Kabinet Zaken Prabowo yang Gemuk Rasa Seken, Pengamat Prediksi Masa Eksperimen 1 Tahun
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Lebih dari 108 orang telah dipanggil oleh presiden terpilih Prabowo Subianto dalam proses seleksi calon anggota kabinet dan kepala badan negara hingga Selasa (15/10/2024) kemarin. Kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran ini diyakini akan memiliki struktur yang gemuk. Jumlah kementerian akan ditambah, diduga untuk menampung kepentingan koalisi super besar yang dibangun Prabowo.
Dari daftar para calon anggota kabinet tersebut, juga masih banyak diisi oleh menteri-menteri di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Itu sebabnya, banyak pengamat menilai pemerintahan zaken yang dijanjikan oleh Prabowo, selain gemuk juga memiliki rasa 'kabinet seken'.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyebut kemungkinan Prabowo mempertahankan sejumlah menteri era Jokowi karena dianggap cocok dengan pos kementerian yang telah dipimpinnya.
"Memang ada semacam kebutuhan dari sisi presiden baru, untuk mempertahankan nama-nama yang dianggap fit atau cocok dengan pos-pos kementerian, nama-nama itu diambil dari kabinet sebelumnya, misalnya Bu Sri Mulyani, Pak Budi Gunadi Sadikin, Pak Sakti Trenggono, Pratikno, Erick Thohir, jadi saya melihat ada kecenderungan orang-orang yang berasal dari kabinet pemerintahan Pak Jokowi sebelumnya itu terutama dari teknokrat atau profesional itu tetap dipertahankan," kata Arya kepada wartawan, Selasa (15/10/2024).
Arya menilai ada hal dilematik yang dialami Prabowo saat penyusunan kabinet ini. Menurutnya, Prabowo sadar kabinetnya akan gemuk karena mengakomodir partai politik pendukung.
"Yang kedua, pembacaan saya itu memang ada semacam dilema dari sisi Pak Prabowo yang bersumber dari, dia sadar bahwa kabinetnya gemuk karena kebutuhan untuk mengakomodasi partai di koalisi, tapi pada saat yang sama ingin juga membentuk kabinet yang diisi oleh teknokrat-teknokrat, makanya kemudian ada kombinasi seperti itu," tutur dia.
Jaga Hubungan Baik dengan Jokowi
Dari sejumlah nama-nama calon menteri yang dipanggil, kata Arya, Prabowo ingin mempertahankan hubungan baik dengan Jokowi. Sehingga, kata dia, Prabowo mempertahankan 'orang Jokowi' pada kabinetnya mendatang.
"Saya kira ada usaha juga untuk mempertahankan hubungan baik dengan Pak Jokowi, makanya beberapa nama yang kembali dijadikan menteri sebenarnya nama-nama yang punya hubungan dekat, atau dianggap dalam tanda kutip orangnya Jokowi ya, sepertinya Pak Pratik, Budi Arie, Bahlil, Pak Erick, jadi ada kebutuhan juga untuk itu," jelasnya.
Menurut Arya, ada PR besar yang akan dihadapi pemerintah mendatang terkait jumlah kementerian. Menurutnya, banyaknya kementerian akan berdampak pada kecepatan kinerja.
"Saya kira memang ini adalah PR yang besar apakah dengan koalisi yang besar ini membuat pemerintahan bisa bergerak cepat, lincah, karena birokrasinya tentu akan gemuk, ini tentu akan menyulitkan pemerintah untuk bergerak lebih lincah, tapi mungkin ada pandangan lain juga dari sisi pemerintahan baru bahwa kalau kita lihat dari nama-nama yang dipanggil itu," tutur dia.
"Mungkin presiden merasa ada kebutuhan khusus dalam rangka menghadapi tantangan ke depan, makanya pos wakil menteri diminta tugas khusus, misalnya ada yang ketenagakerjaan, di Menlu ada untuk Timur Tengah, ada yang untuk Amerika wamennya, ada yang wamendagri khusus pemilu, ada yang perumahan," imbuhnya.
Kabinet Presidensial Rasa Parlemen
Lebih lanjut, Arya mengistilahkan kabinet era Prabowo mendatang adalah kabinet presidensial rasa parlementer. Arya pun menjelaskan maksud kabinet presidensial rasa parlementer itu.
"Saya lihat ini memang menunjukkan kabinet presidensial rasa parlementer. Karena kan secara politik itu kan dukungan dari sisi partainya udah besar, dukungan publik juga besar, tapi saya melihat kabinet presidensial rasa parlementer ini karena banyak betul tokoh-tokoh dari partai, baik pada level menteri dan wakil menteri," kata dia.
Sebagai informasi, sistem pemerintah presidensial adalah presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat. Sementara sistem parlementer, kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana mengeri yang dipilih dari partai mayoritas atau koalisi di parlemen.
"Yang saya maksud dengan kabinet presidensial rasa parlementer itu adalah di mana setiap putusan-putusan politik eksekutif atau presiden itu dipengaruhi oleh situasi yang terjadi di parlemen, nah dalam hal ini banyaknya tokoh-tokoh partai itulah maka saya sebut kabinet presidensial rasa parlementer karena cukup banyaknya atau dominannya tokoh-tokoh partai dalam nama-nama yang sudah dipanggil sebagai calon menteri dan wakil menteri," sebut dia.
Lalu apakah ada peran Jokowi dalam penyusunan kabinet Prabowo ini karena menteri saat ini dipanggil Prabowo ke Kertanegara? Arya memberikan analisisnya.
"Saya kira kalau kita lihat output-nya nama-nama yang dipanggil, meskipun ada pengaruh Pak Jokowi, tapi power sekarang itu sudah bergeser, power itu sekarang tentu ada di tangan Pak Prabowo karena dia presiden terpilih, prediksi saya bukan peran tapi kesepakatan politik antara Pak Jokowi dengan Pak Prabowo, antara ketum-ketum yang lain dengan Pak Prabowo," tutur dia.
Menurutnya, negosiasi Prabowo dan Jokowi terkait penyusunan kabinet pada posisi seimbang. Begitu juga, kata dia, negosiasi Prabowo dengan ketum partai politik.
"Kalau peran atau pengaruh itu kan kesannya itu Pak Jokowi masih punya peran untuk mempengaruhi putusan-putusan politik Pak Prabowo. Tapi saya kira posisi negosiasinya mungkin seimbang, karena ketika ada negosiasi ketika itu Pak Prabowo presiden terpilih dan Pak Jokowi masih sebagai presiden, jadi posisinya saya kira relatif seimbang," tutur dia.
Arya memprediksi Prabowo akan menilai kinerja kementeriannya selama 6 bulan sampai 1 tahun usai dilantik. Menurutnya, akan ada perombakan kabinet jika susunan kabinet nantinya belum maksimal.
"Pak Prabowo memberikan kesempatan dan ingin juga mengukur apakah eksperimen ini berhasil atau enggak, ini kan semacam eksperimen sebenarnya. Ini eksperimen baru terutama pasca reformasi, kalau dulu kementerian maksimal 34, pasca reformasi ini kan eksperimen baru, apakah eksperimen itu akan berhasil atau tidak itu akan ditentukan 1 tahun. Kalau ternyata eksperimennya dianggap tidak berhasil, mungkin saya kira akan ada perombakan lagi," tutur dia.
Menurut Arya, Prabowo akan adaptif nanti ketika memimpin kabinetnya. Hal itu, kata dia, dengan latar belakang militer yang dimiliki Prabowo.
"Sebagai seorang militer saya kira Pak Prabowo berpikirnya sangat adaptif ya, merespons pada perubahan-perubahan yang cepat memitigasi ketidakpastian, atau memitigasi risiko. Kalau ternyata eksperimen ini dianggap kurang berhasil saya kira 6 bulan sampai 1 tahun saya kira akan dilakukan perombakan mungkin juga akan besar," pungkasnya. (R-04)