Gerilya Suhardiman Mencari Sandaran Politik Baru
SabangMerauke News - Tensi politik di Kabupaten Kuantan Singingi memanas. Perang opini bersahutan di media antara Ketua DPRD, Adam dengan Pelaksana Tugas Bupati, Suhardiman Amby begitu sengit. Pertelagaan di ruang publik kian terbuka.
Bisa dibaca, sejak tertangkapnya Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra oleh KPK pada Oktober tahun lalu, dialektika politik di negeri Pacu Jalur itu menjadi lebih menarik. Suhardiman mengisi kursi yang ditinggalkan Andi yang fokus menghadapi proses hukum di KPK dalam kasus dugaan suap HGU PT Adimulia Agrolestari.
BERITA TERKAIT: Ketua DPRD: Plt Bupati Suhardiman Amby Jangan Nantang-nantang, Tak Usah Ikut Campur Urusan Internal Dewan!
Andi adalah kakak kandung sang Ketua DPRD, Adam yang sedang terlibat 'perang terbuka' dengan pasangan kakaknya, Suhardiman dalam pilkada 2020 silam. Suhardiman dianggap mendapat 'durian runtuh' dari tragedi yang menimpa Andi.
Jika ditarik ke belakang, pasangan Andi-Suhardiman (ASA) merupakan paslon yang paling minoritas mendapat dukungan di kursi DPRD Kuansing. Diusung 9 kursi di DPRD Kuansing oleh tiga parpol yakni Golkar (6 kursi), PKS (2 kursi) dan Hanura (1 kursi), duet Andi-Suhardiman kala itu mampu mengalahkan dua paslon rivalnya.
Dua paslon lain justru mendapat dukungan parpol yang cukup besar. Sebut saja dengan paslon Mursini-Indra Putra (BERMITRA) yang diusung 11 kursi DPRD yakni PPP (4 kursi), NasDem (4 kursi) dan PKB (3 kursi), ditambah partai gurem non parlemen PBB, Gelora dan PSI.
BERITA TERKAIT: 'Konflik' Ketua DPRD dan Plt Bupati Kuansing Kian Panas, Adam Kembali Ingatkan Suhardiman Hati-hati Berkomentar
Satu lagi paslon yakni Halim-Konferensi lebih gemuk lagi. Diusung oleh 15 kursi di Dewan yakni PDI Perjuangan (3 kursi), PAN (4 kursi), Demokrat (4 kursi) dan Gerindra (4 kursi). Namun, banyaknya dukungan kursi di Dewan gagal mengantarkan duet ini ke kursi paling elit di pemerintahan Kuansing.
Kini, Adam menjadi Ketua Partai Golkar Kuansing, mengganti posisi yang sebelumnya dipegang Andi Putra. Ia juga punya patron politik yang sangat kuat di Negeri Pacu Jalur tersebut. Sang ayah, Sukarmis adalah mentor politik yang dua periode pernah menjadi orang nomor 1 di Kuansing.
Sementara, Suhardiman Amby yang merupakan politisi Partai Hanura, nyaris secara politik tak punya kekuatan apa-apa termasuk di Dewan. Ia juga bukan ketua partai. Hanura, partai besutan Oesman Sapta Oedang (OSO) itu hanya punya 1 kursi di DPRD Kuansing. Kondisi Hanura hari ini juga 'kurang sehat'.
Sangat wajar, sebagai orang yang akan duduk di kursi nomor 1 Kuansing secara defenitif (jika Andi Putra divonis bersalah), Suhardiman harus cepat mengambil kuda-kuda politik. Ia mesti agresif dan segera mendapat sandaran politik baru yang kuat.
Sangat absurd, jika ia hanya mengandalkan Hanura sendiri yang hanya memiliki 1 kursi Dewan. Dukungan dari Partai Golkar tak mungkin diharapkan. Soal peran PKS, juga masih samar-samar.
Langkah Suhardiman yang ikut cawe-cawean dalam hajatan politik di DPRD Kuansing, yakni kocok ulang pimpinan alat kelengkapan DPRD Kuansing adalah pertarungan awal. Ini menjadi batu ujian bagi Suhardiman. Suhardiman amat berkepentingan untuk mengamankan kepentingan di Dewan.
Kabar yang menyebutkan Suhardiman hadir dalam pertemuan elit partai di rumah Ketua PDI Perjuangan Kuansing, Halim yang dulu merupakan lawan politiknya, mengungkap soal manuver politik mantan anggota DPRD Riau tersebut. Suhardiman disebut terlibat dalam konsolidasi menyapu bersih pimpinan alat kelengkapan Dewan. Atau setidaknya menggagalkan konsolidasi poros Partai Golkar.
Reaksi Adam sebagai Ketua DPRD junto Ketua Partai Golkar Kuansing sudah memberi sinyal keras bahwa Beringin Kuning akan menghadang ambisi Suhardiman untuk ikut berperan di Dewan. Adam tampaknya ingin mematahkan langkah politik Suhardiman yang mau 'bermain' di lembaga yang dipimpinnya itu.
"Jangan ikut campur urusan internal Dewan," kata Adam, Kamis (24/3/2022) lalu.
Setakad ini, gerilya politik Suhardiman terbukti ampuh. Rapat paripurna internal yang disebutnya 'maladministrasi' dengan agenda pengesahan kocok ulang pimpinan alat kelengkapan Dewan, gagal digelar karena paripurna tidak quorum.
Sungguh benar diktum yang menyebut politik itu cair dan dinamis, tak bisa diramalkan apalagi diprediksi. Politik selalu menjadi bola liar dan panas. Kawan jadi lawan, lawan jadi kawan. Semua hanya kepentingan.
Sebagai wakil kepala daerah yang diusung oleh Partai Golkar (kini bersiap menjadi kepala daerah defenitif), Suhardiman justru terkesan terang-terangan berseberangan dengan Beringin Kuning.
Inilah dampak dari 'perkawinan politik' prematur dan kilat saat pencalonan dalam pilkada 2020 lalu antara Andi Putra dan Suhardiman. Chemistry politik dibangun secara terpaksa tanpa 'ikatan cinta' yang bergetar.
Diprediksi, kesuksesan dalam membuat DPRD riuh dan terpecah, akan terus berlanjut pada agenda politik Suhardiman lainnya. Bisa jadi, Suhardiman segera akan bertukar baju partai politik. Mungkin ia akan merasa lebih pede (percaya diri) jika bisa memimpin partai yang punya kuku, sesuatu yang agak sulit diharapkan dari Hanura.
Apakah Suhardiman sukses mendapat sandaran baru? (*)