Ditjen Planologi KLHK Perintahkan Tim Inver Lahan Hutan 33,6 Ribu Hektare yang Diajukan Bupati Pelalawan Zukri Tingkatkan Ketelitian dan Cermat!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Planologi dan Tata Lingkungan KLHK merespon soal hiruk pikuk pengajuan lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare yang diajukan Bupati Pelalawan Zukri masuk dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH). Tim Inventarisasi dan Verifikasi (Inver) PPTPKH diminta untuk meningkatkan kecermatan dan ketelitian dalam menjalankan tugasnya terkait permohonan Bupati Zukri tersebut.
Sekretaris Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan KLHK, Herban Heryandana menyatakan, pihaknya akan memerintahkan supaya Tim Inver terus meningkatkan ketelitian dan cermat melakukan telaah.
"Terima kasih informasinya. Akan kami perintahkan supaya Tim Inver terus meningkatkan ketelitian dan cermat melakukan telaahan sesuai dengan aturan perundangan," terang Herban dalam pesan singkat via WhatsApp yang diterima SabangMerauke News, Selasa (3/9/2024).
Sebelumnya, langkah Bupati Pelalawan Zukri mengajukan surat permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) lahan seluas 33,6 ribu hektare lebih kebun sawit agar dimasukkan dalam program PPTPKH memantik tanda tanya publik. Pertanyaan publik ini menggugat ikhwal siapa saja subjek (pengelola) lahan hutan yang diusulkan, apakah benar merupakan petani kecil atau justru diduga ada membawa kepentingan cukong lahan yang dilabeli petani gurem.
Surat Zukri tersebut ditujukan kepada Ketua Tim Inver PPTPKH Provinsi Riau, cq Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian LHK. Surat itu terbit pada 12 Juli 2024 lalu bernomor: 800/Sekre/DPMPTSP/2024/220.
Tim Inver PPTPKH bahkan telah menindaklanjuti surat permohonan Bupati Zukri itu dengan turun ke lapangan. Pejabat BPKHTH Wilayah XIX Pekanbaru telah dikonfirmasi soal masalah ini, Selasa pagi tadi, namun hingga kini belum memberikan respon.
BERITA TERKAIT: Agak Laen! Yayasan Riau Madani Curiga KLHK Sedang Bermain Drama Soal Kebun Sawit 1.200 Hektare di TNTN: Kok Tiba-tiba Muncul Kelompok Tani?
Wajir Tengku Besar Kerajaan Pelalawan Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmad mempertanyakan proses permohonan Inver lahan dalam luasan jumbo yang diajukan oleh Bupati Zukri tersebut. Menurutnya, Pemkab dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) harus transparan dan membuka data-data subjek (pihak) yang mengklaim sebagai penguasa/ pengelola lahan yang dimohonkan Inver PPTPKH.
Menurut Wan Ahmad, pihaknya sebagai pucuk batin sama sekali tidak mengetahui pihak-pihak (subjek) yang diajukan masuk dalam Inver PPTPKH oleh Bupati Zukri ke KLHK. Ia menduga ada wali-wali (elit kampung) yang menerbitkan surat keterangan domisili kepada sejumlah orang untuk mengesankan seakan-akan mereka adalah sebagai warga lokal yang mengelola lahan hutan tersebut.
"Kami sebagai Wajir Tengku Besar Kerajaan Pelalawan yang merupakan pucuk segala batin dan penghulu-penghulu di Kerajaan Pelalawan kaget dan heran. Kami sama sekali tidak dilibatkan, sehingga kami mempertanyakan siapa subjek yang mengklaim sebagai penguasa lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare itu," kata Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmad kepada SabangMerauke News, Sabtu (31/8/2024).
Lokasi dan Luas Lahan PPTPKH Pelalawan
Lantas, lahan hutan di mana saja yang diajukan Inver PPTPKH oleh Bupati Pelalawan Zukri?
Dalam suratnya, Zukri mengajukan Inver PPTPKH pada sejumlah areal hutan yang tersebar di 12 kecamatan di Kabupaten Pelalawan. Zukri menyebut lahan tersebut sebagai areal garapan masyarakat yang total luasannya mencapai 33.616,66 hektare.
Areal paling luas berada di Kecamatan Langgam, Kecamatan Pangkalan Kuras dan Kecamatan Ukui yang totalnya hampir seluas 25 ribu hektare (ha).
Berikut rincian areal yang diajukan oleh Zukri:
Kecamatan Bandar Petalangan
1. Desa Lubuk Keranji Timur: 105 ha
2. Desa Terbangiang: 210 ha
Kecamatan Bandar Seikijang
1. Desa Seikijang: 267,3 ha
Kecamatan Bunut
1. Desa Baga Laguh: 62 ha
2. Desa Keriung: 1,7 ha
3. Desa Merbau: 211,4 ha
Kecamatan Kerumutan
1. Desa Pangkalan Panduk: 31 ha
2. Desa Pangkalan Tempoi: 134,7 ha
3. Desa Mak Teduh: 53,2 ha
4. Desa Kerumutan: 704 ha
5. Desa Beringin Makmur: 151,4 ha
6. Desa Banjar Panjang: 339,8 ha
7. Desa Bukit Lembah Subur: 8,5 ha
8. Desa Lipai Bulan: 1.156 ha
Kecamatan Kuala Kampar
1. Desa Petodaan: 440,8 ha
Kecamatan Langgam
1. Desa Langgam: 481,4 ha
2. Desa Segati: 7.549,5 ha
3. Desa Sotol: 372 ha
4. Desa Pangkalan Gondai: 4.591 ha
5. Desa Penarikan: 26 ha
Kecamatan Pangkalan Kerinci
1. Desa Rantau Baru: 294,4 ha
2. Kelurahan Kerinci Barat: 330,9 ha
3. Desa Kuala Terusan: 64,9 ha
Kecamatan Pangkalan Kuras
1. Desa Palas: 260,9 ha
2. Desa Dundangan: 244 ha
3. Desa Kesuma: 4.868,4 ha
Kecamatan Pangkalan Lesung
1. Desa Sari Mulya: 28,5 ha
Kecamatan Pelalawan
1. Desa Lalang Kabung: 852,2 ha
2. Desa Pelalawan: 44,6 ha
3. Desa Sungai Buluh: 120 ha
4. Desa Telyap: 20,3 ha
Kecamatan Teluk Meranti
1. Desa Teluk Meranti: 1.019 ha
Kecamatan Ukui
1. Desa Air Hitam: 4.285,7 ha
2. Desa Bagan Limau: 1.586 ha
3. Desa Lubuk Kembang Bunga: 2.672 ha
Total: 33.616,6 ha
Inver PPTPKH adalah satu tahapan dalam melakukan penyelesaian penguasaan lahan hutan yang dikuasai secara tidak sah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Belakangan, Menteri LHK menerbitkan Surat Keputusan Nomor P.7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Aturan tersebut memberi kesempatan kepada masyarakat kecil, khususnya petani rakyat yang mengelola lahan hutan paling banyak seluas 5 hektare untuk mendapatkan status legal lahan. Syarat lainnya yakni pengelolaan lahan oleh petani telah dilakukan paling singkat 5 tahun oleh warga yang bertempat tinggal di kawasan hutan setempat (penduduk lokal setempat).
Adapun output dari PPTPKH ini dapat berupa pemutihan kawasan hutan lewat program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) maupun Perhutanan Sosial (PS).
Respon Bupati Zukri
Bupati Pelalawan Zukri merespon soal dugaan adanya kepentingan cukong terkait surat permohonan Inventarisasi dan Verifikasi (Inver) pada lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare yang dimohonkan masuk dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).
Zukri mengklaim tidak ada cukong di balik pengajuan lahan tersebut.
"Kalau cukong, kita pastikan tidak (ada). Kita hanya mengurus petani atau rakyat kecil saja," kata Zukri via pesan WhatsApp kepada SabangMerauke News, Selasa (2/9/2024).
Zukri menyebut kalau tugasnya sebagai kepala daerah (bupati) adalah untuk membantu masalah kebun rakyat dalam kawasan hutan bisa dituntaskan, sehingga memiliki kepastian hukum. Menurutnya, aspirasi masyarakat tersebut diajukan ke pemerintah pusat sebagai otoritas yang berwenang.
"Masalah diterima atau tidak, itulah perjuangan yang harus dilakukan pemerintah. Semuanya akan diverifikasi oleh KLHK," terangnya.
Zukri tidak merespon secara gamblang soal kesediaan Pemkab Pelalawan selaku pemohon Inver PPTPKH untuk membuka data subjek (pengelola kebun sawit dalam kawasan hutan) ke publik. Pembukaan data subjek Inver PPTPKH itu sangat penting untuk mengecek kebenaran apakah lahan itu memang dikelola rakyat petani kecil, atau justru dikuasai oleh cukong bertameng rakyat.
"Tidak ada yang kita tutupi, tidak ada kepentingan kita," kata Zukri.
Saat ditanya responnya mengenai adanya 2 putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap pada areal kebun sawit dalam kawasan hutan yang digugat Yayasan Riau Madani, namun justru masuk dalam objek Inver PPTPKH, Zukri juga tidak memberi jawaban.
Informasi terbaru yang diperoleh, diduga kuat Pemkab Pelalawan juga mengajukan Inver PPTPKH pada lahan objek sengketa antara PT Nusa Wana Raya (NWR) vs Peputra Supra Jaya (PSJ). Putusan Mahkamah Agung memerintahkan lebih dari 2 ribu hektare kawasan hutan tanaman industri (HTI) yang diduga digarap PT PSJ untuk dieksekusi dengan cara menebang tanaman kelapa sawit di atas areal tersebut. Namun, sampai saat ini masih ada sekitar 1.000 hektare lagi yang belum dieksekusi.
Wajir Kerajaan Pelalawan Desak Data Dibuka
Diwartakan sebelumnya, langkah Bupati Pelalawan Zukri mengusulkan permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare kebun sawit agar dimasukkan dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) memantik tanda tanya dan kecurigaan publik. Setelah Yayasan Riau Madani mengangkat masalah ini ke publik, giliran Wajir Tengku Besar Kerajaan Pelalawan Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmad yang buka suara.
Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmad mempertanyakan proses permohonan Inver lahan dalam luasan jumbo yang diajukan oleh Bupati Zukri tersebut. Menurutnya, Pemkab dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) harus transparan dan membuka data-data subjek (pihak) yang mengklaim sebagai penguasa/ pengelola lahan yang dimohonkan Inver PPTPKH.
Menurut Wan Ahmad, pihaknya sebagai pucuk batin sama sekali tidak mengetahui pihak-pihak (subjek) yang diajukan masuk dalam Inver PPTPKH oleh Bupati Zukri ke KLHK.
"Kami sebagai Wajir Tengku Besar Kerajaan Pelalawan yang merupakan pucuk segala batin dan penghulu-penghulu di Kerajaan Pelalawan kaget dan heran. Kami sama sekali tidak dilibatkan, sehingga kami mempertanyakan siapa subjek yang mengklaim sebagai penguasa lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare itu," kata Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmad kepada SabangMerauke News, Sabtu (31/8/2024).
Ia menegaskan, Pemkab Pelalawan dan KLHK melalui Tim Inver PPTPKH harus membuka ke publik data subjek penguasa 33 ribu hektare lahan hutan yang diajukan Inver. Sebab, dalam praktiknya saat ini banyak bermunculkan surat atau dokumen klaim kepemilikan yang justru hanya menjadikan masyarakat sebagai label atau kemasan luar. Ada dugaaan dokumen klaim lahan hutan diatur oleh kelompok cukong lahan.
"Namun kami menduga kalau masyarakat hanya dijadikan tameng. Pada saat yang sama kami menduga ada dugaan semacam pengaturan oleh cukong-cukong yang mengatasnamakan masyarakat. Oleh karena itu, subjek Inver ini harus dibuka ke publik, agar bisa dipastikan bahwa subjek-nya adalah masyarakat adat lokal tempatan," kata Wan Ahmad.
Wan Ahmad mendesak agar proses Inver PPTPKH yang sedang berlangsung segera dihentikan lebih awal, sebelum data subjek dan objek lahan diungkap ke publik.
"Kami minta KLHK, Tim Inver dan Pemkab Pelalawan menghentikan proses yang berlangsung, sebelum data subjek dan objek Inver lahan dibuka ke publik. Agar banyak pihak mengawasi," kata Wan Ahmad.
Menurutnya, jika subjek Inver PPTPKH lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare lahan itu tidak tepat sasaran, maka ketimpangan sosial makin tajam terjadi. Masyarakat lokal akan menjadi penonton dan tetap miskin di tanah airnya sendiri.
Padahal, kata Wan Ahmad, semangat awal program PPTPKH adalah dalam rangka mengatasi kesenjangan kepemilikan atau pengelolaan lahan di tengah masyarakat, sekaligus memastikan kepastian hukum terhadap lahan yang dikelola.
"Tetapi jika PPTPKH ini tak tepat sasaran atau diduga hanya untuk kepentingan cukong, maka keadilan agraria hanya omong kosong. Justru kesenjangan kepemilikan lahan makin tajam dan menyuburkan kemiskinan, sekaligus menggusur akses warga lokal terhadap lahan dan hutan," tegas Wan Ahmad.
Ia menegaskan dukungannya terhadap Yayasan Riau Madani yang konsisten dalam memperjuangkan pelestarian hutan di Riau, secara khusus di Pelalawan. Dua gugatan hukum atas kebun sawit dalam kawasan hutan di Pelalawan sangat bermakna strategis dalam mengungkap aktor-aktor yang menguasai hutan secara ilegal. Bahwa ternyata penguasa kebun sawit dalam kawasan hutan di Pelalawan didominasi kalangan cukong, bukan rakyat kecil.
"Kami juga mendesak KLHK untuk segera mengeksekusi dua putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atas perkara lingkungan yang diajukan oleh Yayasan Riau Madani tersebut. Sebelum dua putusan pengadilan itu dieksekusi, maka jangan lakukan kebijakan apa pun. Fokus saja melakukan eksekusi putusan," tegas Wan Ahmad.
Yayasan Riau Madani Sebut Bupati Zukri Kangkangi 2 Putusan Hukum Inkrah
Sebelumnya diwartakan, Bupati Pelalawan Zukri mengajukan surat permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) lahan seluas 33 ribu hektare kebun sawit agar dimasukkan dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).
Surat Zukri tersebut ditujukan kepada Ketua Tim Inver PPTPKH Provinsi Riau, cq Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian LHK. Surat itu terbit pada 12 Juli 2024 lalu bernomor: 800/Sekre/DPMPTSP/2024/220.
Adapun lahan yang diajukan permohonan tersebut mayoritas merupakan kebun kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Tim Inver PPTPKH bahkan telah menindaklanjuti surat permohonan Bupati Zukri itu dengan turun ke lapangan.
Terbitnya surat Bupati Zukri itu memantik tanda tanya besar dan kritikan keras dari Yayasan Riau Madani. Langkah Zukri dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang yang berpotensi kuat telah melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Musababnya, lahan yang diajukan Zukri untuk dilakukan Inver PPTPKH tersebut, diduga ada berada di dua lokasi yang merupakan objek gugatan hukum Yayasan Riau Madani. Bahkan, dua putusan pengadilan terhadap dua objek lahan sawit dalam kawasan hutan yang digugat Yayasan Riau Madani itu, telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Kami menengarai ada hal-hal yang janggal, aneh dan menggelikan terkait surat Bupati Pelalawan tersebut. Bupati harus mencabut kembali suratnya karena berpotensi kuat melabrak Undang-undang tentang Administrasi Pemerintahan," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH kepada SabangMerauke News, Jumat (30/8/2024).
Adapun dua gugatan hukum Yayasan Riau Madani yang putusannya telah inkrah tersebut yakni, perkara di PTUN Pekanbaru Nomor 36/G/TF/2022/PTUN.PBR jo putusan PT TUN Medan Nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN.MDN jo putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor: 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 8 Desember 2023. Dalam putusan di tiga tingkatan pengadilan tersebut, gugatan Yayasan Riau Madani dikabulkan oleh majelis hakim.
Dalam perkara ini, Yayasan Riau Madani menggugat Kepala Balai TNTN (Tergugat I), Dirjen Penegakan Hukum LHK (Tergugat II) dan Menteri LHK (Tergugat III). Yayasan Riau Madani dalam gugatannya mempersoalkan keberadaan 1.200 hektare kebun sawit di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Para tergugat dinilai telah melakukan praktik pembiaran sehingga TNTN yang merupakan sorotan internasional dengan mudahnya bisa disulap menjadi kebun sawit.
Perkara ini telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 22 Maret 2024 lalu oleh Ketua PTUN Pekanbaru. Menteri LHK dkk bahkan telah diperintahkan oleh Ketua PTUN Pekanbaru untuk segera mengeksekusi putusan sesuai dengan amarnya. Namun sampai saat ini eksekusi tak kunjung dilakukan.
Salah satu bunyi amar putusan perkara ini berbunyi "Mewajibkan untuk melakukan penegakan hukum terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektare beserta sarana penunjangnya, dengan melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku".
"Lantas kenapa Bupati Zukri justru mengajukan permohonan Inver PPTPKH terhadap objek gugatan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut? Sudah jelas-jelas putusannya adalah agar dilakukan penegakan hukum. Ini sangat ironi dan tak masuk akal," tegas Surya Darma.
Sementara, lahan sawit dalam kawasan hutan kedua yang diajukan Zukri masuk dalam permohonan Inver PPTPKH, diduga merupakan objek gugatan Yayasan Riau Madani dalam perkara Nomor: 05/Pdt.G/LH/2018/PN Plw.
Perkara ini mempersoalkan kebun sawit seluas 348,8 hektare yang berada dalam kawasan hutan. Dua pihak yang digugat yakni Kaston Pangaribuan (Tergugat I) diduga sebagai pengelola kebun sawit dan Kementerian LHK (Tergugat II).
Dalam putusan perkara tersebut, majelis hakim PN Pelalawan mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani. Salah satu bunyi amar putusannya yakni "Menghukum Tergugat untuk menyerahkan objek sengketa seluas 348,8 hektare berikut dengan seluruh tanaman kelapa sawit dan bangunan yang ada di atasnya kepada negara (Kementerian LHK cq. UPT KPHP Pelalawan/Kesatuan Pengelolalaan Hutan (KPH) Sorek".
Perkara ini pun telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak September 2018 silam. Kaston Pangaribuan tidak mengajukan banding atas putusan PN Pelalawan.
Bahkan, putusan perkara tersebut segera akan dilakukan eksekusi. Ketua PN Pelalawan telah menerbitkan surat penetapan Nomor: 3/Pdt.Eks/2024 tertanggal 26 Agustus yang diawali dengan panggilan Aanmaning. Kaston dan Kementerian KLHK Cq UPT KPH Sorek telah disurati PN Pelalawan untuk menghadiri panggilan Aanmaning pada Selasa, 3 September 2024 mendatang.
Melanggar UU Administrasi Pemerintahan
Langkah Bupati Pelalawan Zukri yang mengajukan permohonan Inver PPTPKH pada lahan yang menjadi objek gugatan dan sudah memiliki putusan hukum berkekuatan hukum tetap dinilai telah melabrak Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Bupati Zukri diduga kuat telah melakukan pelanggaran terhadap larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dalam rumusan Pasal 17 ayat 2 huruf c dan Pasal 18 ayat 3 huruf b Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam Pasal 18 ayat 3 huruf b tertuang rumusan tindakan pejabat pemerintahan yang terkategori bertindak sewenang-wenang. Yakni apabila pejabat pemerintahan tersebut mengambil keputusan atau tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selengkapnya bunyi Pasal 18 ayat 3 huruf b, yakni: "Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat 2 huruf c, apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap".
Surya Darma menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan, maka tindakan Bupati Pelalawan Zukri bisa masuk dalam kategori melakukan tindakan yang sewenang-wenang. Akibat dari tindakannya tersebut, Bupati Zukri bisa dikenai sanksi administrasi kategori berat sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat 3.
Adapun bentuk sanksi administrasi berat yang bisa dijatuhkan tertuang dalam Pasal 81 ayat 3 huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, yakni berupa pemberhentian tetap serta dipublikasikan di media massa.
Surya Darma menegaskan, Bupati Pelalawan Zukri harus segera mencabut kembali surat permohonannya tersebut. Selain itu, Menteri LHK melalui Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru diingatkan secara keras tidak memproses atau tidak menindaklanjuti surat permohonan yang diajukan Bupati Zukri.
"Jika Menteri LHK melalui Kepala BPKHTH Wilayah XIX Pekanbaru menindaklanjuti surat permohonan Bupati Pelalawan, maka tindakan tersebut sama saja dengan merestui atau melanggengkan dugaan praktik penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintahan," kata Surya Darma.
"Kami akan melakukan langkah hukum jika permohonan Bupati Pelalawan itu ditindaklanjuti apalagi disetujui. Apakah kami perlu menggugat lagi Menteri LHK di ujung masa jabatannya?" pungkas Surya Darma. (R-03)