Ironi Negeri Agraris Indonesia, 90 Persen Pasokan Kedelai Diimpor
SabangMerauke News - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo memberlakukan larangan terbatas (lartas) untuk impor kedelai. Dengan masuk sebagai lartas maka komoditas ini bisa lebih dikendalikan tata niaganya.
Hal ini bagian dari upaya mencapai target swasembada kedelai dan meningkatkan produksi kedelai lokal. Saat ini sebanyak kurang lebih 90% kebutuhan kedelai nasional dipasok dari impor.
Syahrul mengatakan, Indonesia telah bergantung kedelai impor selama 15 tahun terakhir. Di sisi lain, untuk tahun 2022, pihaknya mencatat Indonesia masih defisit kedelai 2.592.226 ton.
"Kalau kita lihat data, sejak IMF menetapkan, importasi kita sangat besar. Dan, tidak ada larangan terbatasnya. Jadi, salah satu tadi yang saya masuk ke Bapak Presiden menyampaikan harus ada lartas," kata Syahrul dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Tanpa lartas, ujarnya, akan sulit untuk memacu produksi lokal jika impor masih menggempur pasar domestik.
"Nanti kami produksi lagi kedelai besar-besaran, dimasukkan lagi impor. Kita bergantung lebih 12 tahun impor kedelai, karena harga di luar Rp5.000-an. Sementara petani kita nggak bisa untung di bawah Rp7.000 per kg," jelasnya.
Dia menambahkan, produktivitas petani kedelai lokal saat ini hanya di bawah 1,5 ton per hektare (ha) dengan taksiran nilai ekonomi Rp13 juta.
"Makanya kalau harga di bawah Rp7.000 nggak bisa masuk. Jagung bisa 5-6 ton dan bisa hasilkan Rp20 juta. Karena itu nggak ada yang mau tanam. Ini tantangan bagi kita untuk menanam karena harga sudah bagus dan kemungkinan akan terus naik lagi," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) Hidayatullah Suralaga mengatakan, harus ada kejelasan mekanisme lartas yang diusulkan Mentan.
"Apakah izin impornya harus dengan rekomendasi Kementerian Pertanian (Kementan) atau bagaimana? Silakan saja," kata Hidayatullah kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/3/2022).
Selama ini, lanjut dia, terjadi polemik antara kedelai impor dan lokal akibat produkvitas di dalam negeri dibandingkan di negara penghasil utama kedelai dunia.
"Karena produktivitas yang rendah, pendapatan petani menjadi kecil. Mentan sendiri yang bila lebih untuk padi dan jagung. Jika menurut Mentan produktivitas lokal itu 1,5 ton per ha, laporan lapangan saya terima hanya 1,2 ton ha. Sementara di negara produsen utama hampir 4 ton per ha," kata Hidayatullah.
Sementara itu, Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, mendukung jika alasan Mentan mengusulkan ke Presiden memberlakukan lartas untuk kedelai adalah demi memacu kesejahteraan petani lokal.
"Intinya, sistem tata niaga kedelai saat ini bebas. Dan sudah 3 tahun ini, setiap awla dan akhir tahun perajin tahu dan tempe selalu mogok, mulai dari produksi hingga mogok jualan. Selalu berulang," kata Aip, Rabu (23/3/2022).
Selama ini, ujarnya, kedelai lokal memang selalu kalah dengan impor. Bahkan, biji kedelai lokal kadang tercampur tanah atau yang butiran yang masih hijau. Akibatnya ketika digunakan untuk membuat tahu dan tempe, tidak berhasil atau gagal.
Karena itu, Aip mengatakan, lartas bisa saja dilakukan jika bertujuan meningkatkan produksi dan kualitas di dalam negeri.
"Lartas dimaksudkan di sini, izin impor yang diberikan harus dibatasi. Kalau kebutuhan adalah 3 juta ton dan ada produksi lokal 300 ribu ton, berarti kuota izin impor yang diterbitkan hanya 2,7 juta ton. Ketika produksi lokal bertambah, menjadi 500 ribu atau 1 juta ton, impornya dikurangi. Begitu seterusnya. Sehingga kedelai selalu ada," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, dibutuhkan jaminan pasokan dan Kementerian Pertanian (Kementan) harus siap bertanggung jawab dengan usulan lartas tersebut.
"Pemerintah harus bertanggung jawab, tidak bisa lagi nanti alasannya anggaran kurang sehingga produksi tidak tercapai. Karena kami tidak boleh tidak ada kedelai bahkan sehari. Bisa mati. Jika Kementan bilang ada produksi 500 ribu ton ternyata hanya 400 ribu ton, baru kami protes keras. Kementan harus sudah menyiapkan, dalam setahun itu luas pertanaman kedelai berapa, kapan tanam kapan panen, berapa banyak? Jadi, bisa diketahui kebutuhan impornya. Dan, kedelai itu idealnya tanaman sela," ujar Aip.
China Borong
Sementara itu, China dikabarkan bakal mengimpor 100 juta ton kedelai untuk tahun anggaran 2022-2023. Angka itu meningkat dari tahun 2021-2022 yang ditaksir berkisar 96-97 juta ton.
Aksi borong itu di tengah estimasi produksi minyak nabati China tahun 2022 bisa naik tipis menjadi 62,4 juta ton dengan produksi kedelai naik 1 juta ton menjadi 17,4 juta ton.
Konsumsi minyak nabati China ditaksir naik menjadi 166,7 juta ton pada 2022-2023, meningkat dari 2021-2022 yang diproyeksikan sebesar 163,5 juta ton. Peningkatan terutama untuk kebutuhan sektor pakan ternak.
Hidayatullah mengatakan, impor kedelai China selalu berkisar di 98-100 juta ton. Meski tidak sepenuhnya, ujar dia, pembelian kedelai China berdampak bagi pergerakan harga kedelai dunia.
"Selain itu, pembelian mereka yang banyak juga akan berdampak ke logistik. Pengiriman ke sana pasti akan banyak dan pemasok lebih mengutamakan ke sana. Artinya, akan sulit mendapatkan kontainer dan ongkos kargo akan terdampak," ujar Hidayatullah. (*)