LSM Lingkungan Desak KPK Tetapkan Komisaris PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya Tersangka Suap Perizinan HGU
SabangMerauke News, Pekanbaru - Organisasi lingkungan hidup Senarai dan Jikalahari mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memproses hukum pihak-pihak yang terkait dengan kasus dugaan suap perpanjangan hak guna usaha PT Adimulia Agrolestari. Proses hukum sejauh ini telah menjerat dua orang sebagai pesakitan, termasuk Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra dinilai belum cukup. Fakta persidangan diklaim telah mengungkap aktor-aktor lain yang diduga terlibat.
Dua orang yang diminta untuk diproses hukum yakni Komisaris PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya dan Kepala Kanwil BPN Riau, M Syahrir.
“Frank menyetujui dan memerintahkan Sudarso menyuap Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra dan M Syahrir,” kata Koordinator Umum Senarai, Jeffri Sianturi dalam keterangan tertulis yang diterima SabangMerauke News, Rabu (23/3/2022) kemarin.
Sudarso merupakan General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) aktif dalam pengurusan perpanjangan HGU PT AA yang akan habis pada 2024 mendatang. Ia telah dituntut hukuman 3 tahun penjara atas dugaan suap sebesar Rp 500 juta kepada Andi Putra. Senin pekan depan, Pengadilan Tipikor Pekanbaru akan menggelar sidang pembacaan putusannya.
Jeffri menjelaskan, Sudarso telah mengakui semua perbuatannya. Hanya Andi yang berkilah dan berdalih uang yang diterimanya sebesar Rp 500 juta sebagai pinjaman. Menurutnya, fakta-fakta persidangan menunjukkan peran besar Frank Wijaya sehingga suap terjadi.
"Tanpa perintahnya, uang perusahaan tidak akan keluar dan sampai ke tangan-tangan penerima,” ungkap Jeffri.
Kepala Kanwil BPN Riau, Syahrir telah membantah keras pengakuan Sudarso yang menuding dirinya menerima uang sebesar Rp 1,2 miliar. Syahrir menyebut tuduhan serius adalah fitnah belaka.
Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo menegaskan, kelanjutan kasus ini penting bagi KPK. Soalnya, mayoritas perkebunan sawit di Riau akan berakhirnya masa HGU-nya. Dengan begitu, banyak perusahaan tengah mengurus perpanjangan. Apalagi pasca Undang-undang Cipta Kerja, perusahaan yang sampai saat ini belum memiliki HGU juga berbondong-bondong mendapatkan izin.
“Potensi korupsi di sektor perkebunan khususnya dalam izin HGU cukup besar. Kalau dilihat dari fakta persidangan, korupsi perpanjangan HGU seperti sudah jadi kebiasaan. Rapat di hotel dibayar perusahaan sampai terima uang transportasi. Dari peristiwa ini, akan banyak terjadi korupsi serupa,” jelas Okto.
Okto meminta, di samping menghukum Sudarso, penegakan hukum juga mengungkap kasus besar di balik suap AA terhadap Andi Putra, termasuk membongkar pelaku utamanya.
"Tidak berhenti pada proses tangkap tangan saja," kata Okto.
Ia meminta KPK agar mengembangkan kasus tersebut seperti halnya dalam kasus suap usulan perubahan kawasan hutan Riau pada 2014. Setelah menangkap Gulat Manurung dan Gubernur Riau, Annas Maamun, KPK mengembangkan kasus ini sampai menetapkan Suheri Terta dan Surya Darmadi, bos PT Darmex Group sebagai tersangka pemberi suap.
"Presiden Joko Widodo dan KPK harus mengaudit khusus Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Kasus ini tidak hanya di Riau dan pasti juga terjadi di seluruh Indonesia," tegas Okto.
Pihak PT Adimulia Agrolestari belum dapat dikonfirmasi soal desakan LSM Senarai dan Jikalahari tersebut. Kuasa hukumnya, Refman Basri pun enggan memberikan keterangan.
"Saya tidak bisa memberikan komentar karena perkara masih sedang berjalan," kata Refman lewat pesan WhatsApp.
Alfian SH, MH yang merupakan kuasa hukum Kanwil BPN Riau sebelumnya menyatakan menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Hanya saja, publik diminta tidak melakukan peradilan opini atas kasus yang terjadi.
"Sebaiknya semua pihak menghormati proses hukum dengan mengedepankan praduga tak bersalah," kata Alfian kala itu. (*)