN V. DPRD Kampar disebut telah beberapa kali menggelar rapat dengar pendapat dengan Ninik Mamak Persukuan Ganting.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH mengingatkan Kemenkopolhukam agar berhati-hati dalam menyikapi surat Ketua DPRD Kampar tersebut. Sebab, perkara kebun sawit PTPN V itu telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap yang harus dipatuhi oleh siapapun, termasuk negara.
Putusan akhir perkara tersebut yakni menghukum PTPN V untuk mengosongkan objek sengketa dan mengembalikan fungsinya sebagai kawasan hutan, dengan cara melakukan penebangan pohon kelapa sawit seluas 2.823,52 hektare. Kemudian melakukan penanaman kembali dengan tanaman akasia sebagaimana layaknya hutan tanaman industri (HTI).
Sebagaimana diketahui, kebun sawit yang dikelola PTPN V tersebut, merupakan areal konsesi HTI milik PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI), pemasok bahan baku industri kertas Sinarmas Grup.
"Seharusnya negara bisa menegakkan putusan hukum tersebut. Bukan sebaliknya mengambil langkah-langkah yang berpotensi bertentangan dengan putusan hukum yang sah dan telah berkekuatan hukum tetap," tegas Surya Darma.
Surya Darma menilai, lebih tepat jika Kemenkopolhukam mendorong agar eksekusi putusan perkara yang digugat Yayasan Riau Madani bisa dilakukan sesegera mungkin.
"Bukan justru membuka ruang-ruang baru di luar putusan hukum. Itu kalau Indonesia memang negara hukum, bukan negara kekuasaan," kata Surya Darma.
Pihaknya tidak akan segan melakukan upaya hukum, jika nantinya pemerintah mengambil kebijakan yang bertentangan dengan putusan perkara, lewat rapat koordinasi yang akan dilakukan Kemenkopolhukam pada Jumat mendatang di Pekanbaru.
"Jika ada kebijakan yang diambil bertentangan dengan putusan perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap, maka kami akan mengambil langkah hukum. Termasuk melakukan gugatan hukum kepada institusi dan pejabat yang melakukan tindakan di luar putusan pengadilan dan Mahkamah Agung," kata Surya Darma.
Tepis Klaim Tanah Ulayat
Surya Darma juga menepis adanya klaim tanah ulayat yang dihubungkan dengan gugatan Yayasan Riau Madani. Menurutnya, gugatan Riau Madani di Pengadilan Negeri Bangkinang dengan nomor putusan: 38/Pdt.G/2013/PN.BKN tanggal 10 April 2014, sama sekali tidak ada kaitannya dengan klaim tanah ulayat. Putusan itu diperkuat oleh amar putusan Peninjauan Kembali (PK) nomor: 608PK/Pdt/2015 tanggal 23 Februari 2016.
Ia menegaskan, bahwa gugatan Yayasan Riau Madani sebagai organisasi lingkungan hanya berfokus pada gugatan lingkungan, secara khusus objeknya adalah kawasan hutan.
"Gugatan kami murni merupakan gugatan lingkungan, yakni penguasaan hutan tanpa izin di kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan klaim tanah ulayat. Dalam amar putusan mulai dari Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung, sama sekali tidak ada disinggung tentang tanah ulayat," kata Surya Darma.
Menurutnya, Yayasan Riau Madani tak ingin putusan atas gugatan yang telah dimenangkan pihaknya, dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain.
"Jadi, jangan ada pihak-pihak lain yang punya niat memanfaatkan putusan tersebut. Secara tegas kami sampaikan, bahwa Yayasan Riau Madani berjuang agar areal objek sengketa dipulihkan sedia kala sesuai fungsinya sebagai kawasan hutan. Tidak ada opsi lain. Panduan kami adalah putusan hukum, tidak ada celah lain," tegas Surya Darma.
Ia khawatir, lahan kebun sawit yang dikelola PTPN V (sekarang PTPN IV) itu akan bernasib sama seperti kebun sawit Sinama Nenek di Tapung Hulu, Kampar. Pada 2018 silam, pemerintah pusat memutuskan kebun sawit yang digarap PTPN V seluas 2.800 hektare lebih di Sinama Nenek dibagi-bagikan kepada masyarakat sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Belakangan muncul kabar bahwa pembagian kebun sawit itu tidak tepat sasaran dan menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Jangan ada pikiran menjadikan kebun sawit di Batu Gajah, Tapung ini menjadi Sinama Nenek jilid dua. Harus dikembalikan sebagai kawasan hutan sebagaimana putusan hukum yang sudah inkrah," pungkas Surya Darma. (R-03)