Sertifikat Tanah KUD Langgeng Diduga Ditahan PT Citra Riau Sarana, Pemkab Kuansing Upayakan Langkah Mediasi
SABANGMERAUKE, Kuansing - Kasus dugaan penahanan surat tanah dan sertifikat anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Langgeng oleh manajemen PT Citra Riau Sarana (CRS) sudah sampai di meja Bupati Kuantan Singingi. Pemkab mengundang pengurus KUD Langgeng untuk mendapatkan informasi utuh ikhwal persoalan tersebut.
Pemkab pun menggelar pertemuan dengan jajaran pengurus KUD Langgeng pada Jumat (12/11/2021) kemarin di ruang rapat Bupati Kuansing. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Asisten I Setda Kuansing, Muhjelan, Dinas Pertanian, pihak Kantor Pertanahan (BPN) Kuansing serta pengurus KUD Langgeng.
Kabag Tata Pemerintahan dan Kerjasama Setda Kuansing, Yulizar menyatakan pertemuan bertujuan menindaklanjuti pengaduan pengurus KUD Langgeng yang sertifikat tanahnya diduga ditahan oleh PT CRS. Pertemuan masih bersifat klarifikasi sepihak dengan KUD Langgeng dan akan dijadwalkan untuk memanggil manajemen PT CRS ke depannya.
"Kami sudah mendengar informasi dari pihak KUD Langgeng. Kita perlu mendapat informasi dari dua pihak. Intinya, agar masalah ini bisa diselesaikan dengan baik lewat mediasi," kata Yulizar.
Sertifikat Lahan 10 Ribu Hektar
Diwartakan sebelumnya, pengurus Koperasi Unit Desa (KUD) Langgeng menagih realisasi sertifikat lahan tanah kebun kelapa sawit mereka ke PT Citra Riau Sarana (CRS). Total lahan milik anggota koperasi seluas 10 ribu hektar, sejak puluhan tahun lalu bermitra sebagai kebun plasma dengan PT CRS.
Sesuai dengan perjanjian yang diteken bersama perusahaan, kewajiban penyelesaian dan pembagian sertifikat tanah anggota koperasi seharusnya sudah dilakukan pada tahun 2005 lalu. Namun, hingga saat ini tidak diketahui secara pasti keberadaan dan kabar perkembangan pengurusan surat tanah anggota koperasi menjadi sertifikat hak milik (SHM).
Adapun lahan milik KUD Langgeng tersebut berada di Kecamatan Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuantan Singingi. Pengurus koperasi sudah mendatangi kantor perusahaan di Desa Bumi Mulya, Senin lalu dua pekan lalu.
Kepada media, Ketua KUD Langgeng Mukhlisin didampingi Sekretaris Aam Herbi dan Bendahara Ashari menyatakan telah mempertanyakan nasib dan keberadaan surat tanah/ SHM tersebut kepada manajemen perusahaan.
Soalnya berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama, reklaping atau penyerahan sertifikat wajib dilakukan 48 bukan setelah perjanjian disepakati. Dalam kesepakatan tersebut, PT CRS berkewajiban melakukan pengurusan SHM dan seharusnya sudah diserahkan ke anggota koperasi sejak dulu.
Pengurus KUD Langgeng juga mempertanyakan soal surat tanah anggota koperasi yang diduga sudah diambil pihak PT CRS sebagai agunan di Bank Central Asia (BCA). Soalnya, pada Juni 2021 lalu kredit KKPA KUD Langgeng sudah lunas.
Ironisnya, diduga pihak manajemen PT CRS mengambil sepihak surat tanah tersebut tanpa sepengetahuan pengurus KUD Langgeng. Surat tanah tersebut kemudian diduga ditahan oleh perusahaan tanpa ada alasan dan dasar hukum yang jelas.
Sejak dulu, pengurus KUD Langgeng sudah mempertanyakan dan menagih realisasi pengurusan SHM lahan kebun. Namun diduga PT CRS selalu mengulur waktu dan terkesan mengelak.
Pihak PT Citra Riau Sarana (CRS) belum dapat dikonfirmasi ikhwal tuntutan pengurus KUD Langgeng tersebut. Pimpinan PT CRS, Dani Murdono tidak membalas pesan konfirmasi yang dilayangkan sejak Rabu (3/11/2021) kemarin hingga berita ini naik tayang.
PT CRS Digugat Tampung TBS Sawit Diduga dari Kawasan Hutan
Pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT Citra Riau Sarana (CRS) juga digugat ke Pengadilan Negeri Kuantan Singingi. Gugatan dilayangkan karena dugaan kalau perusahaan tersebut menampung tandan buah segar kelapa sawit (TBS) dari kawasan hutan yang berada di sekitar lokasi pabrik di Kuansing.
Gugatan legal standing dilakukan oleh organisasi lingkungan hidup Yayasan Menata Nusa Raya (Yayasan Menara). Gugatan telah didaftarkan pada Senin, 16 Agustus 2021 lalu dengan nomor gugatan 22/Pdt.G/LH/2021/PN Tlk.
Dalam provisi gugatannya, Yayasan Menara meminta agar PT Citra Riau Sarana menghentikan seluruh kegiatan pabrik kelapa sawitnya, meskipun perkara a quo belum berkekuatan hukum tetap. Yayasan Menara juga meminta majelis hakim menyatakan kalau perbuatan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Menghukum tergugat untuk menghentikan seluruh kegiatan pabrik kelapa sawit," demikian petitum gugatan tersebut seperti yang dilihat RiauBisa.com dalam situs SIPP PN Kuansing.
Proses tahapan sidang tersebut sudah berlangsung sebanyak empat kali. Pada sidang pertama 2 September lalu batal digelar karena pihak tergugat dan penggugat tidak hadir. Sidang mediasi dipimpin hakim Jhon Paul Mangunsong SH yang digelar pada 16 September juga tidak berhasil, sehingga akan dilanjutkan pada sidang agenda pembacaan gugatan pada 16 Oktober lalu. Pekan lalu telah berlangsung juga sidang dengan agenda penyampaian jawaban. (*)