Pak Jokowi, Ambil Dong Kebijakan Soal Masalah Minyak Goreng!
SabangMerauke News, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Sawit Watch, ELSAM, HuMa, PILNET dan Greenpeace Indonesia mendesak Presiden Jokowi untuk segera bersikap mengatasi permasalahan minyak goreng di dalam negeri dengan mengevaluasi secara menyeluruh industri sawit dari hulu hingga hilir secara transparan.
Hal ini kata mereka, perlu dilakukan guna untuk melihat apakah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng belakangan ini dipicu ketidakefisienan atau ketidakwajaran serta kecurangan dalam rantai produksi dan perdagangan CPO dan minyak goreng di RI.
Dalam keterangan resmi koalisi, Kamis (24/3/2022), selain desakan itu, mereka juga memberikan 4 desakan lain supaya masalah minyak goreng di dalam negeri teratasi.
Pertama, mendesak Presiden Jokowi segera memerintahkan Menteri Perdagangan untuk mengambil langkah cepat dan taktis untuk selalu mengontrol pasar minyak goreng.
Kedua, meminta Komnas HAM menyiapkan mekanisme pengaduan dari lapangan terkait pelanggaran HAM terkait dengan minyak goreng.
Ketiga, meminta Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) segera mendalami adanya kemungkinan kartel yang terjadi dalam rantai produksi dan perdangan CPO dan minyak goreng.
Keempat, mendesak Kepolisian Republik Indonesia menindak tegas para pelaku penimbunan minyak goreng dan kasus kelangkaan minyak goreng yang ditemukan di lapangan.
Sebagai informasi, kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng sampai saat ini belum teratasi 100 persen. Masalah ini berawal dari melambungnya harga minyak goreng kemasan yang kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan HET menjadi Rp14 ribu per liter.
Namun, akibat kebijakan HET itu, pasokan minyak goreng kemasan di pasar ritel maupun tradisional mendadak lenyap. Tidak lama, pemerintah mencabut kebijakan itu dan mengganti penetapan HET dari minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah dengan harga Rp14 per liter.
Pasca kebijakan itu, pasokan minyak goreng kemasan pun langsung membanjiri pasar ritel dan tradisional. Lagi-lagi, akibat kebijakan itu, minyak curah pun kini menjadi langka. (*)