Pelapor SF Hariyanto Terkait Dugaan Pelanggaran UU Pilkada Sebut Bawaslu Riau Jangan Seperti Humas
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pelapor dugaan pelanggaran Undang-undang Pilkada yang diduga dilakukan SF Hariyanto, meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau menggunakan kewenangannya secara penuh dalam menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan. Bawaslu diharapkan tidak sekadar organ penyelenggara Pemilu biasa, karena memiliki kewenangan yang jauh lebih kuat ketimbang masyarakat biasa.
Hal tersebut disampaikan oleh penasihat hukum pelapor, Arisona Suganda Hasibuan SH menanggapi respon yang disampaikan Ketua Bawaslu Riau, Alnofrizal atas laporannya lewat pemberitaan media ini.
"Jawaban yang disampaikan Ketua Bawaslu Riau itu sebelumnya sudah kami perkirakan. Namun sebenarnya kami berharap Bawaslu Riau dapat melakukan proses yang lebih dalam dengan kewenangan lebih yang dimilikinya, ketimbang yang dimiliki masyarakat biasa," kata Arisona Suganda, Rabu (11/9/2024) pagi.
Ia mendesak Bawaslu secara aktif mendalami laporan dugaan pelanggaran yang telah disampaikan. Secara khusus ia meminta agar Bawaslu mencari tahu mengapa ada mutasi pejabat eselon dua Pemprov Riau yang dilakukan jelang Pilkada.
Arisona juga menyindir agar Bawaslu tidak berubah menjadi lembaga Humas.
"Jadi, bukan menerima begitu saja keterangan dari pihak terlapor, karena Bawaslu bukan humas," tegasnya.
Ia meminta agar Bawaslu Riau bisa meniru sikap dan tindakan Bawaslu Pusat yang cukup pro aktif dalam mendalami laporan. Termasuk dengan menyurati dan mengingatkan kepada kepala daerah atau pejabat kepala daerah agar tidak melakukan mutasi pejabat jelang penetapan paslon Pilkada.
"Kami akan menunggu jawaban dan sikap resmi dari Bawaslu Riau. Kami terus mengawalnya," pungkas Arisona.
Tak hanya melaporkan dugaan pelanggaran UU Pilkada diduga oleh SF Hariyanto ke Bawaslu Riau, Arisona juga mengadukan hal itu ke KPU Riau, Bawaslu RI, KPU RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sebelumnya diberitakan, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau, Alnofrizal merespon soal laporan yang disampaikan seorang warga Pekanbaru terkait dugaan pelanggaran Undang-undang Pilkada yang diduga dilakukan oleh Bacalon Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto. Lewat kuasa hukumnya, Arisona Suganda, warga Pekanbaru tersebut meminta Bawaslu menindaklanjuti laporan yang diklaim berpotensi pada penjatuhan sanksi pembatalan sebagai kontenstan Pilkada Riau 2024.
Alnofrizal menyatakan, pihaknya akan melakukan penelusuran atas laporan yang masuk ke Bawaslu Riau tersebut.
"Kami akan melakukan penelusuran. Kami juga sudah melakukan langkah komunikasi dengan Pemprov Riau," terang Alnofrizal lewat pesan tertulis diterima SabangMerauke News, Selasa (10/9/2024).
Dari hasil penelusuran sementara, Alnofrizal menyebut bahwa penggantian dan pelantikan pejabat eselon dua Pemprov Riau oleh SF Hariyanto saat menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Riau sudah mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Informasi itu diperoleh Bawaslu dari pemberitaan lewat laman berita milik Pemprov Riau yakni www.mediacenter.riau.go.id yang terbit pada tanggal 18 Juli 2024 lalu.
"Sementara kita dapat mengakses informasi awal dari pemberitaan yang ada pada situs resmi milik Pemprov Riau itu," kata Alnofrizal.
Ia menyebut, Bawaslu Riau akan memberikan jawaban secara resmi atas laporan warga tersebut.
"Nanti resminya kami berikan jawaban terhadap pelapor," kata Alnofrizal.
Alnofrizal menyatakan, Bawaslu akan memberikan respon cepat terhadap laporan yang masuk.
"Yang bisa cepat, ya cepat. Yang perlu waktu, ya dimanfaatkan waktunya," pungkas Alnofrizal.
Sementara itu, pihak Pemprov Riau yang dimintai konfirmasi soal pelaporan terhadap SF Hariyanto belum memberikan respon.
Persoalkan Mutasi Pejabat Jelang Pilkada
Sebelumnya diwartakan, seorang warga Pekanbaru melalui pengacaranya melaporkan bakal calon Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau. Sang pengacara yakni Arisona Suganda Hasibuan melaporkan dugaan terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diduga dilakukan oleh SF Hariyanto.
Dalam keterangan tertulisnya kepada media, Arisona Suganda mengungkap substansi laporannya ke Bawaslu. Hal ini bermula dari posisi SF Hariyanto saat menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Riau yang melakukan pergantian dan pelantikan terhadap pejabat eselon dua Pemprov Riau pada 18 Juli 2024 lalu. Para pejabat yang dilantik saat itu yakni Yan Dharmadi (Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau), Thomas Larfo (Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setdaprov Riau) dan Prima Wulandari Direktur Rumah Sakit Jiwa Tampan Riau).
Arisona menjelaskan, SF Hariyanto saat ini merupakan bakal calon Wakil Gubernur Provinsi Riau Periode 2024-2029 yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau pada tanggal 28 Agustus 2024 lalu. Kata Arisona, SF telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Riau pada tanggal 10 Agustus 2024 lalu
Menurut Arisona, tindakan SF Hariyanto yang melakukan pergantian dan pejabat tersebut diduga sebagai perbuatan melawan hukum. Hal itu menurutnya bertentangan dan dengan Pasal 71 ayat 2, 3, 4 dan 5 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Mengutip bunyi Pasal 2 Undang-undang Pilkada, disebutkan kalau Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan, sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Sementara dalam Pasal 3 disebutkan kalau Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain. Aturan itu juga berlaku untuk Penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota.
Menurut Arisona, berdasarkan Pasal 5 UU Pilkada, terhadap Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan tersebut, dapat dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten atau KPU Kota.
Arisona memaparkan, tindakan mengganti dan melantik 3 pejabat tinggi pratama (eselon dua Pemprov Riau oleh SF Hariyanto pada 18 Juli 2024, dimana rentang waktunya hanya sekitar kurang lebih dua bulan dari tanggal penetapan pasangan calon kepala daerah. Berdasarkan jadwal dan tahapan Pilkada, KPU akan menetapkan paslon pada 22 September mendatang.
"Sehingga patut diduga bahwa tindakan dan perbuatan (pergantian dan pelantikan pejabat) adalah perbuatan melawan hukum," kata Arisona melalui keterangan tertulis diterima media, Selasa (10/9/2024).
Atas dasar tersebut, Arisona menilai status bakal calon wakil Gubernur Riau yang disandang oleh SF Hariyanto diduga cacat hukum, serta patut dan beralasan hukum diberikan sanksi pembatalan bakal calon dan atau calon wakil Gubernur Provinsi Riau periode 2024-2029 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau.
Pihaknya meminta agar Bawaslu Riau menindaklanjuti laporan yang telah dilayangkan.
"Sangat wajar dan beralasan hukum bagi Bawaslu Provinsi Riau agar merekomendasikan pembatalan pencalonan SF Hariyanto sebagai bakal calon atau bahkan calon Wakil Gubernur Provinsi Riau periode 2024-2029 kepada KPU Provinsi Riau," tegas Arisona.
Bacalon Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto digandeng oleh Abdul Wahid sebagai Bacalon Gubernur Riau di Pilkada 2024. Duet ini diusung oleh koalisi tiga partai yakni PDI Perjuangan, PKB dan Partai NasDem.
Jelang akhir karirnya sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), SF Hariyanto yang saat ini masih memegang jabatan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau. Dari pemberitaan sejumlah media, SF Hariyanto juga terlihat atraktif dan agresif dalam menghadiri kegiatan yang melibatkan banyak orang.
Meski masih berstatus sebagai Sekdaprov Riau, namun predikat bacalon Wakil Gubernur Riau juga melekat pada dirinya saat ini. Sejumlah kalangan menilai kalau SF Hariyanto diduga memanfaatkan waktu yang tersisa untuk tujuan elektabilitas di Pilkada Riau 2024 lewat agenda pemerintah daerah. (R-03)