Kejagung Geledah KLHK, Walhi Desak Dugaan Korupsi Pemutihan Hutan untuk Korporasi Kelapa Sawit Dibongkar Tuntas
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Penggeledahan kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) oleh tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) diharapkan menjadi pintu masuk membongkar dugaan adanya korupsi dalam proyek pemutihan kawasan hutan untuk kebun kelapa sawit. Pengusutan dugaan kongkalikong pemutihan hutan agar difokuskan pada kelompok korporasi dan pengelola hutan secara ilegal dalam areal yang luas.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, mengatakan dugaan korupsi dalam tata kelola perkebunan sawit itu terjadi tahun 2016-2024. Perkara ini berkaitan dengan pemutihan sawit dalam kawasan hutan melalui pasal 110 A Undang-Undang Cipta Kerja.
Walhi, kata Uli, sejak lama sudah menyatakan bahwa pemutihan tersebut menjadi celah besar praktik korupsi.
“Apalagi waktu tenggat penyelesaiannya hingga 2 November 2023, yang sarat akan kepentingan transaksional politik” ucap Uli dalam keterangan tertulis Jumat (4/10/2024).
Uli menjelaskan, semua bermula ketika pemerintah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja pasal 110 A dan 110 B. Undang-undang ini membuat pemutihan sawit dalam kawasan hutan menjadi tertutup. Sebab dalam pasal 110 B UUCK disebutkan bahwa perusahaan yang tidak memiliki izin diberikan waktu 3 tahun untuk mengurus legalitasnya.
“Tidak diketahui juga basis data yang digunakan KLHK untuk menghitung luasan konsesi, berapa luas hutan yang ditanami sawit, dan berapa luas tutupan hutan sebelum dibuka menjadi perkebunan, itu berasal dari data yang mana dan milik siapa” kata Uli.
Belakangan, kata Uli, KLHK secara tiba-tiba menerbitkan SK Menteri LHK Nomor SK.661 yang merupakan penyederhanaan formula perhitungan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi (PSDH-DR) yang harusnya dibayarkan perusahaan dalam proses pemutihan.
“Yang dilihat berdasarkan data tutupan tahun 2000, perhitungan melalui SK.661 ini jauh lebih sedikit, dan sangat meringankan perusahaan.” ucapnya.
Hingga Oktober 2023, perkebunan sawit tanpa perizinan di bidang kehutanan totalnya sebesar 1.679.797 hektare. Dari total itu, sebanyak 1.263 unit kebun terindikasi milik perusahaan atau korporasi dengan luas 1.473.946,08 hektare. Uli menyebut, setidaknya terdapat sepuluh perusahaan besar yang ikut dalam proses ini.
“Mereka antara lain Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, Goodhope, Citra Borneo Indah, Genting, Bumitama, Sime Darby, Perkebunan Nusantara, dan Rajawali/ Eagle High,” jelas Uli.
Menurut Uli, banyak dampak buruk yang muncul akibat proyek ini.
“Penanaman sawit dalam Kawasan hutan ini, bukan hanya menyebabkan deforestasi, tetapi juga hilangnya keanekaragaman hayati, rusaknya fungsi hidrologis yang kemudian menyebabkan banjir dan longsor, pelepasan emisi, kerugian negara dan perekonomian negara. Konflik dan tidak jarang diikuti dengan intimidasi kepada masyarakat," tegasnya.
Meski pun penggeledahan di kantor KLHK itu terbilang terlambat, kata Uli, namun langkah Kejaksaan perlu diapresiasi.
“Selanjutnya, menjadi penting bagi Kejaksaan juga memeriksa korporasi-korporasi yang terlibat dalam proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan,” katanya.
Sita Dokumen Planologi dan Biro Hukum
Sebelumnya diwartakan, tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menggeledah kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Manggala Wanabakti, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2024). Penggeledahan dilakukan hingga larut malam pergantian hari dini hari tadi.
Dari pantauan media, lebih dari 15 pegawai Kejagung menunggu di Lantai 1 depan ruang konsultasi Sekretariat Penanganan Pengaduan LHK. Beberapa pegawai membawa boks-boks berisi lembaran-lembaran kertas menggunakan roda dari lantai atas.
Setidaknya sudah ada 4 boks yang sudah dikumpulkan penyidik dari lantai atas. Di antaranya boks bertutup ungu ditulis nama Biro Hukum 1 dan Biro Hukum 2.
Juga ada kotak dengan tutup oranye bertuliskan ‘disita dari ruang kerja Sub-Direktorat Perubahan, Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan di lantai 2'. Direktorat Perubahan, Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan kemungkinan merupakan unit kerja di bawah Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Hidup KLHK. Dirjen Planologi tugasnya banyak berkaitan dengan perubahan fungsi kawasan hutan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan penggeledahan tersebut terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola perkebunan kelapa sawit tahun 2016-2024. Namun kasus ini tidak terkait dengan perkara korupsi kebun sawit dalam kawasan hutan di Provinsi Riau dengan terpidana bos Duta Palma Grup, Surya Darmadi.
“Ini kasus baru,” kata Harli Siregar kepada media, Kamis.
Ia belum bisa menjelaskan lebih lanjut soal penggeledahan yang sedang dilakukan.
"Belum dapat informasi detailnya, penyidik yang melakukan penggeledahan, informasi sedang dihimpun," ujar dia.
“(Penggeledahan) ini terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola perkebunan kelapa sawit tahun 2016-2024,” lanjut Harli.
Perubahan Status Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan
Kasus tata kelola kelapa sawit dalam kawasan hutan selama ini memang menjadi sorotan. Terutama terjadi saat munculnya kebijakan 'pemutihan' imbas terbitnya Undang-undang Cipta Kerja.
Presiden Jokowi sendiri telah membentuk Satuan Tugas Kelapa Sawit tahun lalu. Tim dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Menko Marves Luhut Panjaitan sebagai Ketua Pengarah.
Pada sisi lain, Kementerian LHK sejak tahun 2021 lalu telah membentuk Tim Inventarisasi dan Verifikasi yang bertugas melakukan pendataan keberadaan usaha di dalam kawasan hutan tanpa izin alias ilegal. Hasil pendataan telah dirampungkan dengan temuan adanya ribuan usaha ilegal yang beroperasi di dalam kawasan hutan.
Temuan Tim KLHK mendapati mayoritas kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan. Ada ribuan subjek hukum (penguasa) kebun sawit tanpa izin yang telah terdata. Temuan terbesar berada di Provinsi Riau.
Satgas Kelapa Sawit pernah menyatakan ada jutaan hektare kebun sawit dalam kawasan hutan yang bebas melakukan aktivitas. Pengelolaan kebun sawit tanpa izin itu dilakukan oleh individu, kelompok maupun korporasi.
Ironisnya, selama bertahun-tahun, para penguasa kebun sawit dalam kawasan hutan itu menikmati hasil yang berlimpah secara ekonomi. Namun, negara tidak mendapatkan penerimaan dalam bentuk pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Jerat hukum yang melilit bos Duta Palma Grup, Surya Darmadi hanyalah satu contoh kasus kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan. Dalam perkara ini, Surya Darmadi telah dihukum penjara 16 tahun dan membayar uang kerugian negara sebesar Rp 2,2 triliun.
Saat ini, 7 perusahaan yang terafiliasi dengan Duta Palma Grup juga sudah dijerat sebagai tersangka korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kejagung dalam sepekan terakhir telah menyita lebih dari Rp 700 miliar dalam perkara korporasi tersebut.
Secara khusus di Provinsi Riau, banyak temuan kebun kelapa sawit tanpa izin dalam kawasan hutan. Kawasan hutan itu digarap oleh sejumlah korporasi besar, bahkan berada di areal hutan konservasi.
Namun, dari sekian banyak korporasi yang menggarap hutan untuk pembangunan kebun sawit, masih hanya Duta Palma Grup yang diseret ke meja hijau. (R-03)