Hakim Dahlan Dkk Kabulkan Permohonan, KPK Pindahkan Bupati Kuansing Andi Putra ke Rutan Pekanbaru
SabangMerauke News, Pekanbaru - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru mengabulkan permohonan pemindahan tempat penahanan mantan Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra ke Rutan Pekanbaru. Sebelumnya, penahanan Andi Putra yang merupakan terdakwa kasus suap perpanjangan hak guna usaha PT Adimulia Agrolestari ini dititipkan di rutan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan pemindahan penahanan terhadap Andi Putra dilakukan berdasarkan penetapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru. Andi telah dipindahkan ke Rutan Pekanbaru pada Rabu (23/3/2022) kemarin.
"Tim jaksa telah melaksanakan penetapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru untuk memindahkan dan menitipkan tempat penahanan terdakwa Andi Putra dari Rutan KPK ke Rutan Klas I Pekanbaru," terang Ali Fikri, Kamis (24/3/2022).
BERITA TERKAIT: Sidang Vonis Sudarso Terdakwa Penyuap Bupati Kuansing Andi Putra Ditunda, Ini Penyebabnya
Pada persidangan pembacaan surat dakwaan Senin pekan lalu, penasihat hukum Andi Putra mengajukan permohonan agar Andi Putra dipindahkan ke Pekanbaru. Pertimbangannya yakni memudahkan koordinasi dengan kliennya. Atas permohonan itu, majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan SH, MH ternyata telah mengabulkannya.
Hari ini, Kamis (24/3/2022) telah berlangsung sidang pembacaan eksepsi (keberatan) terdakwa Andi Putra terhadap dakwaan jaksa.
BERITA TERKAIT: Komisaris PT Adimulia Agrolestari Akui Ada Pemberian Uang untuk Kakanwil BPN Riau, Sebut Pakai Duit 150 Ribu Dollar Singapura
Sebelumnya, jaksa mendakwa Andi Putra telah menerima uang sebesar Rp 500 juta dari General Manager PT Adimulia Agrolestari. Adapun total uang yang dijanjikan yakni sebesar Rp 1,5 miliar yang diduga sebagai imbalan atas rencana penerbitan surat rekomendasi penempatan kebun plasma perusahaan di Kabupaten Kampar, meski sebagian kebun perusahaan berada di Kuansing. Surat tersebut diperlukan sebagai syarat pengajuan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari yang akan habis pada 2024 mendatang.
Jaksa menerapkan dakwaan alternatif pertama yakni pasal 12 a dan dakwaan kedua pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Andi Putra.
Dalam kasus ini, General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso sudah dituntut hukuman 3 tahun penjara dan pidana denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Kemarin, Rabu (23/3/2022) seharusnya putusan terhadap Sudarso dibacakan. Namun dengan alasan putusan belum selesai, majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan SH MH menunda sidang.
Kronologis Perkara
Kasus ini bermula dari rencana PT Adimulia Agrolestari (AA) mengurus perpanjangan HGU perusahaan yang akan habis pada 2024 mendatang. Sudarso dipercaya Frank Wijaya untuk melakukan pengurusan.
Diketahui, lokasi kebun PT AA sebagian telah berada di wilayah Kabupaten Kuansing. Sebelumnya, seluruh kebun PT AA sejak mengantongi HGU pada tahun 1994 lalu, hanya berada di Kabupaten Kampar. Namun, disebabkan perubahan tata batas pada 2019 silam, ribuan hektar kebun PT AA masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Kuansing.
Dari total luasan 3.952 hektar lahan PT AA yang awalnya berada di Kabupaten Kampar, tiga persil HGU telah beralih domisili ke Kuansing. Yakni sertifikat HGU nomor 10009 seluas 874,3 hektar di Desa Sukamaju, Kecamatan Singingi Hilir. Kemudian sertifikat HGU nomor 10010 seluas 105,6 hektar terletak di Desa Sukamaju, Kecamatan Singingi Hilir. Terakhir sertifikat HGU momor 10011 seluas 256,1 hektar yang terletak di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir.
Untuk pengurusan awal perpanjangan HGU, Direktur PT AA, David Vence Turangan lantas membuat dua surat ditujukan ke Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kuansing pada 4 Agustus 2021 lalu. Kedua surat permohonan perpanjangan HGU tersebut masing-masing bernomor 068/AA-DIR/VIII/2021 dan nomor: 069/AA-DIR/VII/2021 masing-masing tertanggal 04 Agustus 2021.
Luas lahan PT AA yang dimohonkan perpanjangan HGU di atas 250 hektar. Hal ini bukan merupakan kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten Kuantan Singingi melainkan kewenangan Kementerian ATR/BPN (Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah). Kantor Pertanahan Kuansing lantas meneruskan surat itu ke Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/ BPN Provinsi Riau.
Menindaklanjuti surat PT AA tersebut, Kepala Kantor Wilayah ATR/ BPN Riau, Syahrir mengadakan rapat koordinasi di Hotel Prime Park Pekanbaru pada 3 September 2021. Pertemuan mengundang para pihak terkait dan dihadiri oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Riau. Andi Putra sebenarnya merupakan anggota dari Panitia B tersebut. Namun, ia tak hadir lalu mewakilkannya kepada Plt Sekdakab Kuansing, Agus Mandar.
Pertemuan yang dipimpin oleh Syahrir itu, selain diikuti oleh pihak BPN dan Pemkab Kuansing, juga dihadiri oleh perwakilan PT AA yakni David Vence Turangan, Sudarso, Syahlevi Andra dan Fahmi Zulfadli.
Selain itu juga hadir Kepala Dinas Perkebunan Riau, Zulfadli dan anak buahnya Sri Ambar Kusumawati. Ada pula beberapa perwakilan kepala desa dari Kuansing yang ikut dalam rapat itu. Mereka semuanya usai mengikuti rapat, mendapat 'amplop' berisi uang yang isinya variatif antara Rp 2,5 juta sampai Rp 15 juta. Uang itu telah dikembalikan kepada KPK sejak kasus ini heboh.
Salah satu pembahasan yang alot di dalam rapat yakni menyangkut soal kewajiban bagi PT AA untuk membangun kebun plasma (KKPA) di Kuansing sebagai syarat perpanjangan HGU. Kebun plasma yang wajib dibangun yakni seluas 20 persen dari total HGU yang diajukan perpanjangannya.
Padahal, perusahaan sejak awal sebenarnya sudah membangun kebun plasma di Kabupaten Kampar, ketika memperoleh HGU pada 1994 lalu. Permintaan kebun plasma itu juga disampaikan oleh kepala desa dari Kuansing dalam forum rapat.
Dakwaan KPK menyebut kalau PT AA berniat untuk tidak perlu membangun kebun plasma di Kuansing karena merasa telah membangunnya di Kampar.
"Namun oleh Syahrir (Kakanwil BPN Riau, red) dijelaskan bahwa kewenangan menentukan lokasi kebun plasma ada pada Bupati Kuantan Singingi Andi Putra. Selanjutnya Syahrir selaku ketua Panitia B mengarahkan PT Adimulia Agrolestari untuk meminta surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa Andi Putra tentang penempatan lokasi kebun plasma di Kabupaten Kampar yang sudah ada sebelumnya. Surat rekomendasi persetujuan
tersebut diperlukan sebagai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari," tulis jaksa KPK dalam ringkasan surat dakwaannya.
Syahrir saat menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Sudarso membantah mengarahkan agar PT AA mengurus surat rekomendasi kepada Bupati Kuansing, Andi Putra.
KPK menengarai kalau Sudarso sudah lama mengenal Andi Putra sejak masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi. Dalam kesaksiannya, Sudarso juga mengakui kedekatan tersebut. Dalam acara pesta pernikahan anaknya, Andi Putra juga hadir memenuhi undangan. Sudarso dan Frank Wijaya juga mengaku saat kampanye pilkada Kuansing, perusahaan ikut membantu pendanaan untuk Andi Putra yang berpasangan dengan Suhardiman Amby tahun 2020 lalu.
Pendekatan intensif pun mulai digencarkan. Sekitar September 2021, Andi Putra datang ke rumah Sudarso di Pekanbaru.
"Pada pertemuan tersebut, terdakwa (Andi Putra, red) menyampaikan akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan, namun terdakwa meminta PT Adimulia Agrolestari memberikan uang lebih dahulu sebesar Rp 1,5 miliar," tulis jaksa KPK dalam dakwaannya.
Permintaan Andi Putra itu disampaikan Sudarso kepada bosnya, Frank Wijaya yang merupakan pemegang saham PT AA. Frank Wijaya menyetujuinya, namun diberikan secara bertahap. Pencairan pertama dilakukan sebesar Rp 500 juta.
Frank dan Andi Putra telah membantah uang itu sebagai suap untuk memuluskan terbitnya surat rekomendasi. Keduanya kompak berdalih kalau uang itu adalah pinjaman. Namun, Dr Dahlan SH, MH yang merupakan ketua majelis hakim dalam perkara Sudarso, mempertanyakan tidak adanya surat perjanjian utang piutang dalam klaim pinjaman terhadap Andi Putra tersebut.
Sudarso sendiri pada akhirnya mengakui kalau pemberian uang itu dilakukan dengan harapan agar Bupati Andi Putra bisa melancarkan urusan perusahaan.
"Sulit saya menerjemahkannya, Yang Mulia," kata Sudarso saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis dua pekan lalu.
Pemberian uang sebesar Rp 500 juta itu pun terjadi pada 27 September 2021 lalu. Andi diduga memerintahkan sopirnya, Deli Iswanto alias Muncak untuk menjemputnya dari rumah Sudarso di Jalan Kartama, Pekanbaru. Penyerahan uang lewat Deli Iswanto diberikan oleh Syahlevi Andra disaksikan Sudarso. Istri Sudarso sempat memberikan goddy bag untuk membungkus uang tersebut.
Deli Iswanto pulang membawa uang itu ke Kuansing. Rupanya ia mendapat arahan dari Andi Putra untuk menitipkannya ke Andri alias Aan, pengawas kebun sawit milik Andi Putra.
Dua hari kemudian, tepatnya 29 September 2021, uang pun dijemput Andi Putra ke rumah Andri.
"Saat itu malam hujan deras. Ada suara klakson. Pak Bupati datang ke rumah saya. Saya kasih uangnya lewat jendela mobil," kata Andri saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Dua pekan setelahnya, tepatnya 12 Oktober 2021, Sudarso mendatangi Andi Putra di rumah kediamannya di Kuansing. Sudarso membawa surat perihal permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun plasma PT AA di Kabupaten Kampar. Surat bernomor: 096/AA-DIR/X/2021 diteken oleh Direktur PT AA, David Vence Turangan.
KPK menyebut surat itu kemudian diserahkan Andi Putra kepada Andri Meiriki yang merupakan ajudannya untuk diteruskan kepada Mardansyah selaku Plt Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSPTK) Kabupaten Kuantan Singingi agar segera diproses.
"Bahwa atas pengajuan surat tersebut, kemudian terdakwa meminta kepada Sudarso agar memberikan kekurangan dari Rp 1,5 miliar yang telah disepakati. Sudarso kemudian melaporkan permintaan tersebut kepada Frank Wijaya. Dimana Frank Wijaya menyetujui pemberian uang kekurangannya tetapi secara bertahap," tulis KPK dalam dakwaannya.
Sudarso mengaku menyarankan Frank agar memberikan kepada Andi Putra kisaran Rp 200 juta. Frank menyetujuinya untuk memberikan sebesar Rp 250 juta.
KPK menduga pada 18 Oktober 2021, Andi Putra lantas menghubungi Sudarso meminta sisa uang yang telah disepakati sebelumnya. Sudarso kemudian memerintahkan Syahlevi Andra mencairkan uang sebesar Rp 250 juta.
Hari itu juga, Sudarso ditemani dua anak buahnya yakni Paino dan Yuda Andika berangkat ke rumah Andi Putra. Mengendarai mobil Toyota Hilux warna putih, ketiganya mendatangi Andi Putra di rumahnya di Jalan Sisingamangaraja, Kuantan Tengah.
"Untuk memastikan surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa, sekaligus dibicarakan mekanisme penyerahan sisa uang yang diminta terdakwa," tulis jaksa KPK.
Pertemuan itu ternyata telah terlacak oleh petugas KPK. Pulang dari rumah Andi Putra, KPK menciduk Sudarso di persimpangan Jalan Abdoer Rauf, Kuansing.
"Setelah mengetahui Sudarso diamankan oleh petugas KPK, selanjutnya Frank Wijaya memerintahkan Syahlevi Andra untuk menyetorkan kembali uang sebesar Rp 250 juta ke rekening PT Adimulia Agrolestari yang disiapkan akan diberikan kepada terdakwa," kata jaksa KPK.
Usai menangkap Sudarso, KPK ternyata langsung mencari Andi Putra. Diketahui, Andi Putra jelang sore hari itu juga, berangkat ke Pekanbaru. KPK membuntuti kendaraan yang ditumpangi Andi Putra hingga membuat cemas orang nomor satu di Negeri Pacu Jalur tersebut.
Malam harinya, KPK meminta Andi Putra untuk menyerahkan diri ke KPK yang sudah menunggu di Mapolda Riau. Panggilan telepon dari Wela Mayangsari, istri Andi Putra lewat ajudannya mengakhiri malam kelam itu.
Hingga kini, surat rekomendasi persetujuan penempatan kebun plasma PT AA di Kampar, tak kunjung pernah dibuat. Malapetaka surat rekomendasi itu sejenak 'menghentikan' perjalanan karir politik Andi Putra, sang bintang yang di usia muda telah menjabat seabrek posisi strategis: Ketua DPRD dan Bupati Kuansing. (*)