Yayasan Riau Madani Tuding Bupati Pelalawan Zukri Bertindak Sewenang-wenang, Dinilai Kangkangi 2 Putusan Hukum Inkrah Perkara Sawit di Kawasan Hutan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Bupati Pelalawan Zukri mengajukan surat permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) lahan seluas 33 ribu hektare kebun sawit agar dimasukkan dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).
Surat Zukri tersebut ditujukan kepada Ketua Tim Inver PPTPKH Provinsi Riau, cq Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian LHK. Surat itu terbit pada 12 Juli 2024 lalu bernomor: 800/Sekre/DPMPTSP/2024/220.
BERITA TERKAIT: Agak Laen! Yayasan Riau Madani Curiga KLHK Sedang Bermain Drama Soal Kebun Sawit 1.200 Hektare di TNTN: Kok Tiba-tiba Muncul Kelompok Tani?
Adapun lahan yang diajukan permohonan tersebut mayoritas merupakan kebun kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Tim Inver PPTPKH bahkan telah menindaklanjuti surat permohonan Bupati Zukri itu dengan turun ke lapangan.
Timbulkan Tanda Tanya dan Kritik Keras
Terbitnya surat Bupati Zukri itu memantik tanda tanya besar dan kritikan keras dari Yayasan Riau Madani. Langkah Zukri dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang yang berpotensi kuat telah melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Musababnya, lahan yang diajukan Zukri untuk dilakukan Inver PPTPKH tersebut, diduga ada berada di dua lokasi yang merupakan objek gugatan hukum Yayasan Riau Madani. Bahkan, dua putusan pengadilan terhadap dua objek lahan sawit dalam kawasan hutan yang digugat Yayasan Riau Madani itu, telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Kami menengarai ada hal-hal yang janggal, aneh dan menggelikan terkait surat Bupati Pelalawan tersebut. Bupati harus mencabut kembali suratnya karena berpotensi kuat melabrak Undang-undang tentang Administrasi Pemerintahan," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH kepada SabangMerauke News, Jumat (30/8/2024).
Adapun dua gugatan hukum Yayasan Riau Madani yang putusannya telah inkrah tersebut yakni, perkara di PTUN Pekanbaru Nomor 36/G/TF/2022/PTUN.PBR jo putusan PT TUN Medan Nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN.MDN jo putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor: 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 8 Desember 2023. Dalam putusan di tiga tingkatan pengadilan tersebut, gugatan Yayasan Riau Madani dikabulkan oleh majelis hakim.
Dalam perkara ini, Yayasan Riau Madani menggugat Kepala Balai TNTN (Tergugat I), Dirjen Penegakan Hukum LHK (Tergugat II) dan Menteri LHK (Tergugat III). Yayasan Riau Madani dalam gugatannya mempersoalkan keberadaan 1.200 hektare kebun sawit di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Para tergugat dinilai telah melakukan praktik pembiaran sehingga TNTN yang merupakan sorotan internasional dengan mudahnya bisa disulap menjadi kebun sawit.
Perkara ini telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 22 Maret 2024 lalu oleh Ketua PTUN Pekanbaru. Menteri LHK dkk bahkan telah diperintahkan oleh Ketua PTUN Pekanbaru untuk segera mengeksekusi putusan sesuai dengan amarnya. Namun sampai saat ini eksekusi tak kunjung dilakukan.
Salah satu bunyi amar putusan perkara ini berbunyi "Mewajibkan untuk melakukan penegakan hukum terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektare beserta sarana penunjangnya, dengan melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku".
"Lantas kenapa Bupati Zukri justru mengajukan permohonan Inver PPTPKH terhadap objek gugatan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut? Sudah jelas-jelas putusannya adalah agar dilakukan penegakan hukum. Ini sangat ironi dan tak masuk akal," tegas Surya Darma.
Sementara, lahan sawit dalam kawasan hutan kedua yang diajukan Zukri masuk dalam permohonan Inver PPTPKH, diduga merupakan objek gugatan Yayasan Riau Madani dalam perkara Nomor: 05/Pdt.G/LH/2018/PN Plw.
Perkara ini mempersoalkan kebun sawit seluas 348,8 hektare yang berada dalam kawasan hutan. Dua pihak yang digugat yakni Kaston Pangaribuan (Tergugat I) diduga sebagai pengelola kebun sawit dan Kementerian LHK (Tergugat II).
Dalam putusan perkara tersebut, majelis hakim PN Pelalawan mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani. Salah satu bunyi amar putusannya yakni "Menghukum Tergugat untuk menyerahkan objek sengketa seluas 348,8 hektare berikut dengan seluruh tanaman kelapa sawit dan bangunan yang ada di atasnya kepada negara (Kementerian LHK cq. UPT KPHP Pelalawan/Kesatuan Pengelolalaan Hutan (KPH) Sorek".
Perkara ini pun telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak September 2018 silam. Kaston Pangaribuan tidak mengajukan banding atas putusan PN Pelalawan.
Bahkan, putusan perkara tersebut segera akan dilakukan eksekusi. Ketua PN Pelalawan telah menerbitkan surat penetapan Nomor: 3/Pdt.Eks/2024 tertanggal 26 Agustus yang diawali dengan panggilan Aanmaning. Kaston dan Kementerian KLHK Cq UPT KPH Sorek telah disurati PN Pelalawan untuk menghadiri panggilan Aanmaning pada Selasa, 3 September 2024 mendatang.
Melanggar UU Administrasi Pemerintahan
Langkah Bupati Pelalawan Zukri yang mengajukan permohonan Inver PPTPKH pada lahan yang menjadi objek gugatan dan sudah memiliki putusan hukum berkekuatan hukum tetap dinilai telah melabrak Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Bupati Zukri diduga kuat telah melakukan pelanggaran terhadap larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dalam rumusan Pasal 17 ayat 2 huruf c dan Pasal 18 ayat 3 huruf b Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam Pasal 18 ayat 3 huruf b tertuang rumusan tindakan pejabat pemerintahan yang terkategori bertindak sewenang-wenang. Yakni apabila pejabat pemerintahan tersebut mengambil keputusan atau tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selengkapnya bunyi Pasal 18 ayat 3 huruf b, yakni: "Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat 2 huruf c, apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap".
Surya Darma menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan, maka tindakan Bupati Pelalawan Zukri bisa masuk dalam kategori melakukan tindakan yang sewenang-wenang. Akibat dari tindakannya tersebut, Bupati Zukri bisa dikenai sanksi administrasi kategori berat sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat 3.
Adapun bentuk sanksi administrasi berat yang bisa dijatuhkan tertuang dalam Pasal 81 ayat 3 huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, yakni berupa pemberhentian tetap serta dipublikasikan di media massa.
Surya Darma menegaskan, Bupati Pelalawan Zukri harus segera mencabut kembali surat permohonannya tersebut. Selain itu, Menteri LHK melalui Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru diingatkan secara keras tidak memproses atau tidak menindaklanjuti surat permohonan yang diajukan Bupati Zukri.
"Jika Menteri LHK melalui Kepala BPKHTH Wilayah XIX Pekanbaru menindaklanjuti surat permohonan Bupati Pelalawan, maka tindakan tersebut sama saja dengan merestui atau melanggengkan dugaan praktik penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintahan," kata Surya Darma.
"Kami akan melakukan langkah hukum jika permohonan Bupati Pelalawan itu ditindaklanjuti apalagi disetujui. Apakah kami perlu menggugat lagi Menteri LHK di ujung masa jabatannya?" pungkas Surya Darma.
Bupati Pelalawan Zukri telah dikonfirmasi ikhwal surat permohonan Inver PPTPKH yang ditandatanganinya tersebut. Namun, Zukri yang kembali mencalonkan diri sebagai calon bupati dalam Pilkada Pelalawan 2024 belum memberikan balasan. (R-03)