Maulid Nabi 2024 Masuk Tahun 1446 Hijriah? Ini Penjelasannya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Maulid Nabi merupakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Umat muslim memperingati peristiwa ini pada tanggal 12 Rabbiul Awal setiap tahun Hijriah.
Lantas, Maulid Nabi tahun 2024 jatuh pada tahun berapa dalam kalender Hijriah?
Penanggalan Hijriah dan Masehi memiliki perhitungan yang berbeda. Sehingga peringatan Maulid Nabi pada kalender Masehi selalu berubah setiap tahunnya.
Selain itu, pergantian tahun dalam penanggalan Hijriah pun tidak bertepatan dengan Masehi. Sehingga umat Islam perlu mengecek konversi penanggalan tahun jika inggin menggunakannya dalam sebuah perayaan, termasuk Maulid Nabi.
Nah, berikut ulasan lengkapnya tentang tahun Hijriah pada perayaan Maulid NAbi 2024. Yuk, disimak!
Maulid Nabi Tahun 2024 dalam Kalender Hijriah
Berdasarkan konversi kalender Hijriah ke Masehi yang disusun oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, pada 7 Juli 2024 penanggalan Hijriah memasuki awal tahun 1446.
Sehingga Maulid Nabi tahun ini jatuh pada 12 Rabbiul Awal 1446 Hijriah. Sedangkan dalam kalender Masehi, waktu itu bertepatan pada tanggal 16 September 2024.
Dengan mengetahui penanggalannya, umat muslim dapat melakukan persiapan untuk perayaan Maulid Nabi. Hal ini dapat memungkinkan mereka merayakan peringatan ini dengan penuh makna dan khidmat.
Hari Libur Maulid Nabi 2024
Berdasarkan SKB 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024, Maulid Nabi 1446 H pada hari Senin 16 September 2024 ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional. Selain itu, detikers juga bisa menikmati libur lebih lama karena dua hari sebelumnya adalah hari Sabtu dan Minggu.
Untuk lebih rinciannya, berikut jadwal hari libur Maulid Nabi 2024:
• Sabtu, 14 September 2024: Libur akhir pekan
• Minggu, 15 September 2024: Libur akhir pekan
• Senin, 16 September 2024: Libur Nasional Maulid Nabi SAW
Hukum Perayaan Maulid Nabi
Mengutip dari lama Majelis Ulama Indonesia, hukum melaksanakan perayaan Maulid Nabi adalah boleh. Sehingga pelaksanaannya masih sah-sah saja untuk dilakukan.
Hal tersebut karena Maulid Nabi tidak termasuk bid'ah dhalalah (mengada-ada yang buruk). Melainkan perayaan ini masuk dalam golongan bid'ah hasanah (sesuatu yang baik).
Bid'ah hasanah merupakan sesuatu yang baik, tapi tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabatnya. Sesuatu itu memiliki nilai kebaikan serta tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits.
Sedangkan bid'ah dhalalah adalah perilaku baru yang belum pernah dilakukan nabi dan para sahabatnya. Tidak seperti bid'ah hasanah, perilaku ini justru bertentang dengan Al-Qur'an dan Hadits.
Selain itu, tidak ada dalil yang mengharamkan perayaan Maulid Nabi. Sebaliknya, jika diperhatikan dengan teliti, ada beberapa dalil yang mendukung adanya perayaan tersebut.
Salah satunya adalah hadits riwayat Muslim berikut.
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ" : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ ." رواه مسلم
Artinya: "Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". (HR Muslim)
Hadits di atas menunjukkan bahwa bahwa Rasulullah SAW merayakan hari kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa. Dua hal tersebut dilakukan sebagai bentuk rasa syukur Rasulullah SAW atas kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
Hadits di atas juga diperkuat melalui ayat berikut:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: "Katakanlah: 'Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan'." (QS.Yunus:58).
Ayat di atas menunjukkan bahwa seorang muslim dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia yang telah dikaruniakan Allah SWT. Salah satu di contohnya adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Selain hadits dan ayat, ada juga pendapat dari Imam al Suyuthi di bawah ini.
وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَافِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ.
Artinya: "Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur'an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid'ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad saw yang mulia". (Al- Hawi Li al-Fatawa, juz I, h. 222)
Sejarah Singkat Peryaan Maulid Nabi
Menyadur buku "Polemik Perayaan Maulid Nabi" karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi, perlu diketahui bahwa perayaan ini belum ada pada zaman nabi. Begitu pula pada masa keempat imam madzhab Hanifah, Malik, Ahmad, maupun Syafi'i.
Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Bani Ubaid Al-Qaddakh yang menamai diri mereka dengan sebutan "Fathimiyyun". Mereka memasuki kota Mesir sekitar tahun 362 H.
Al-Imam Ahmad bin Ali Al-Maqrizi, seorang ulama sejarah mengatakan bahwa mereka memang memiliki bermacam-macam perayaan. Mulai dari perayaan tahun baru, perayaan Asyura, hingga Maulid Nabi.
Di sisi lain, berdasarkan buku "Hukum Pelaksanaan Maulid Nabi Wewangian Semerbak dalam Menjelaskan tentang Peringatan Maulid Nabi" karya Kholilurrohman, peringatan Maulid Nabi juga pernah dilakukan Raja Irbil bernama Muzhaffaruddin al-Kaukabri.
Raja tersebut tinggal di wilayah Irbil, Irak pada awal abad ke 7 Hijriah. Dalam masa pemerintahannya, raja al-Muzhaffar ini pernah merayakan Maulid Nabi secara besar-besaran.
Pada waktu itu, sang raja mengundang semua golongan rakyatnya dan menyiapkan ribuan hidangan. Persiapan perayaan itu dilakukan selama 3 hari sebelumnya.
Ulama pada saat itu juga kebanyakan membenarkan apa yang dilakukan oleh raja. Hingga pada suatu hari, seorang imam bernama Al-Imam Al-Hafzih Ibn Dihyah melintasi wilayah Irbil.
Melihat apa yang dilakukan raja, Al-Hafzih tertarik untuk menulis buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul "at-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir". Buku itu kemudian dihadiahkan kepada raja al-Muzhaffar.
Sejak saat itu, perayaan Maulid Nabi semakin dikenal oleh banyak orang. Setelah berakhirnya masa raja al-Muzhaffar, perayaan ini masih dianggap sebagai sesuatu yang baik hingga sekarang. (R-03)