Tradisi Cheng Beng Dirayakan Etnis Tionghoa, Ingatkan Kisah Pengawal Kaisar Korbankan Tubuhnya untuk Makanan Putra Mahkota
SabangMerauke News, Selatpanjang - Warga Tionghoa di Kepulauan Meranti memulai ritual tradisi Cheng Beng, Minggu (27/3/2022). Tahun ini, tradisi yang juga disebut Festival Qingming ini, secara kebetulan bersamaan dengan momen ziarah kubur yang dilakukan umat Islam menjelang puasa Ramadhan.
Bagi warga etnis Tionghoa khususnya yang beragama Budha dan Konghucu di seluruh dunia, tradisi ini memiliki makna yang amat penting. Inilah momen dimana seseorang mengenang dan memuliakan leluhurnya yang telah tiada.
Praktik ini memiliki kemiripan dengan ziarah kubur bagi umat Muslim jelang Ramadhan. Atau juga yang kerap dilakukan penganut agama Kristen saat menyambut Hari Raya Paskah.
Bagi penganut Budha dan Konghucu, Cheng Beng menjadi tanda pengingat leluhurnya. Oleh karena itu, kerap kali saat merayakan Cheng Beng, mereka membersihkan dan bahkan mempercantik kubur leluhur yang didatangi. Ini sebagai wujud rasa syukur keturunan lintas generasi kepada leluhurnya.
Lebih dari itu, Cheng Beng juga menjadi ajang berkumpul dan mempererat tali silaturahmi antar anggota keluarga. Mereka datang dari tanah rantau bisa berkumpul dengan kerabat keluarga di kampung yang biasanya menjadi tempat jenazah leluhur dikubur.
Perbedaan agama dan keyakinan yang dianut dalam satu keluarga besar, tidak menjadi penghalang untuk berkumpul dan bersilaturahim saat perayaan Cheng Beng. Sebaliknya, melalui tradisi itu mereka kembali dipersatukan.
Puncak Cheng Beng jatuh pada setiap 5 April. Akan tetapi masyarakat etnis Tionghoa sudah menyambut sekitar dua pekan sebelumnya. Ini karena prosesi tradisi tersebut tidak hanya sekedar berdoa namun juga membersihkan dan mempercantik makam leluhurnya.
Biasanya anggota keluarga akan membersihkan makam sebelum waktu kunjungan. Para anak diwajibkan membersihkan sendiri makam leluhurnya. Namun karena pergeseran zaman, saat ini sudah banyak keluarga yang menggunakan jasa pembersih kuburan leluhur.
Mengutip laman wikipedia, Cheng Beng dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik matahari di musim dingin (atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi). Pada umumnya dirayakan pada tanggal 4 April atau 5 April pada tahun kabisat.
Secara astronomi, dalam terminologi matahari, Cheng Beng atau Qingming dilaksanakan pada hari pertama dari 5 terminologi matahari.
Sejarah ritual Cheng Beng diawali oleh Kaisar Xuanzong pada tahun 732 yakni pada era Dinasti Tang. Festival ini sebagai pengganti upacara pemujaan nenek moyang dengan cara terlalu mahal dan rumit.
Dalam usaha untuk menurunkan biaya tersebut, Kaisar Xuanzong mengumumkan penghormatan tersebut cukup dilakukan dengan mengunjungi kuburan nenek moyang pada hari Qīngmíng.
Pengawal Potong Badan untuk Makanan Putra Mahkota
Pada mulanya, tradisi Cheng Beng dicetuskan oleh putra mahkota Chong Er dari Dinasti Jin. Suatu hari karena difitnah oleh salah seorang selir raja, Chong Er terpaksa melarikan diri ke gunung bersama para pengawalnya.
Kelaparan karena tidak membawa bekal makanan, salah seorang pengawal bernama Jie Zhitui memotong bagian badannya sendiri lalu memasaknya untuk sang putra mahkota agar tidak mati kelaparan.
Mengetahui pengorbanan pengawal setianya itu, Chong Er merasa sedih, tetapi Jie menghibur sang putra mahkota dan memintanya agar tetap teguh bertahan hingga Chong Er dapat kembali ke istana dan merebut tahta dari selir raja yang telah memfitnahnya.
Tiga tahun lamanya mereka bertahan hidup dalam kelaparan di gunung hingga akhirnya sang selir meninggal dunia. Sepasukan tentara menjemput Chong Er untuk kembali ke istana.
Saat itu dia melihat Jie Zhitui mengemasi sebuah tikar tua ke atas kuda. Chong Er menertawakannya dan meminta Jie untuk membuang tikar itu, tetapi Jie menolaknya dan berkata," hanya penderitaan yang dapat hamba bagi bersama paduka, bukan kemakmuran".
Jie berpamitan kepada Chong Er untuk tetap tinggal di gunung bersama ibunya. Setelah Chong Er kembali ke istana, dia bermaksud mengundang Jie Zhitui, tetapi Jie tidak berhasil ditemukan.
Chong Er memerintahkan tentara untuk membakar hutan di gunung itu agar Jie segera keluar menemuinya. Yang terjadi malah sebaliknya, mereka menemukan Jie Zhitui mati bersama ibunya di bawah pohon willow.
Chong Er sangat sedih melihat pengawal setianya itu malah mati karena keinginannya. Sejak itu Chong Er memperingati hari itu sebagai hari Hanshi.
Pada saat peringatan Hanshi ini, kaisar tidak mengizinkan siapapun menyalakan api untuk memasak. Sehingga peringatan ini juga dikenal dengan sebutan Perayaan Makanan Dingin. (*)