Ironi Negara Pancasila Indonesia: Kekayaan 50 Konglomerat Setara 50 Juta Warga Biasa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Ketimpangan ekonomi di negara Indonesia yang berideologi Pancasila sungguh tajam terjadi. Penguasaan aset dan sumber ekonomi pada orang dan kelompok tertentu menyebabkan jarak antara si kaya dan si miskin kian terjal.
Center of Economic and Law Studies (Celios) merilis laporan terbaru yang bertajuk Pesawat Jet untuk si Kaya, Sepeda untuk si Miskin. Laporan studi tersebut menyoroti adanya ketimpangan ekonomi yang semakin ekstrem dan terlihat dari perbandingan kekayaan orang terkaya Indonesia dengan warga biasa di Tanah Air.
Celios mengungkapkan ada penambahan kekayaan para triliuner yang melonjak drastis di saat kelas pekerja kesulitan untuk hidup. “Kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia,” bunyi laporan tersebut seperti dikutip awak media, Kamis (26/9/2024).
Dalam laporan tersebut diungkapkan bahwa terdapat kenaikan kekayaan tiga triliuner teratas di Indonesia selama 2020-2023. Total kenaikan kekayaan para triliuner tersebut diperkirakan mencapai angka 174 persen. Triliuner tersebut di antaranya adalah Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, Low Tuck Kwong, dan Prajogo Pangestu.
Sementara itu dalam riset Celios, kelas pekerja disebutkan justru harus bertahan lebih keras seiring pertumbuhan upah yang hanya naik 15 persen.
Ketika masyarakat mencoba mencari jalan pintas lewat pinjaman online (Pinjol) illegal, mereka malah kembali terjebak dalam utang yang menggunung karena bunga pinjaman yang tinggi.
"Laporan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin tidak terdistribusi secara merata. Sejak 2020, kekayaan tiga orang terkaya telah meningkat lebih dari tiga kali lipat, sementara pertumbuhan upah pekerja hanya sebesar 15%,” ujar Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara pada Rabu, 25 September 2024.
Kekayaan yang tidak terdistribusi dengan merata ini, menurut Celios, harus segera diatasi.
Menurutnya akan menjadi ironi ketika rakyat yang berjuang untuk hidup di tengah jebakan siklus utang berbunga tinggi masih saja dibebani berbagai macam tagihan pajak. Sedangkan triliuner Indonesia yang meraup kekayaan dari bisnis di tanah air justru hidup nyaman di negara tetangga Singapura.
"Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mengatasi ketimpangan ini. Kebijakan pengampunan pajak dan insentif fiskal yang ada saat ini justru cenderung menguntungkan perusahaan besar dan orang-orang kaya, sementara masyarakat kelas menengah-bawah dipaksa patuh membayar pajak,” kata Direktur Keadilan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar. (R-04)