Ditangkap Polisi karena Kritik Aparat Kejaksaan, Jaksa Jovi Gugat UU ITE ke Mahkamah Konstitusi
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Seorang jaksa pada Kejaksaan Republik Indonesia, Jovi Andrea mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 310 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 45 ayat (7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Gugatan itu dilayangkan lantaran Jovi saat ini dalam proses hukum karena kritiknya di media sosial terhadap penyelenggara negara yang menggunakan fasilitas negara secara sembarangan. Jovi kini ditahan di wilayah hukum Kepolisian Resor Tapanuli Selatan.
Dalam pandangan pemohon, ketidaksediaan seorang ASN yang dikirik tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya ketidak jelasan dalam memaknai frasa “dilakukan demi kepentingan umum” dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP dan frasa “untuk kepentingan umum” dalam Pasal 45 ayat (7) UU ITE.
Buce Abraham Beruat, Welly Anggara, dan Adi Guna Prawira Lubis selaku tim kuasa hukum pemohon, membacakan pokok-pokok permohonan secara bergantian dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2024).
Pada hakikatnya, pemohon menilai pasal dalam UU ITE itu membuka kemungkinan untuk mengkriminalisasi, seperti yang dialami Pemohon hanya karena mengkritik sesama penyelenggara negara.
Oleh karenanya, Pemohon menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945.
Pemohon kemudian memohon kepada Mahkamah agar menyatakan frasa “dilakukan demi kepentingan umum” dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk juga “kritik terhadap kebijakan pemerintah, kritik terhadap penyelenggara negara agar tidak menyalahgunakan kewenangan atau berbuat sewenang-wenang terhadap masyarakat, dan kritik agar penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara secara sembarangan apalagi tanpa hak.”
"Sehingga rumusan Pasal 310 ayat (3) KUHP berubah menjadi, “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan untuk membela diri atau demi kepentingan umum seperti kritik terhadap kebijakan pemerintah, kritik terhadap penyelenggara negara agar tidak menyalahgunakan kewenangan atau berbuat sewenang-wenang terhadap masyarakat, dan kritik agar penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara secara sembarangan apalagi tanpa hak,” ucap kuasa hukum Jovi, Adi yang disampaikan secara daring.
Menanggapi permohonan pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam nasihat Majelis Sidang Panel menyebutkan, perlu bagi pemohon untuk memperkuat kedudukan hukumnya.
"Sehingga penting untuk menguraikan syarat-syarat kerugian konstitusional. Hak yang diberikan konstitusi belum ditegaskan dalam permohonan, sebab ini menjadi pintu masuk bagi kedudukan hukum Pemohon. Sementara itu terkait dengan pasal 310 ayat (3) ada beberapa putusan MK terkait sehingga perlu dipelajari putusannya dan ada pula Putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008 ini menegaskan UU ITE merujuk pada Pasal 310 KUHP ini,” jelas Enny.
Sementara Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyebutkan, pemohon perlu menjelaskan kronologi perkara yang dialami dan dijelaskan benar adanya, serta secara signifikan berakibat pada kerugian konstitusionalnya.
“Kemudian untuk alasan-alasan permohonan Pemohon, perlu dijelaskan terlebih dahulu frasa “kepentingan umum” dalam UU a quo. Sebab, pengertian ini sebenarnya tersebar di dalam norma undang-undang.
Maka perlu digali makna dari kepentingan umum di berbagai peraturan perundang-undangan, lihat apakah yang dimaksudkan sudah termasuk atau belum dalam norma yang didalilkan ini,” terang Guntur. Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. (R-03)