Hakim Tommy Manik Cuti, Sidang Pembacaan Putusan Fikasa Grup Ditunda
SabangMerauke News, Pekanbaru - Pengadilan Negeri Pekanbaru batal membacakan putusan perkara promissory note Fikasa, Selasa (22/3/2022). Ini sebabkan salah seorang hakim anggota yakni Tommy Manik SH mengambil cuti kerja. Selain itu, majelis hakim juga masih membutuhkan waktu untuk melakukan rapat permusyawaratan dalam menetapkan putusan.
Sidang hanya dibuka singkat oleh ketua majelis hakim, Dr Dahlan SH, MH. Usai menyampaikan alasan pembacaan putusan tak jadi digelar, Dahlan langsung mengetuk palu tanda sidang ditutup. Sidang pembacaan putusan dengan terdakwa Bhakti Salim dkk dijadwal ulang akan digelar pada Selasa (29/3/2022) mendatang.
BERITA TERKAIT: Menguji 'Nyali' Hakim Dahlan Dkk di Perkara Promissory Note Fikasa Grup
Diketahui, Tommy Manik sejak awal bersama hakim Estiono SH, MH menjadi anggota majelis hakim perkara ini. Tommy dikabarkan telah pindah tugas menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Rantau Parapat, Sumatera Utara. Tommy belum menjawab konfirmasi ikhwal kepindahannya tersebut.
Kasus Fikasa Grup ini terbilang 'seksi' dan telah menjadi perhatian publik. Ketua majelis hakim, Dr Dahlan SH, MH sempat menyebut perkara ini rumit. Disidik oleh Bareskrim Mabes Polri dan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung lalu diturunkan ke Kejari Pekanbaru. Belakangan, kasus ini pun ditangani oleh Kejati Riau. Wajar, banyak mata menyoroti perkara ini.
"Ini perkara yang rumit. Bareskrim yang menanganinya," kata Dahlan suatu ketika saat memimpin jalannya persidangan.
Bhakti Salim cs dalam perkara ini dituntut jaksa dengan pasal 46 ayat 1 Undang-undang Perbankan kepada 4 terdakwa bos Fikasa Grup. Di awal dalam surat dakwaannya, Bhakti Salim cs dikenakan pasal berlapis. Dua pasal lain yakni pasal 372 dan pasal 378 jo pasal 64 jo pasal 55 KUHPidana.
Jaksa meyakini kalau PN yang diterbitkan oleh Fikasa Grup tidak sesuai dengan ketentuan yakni dalam pasal 174 KUHDagang. Selain itu, jaksa juga telah mempersamakan PN Fikasa Grup sejenis deposito, sehingga harus mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dulunya berada dalam kewenangan Bank Indonesia.
Faktanya memang, Fikasa Grup tidak mengantongi izin OJK karena memang perusahaan tersebut bukan lembaga keuangan. Jaksa menuding kalau Fikasa Grup melakukan penghimpunan dana dari masyarakat secara ilegal.
Tapi, bantahan keras sudah disampaikan oleh pihak terdakwa. Empat ahli hukum dan perbankan papan atas dihadirkan dalam persidangan, salah satunya mantan Ketua PPATK, Yunus Husein. Keempat ahli menegaskan kalau perkara Fikasa Grup murni berada dalam lingkup hukum keperdataan. Tindakan membawa perkara ini ke ranah pidana tidak tepat dan cenderung sebagai praktik yang keliru dalam penerapan hukum.
PN Fikasa Grup disebut bukanlah sebagai produk perbankan. Serta bukan pula merupakan praktik penghimpunan dana (simpanan) seperti yang dilakukan oleh bank. PN adalah hubungan perjanjian utang-piutang antara kreditur dengan debitur.
Lagipula kata ahli, selama beberapa tahun para kreditur telah menerima hasil dari bunga pinjaman yang diberikan. Faktor adanya pandemi Covid-19 membuat kondisi usaha Fikasa Grup oleng, sehingga sejak Februari 2020 lalu tidak mampu lagi membayar bunga PN. Para terdakwa Bhakti Salim cs dalam pledoinya menyatakan, pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama gagal bayar.
Persoalan gagar bayar Fikasa Grup telah tuntas dalam gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tahun 2020. Hasilnya, para kreditur dan debitur sepakat menempuh jalan perdamaian. Proses homologasi juga sudah ada. Skema pembayaran berikut jaminan aset telah ditetapkan.
Pelapor perkara ini yakni Archenius Napitupulu bersama 9 orang lainnya yang mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp 84,9 miliar. (*)