Profil Yasonna Laoly, Senior GMKI yang Jabat Menkumham Terlama, Dicopot di Tengah Panas Hubungan PDIP dengan Jokowi
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly dicopot oleh Presiden Jokowi. Di ujung masa kekuasaannya yang tinggal dua bulan lagi, Jokowi kembali melakukan kocok ulang (reshuffle) sejumlah anggota kabinet pada Senin (19/8/2024) pagi ini.
Pengganti Yasonna adalah politisi Partai Gerindra Supratman Andi Atgas, mantan Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPR RI. Jokowi telah melantik Supratman bersama dua menteri lain yakni Bahlil Lahadaliha sebagai Menteri ESDM dan Rosan Roeslani menjadi Menteri Investasi di Istana Negara.
Pencopotan Yasonna Laoly ini terjadi di tengah makin panasnya hubungan antara PDI Perjuangan dengan Presiden Jokowi. Selain itu, reshuffle berlangsung pada momentum akan digelarnya Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar pada Selasa (20/8/2024) besok, menyusul pengunduran diri Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
Karir Politik
Sosok Yasonna Laoly yang merupakan kader PDI Perjuangan punya jalan panjang dalam dunia politik. Ia pertama kali masuk ke panggung politik praktis saat terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam Pemilu tahun 1999 lalu.
Karir politiknya kian bersinar dan menasional, usai terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2004 dari daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara I. Di parlemen, ia duduk sebagai anggota Komisi II dan tergabung dalam Badan Anggaran DPR RI serta sempat menjadi Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di MPR RI.
Dalam Pemilu 2009, ia kembali terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Utara II untuk masa jabatan 2009-2014.
Terpilihnya Jokowi menjadi presiden hasil Pilpres 2014, mengantarkan Yasonna pada kursi Menteri Hukum dan HAM yang dilantik pada 27 Oktober 2014.
Ia kembali mendapat kepercayaan dari Presiden Jokowi untuk menduduki jabatan Menkumham pada periode kedua masa pemerintahannya. Dalam Pilpres 2019, PDI Perjuangan menjadi partai utama yang mendukung Jokowi terpilih kembali sebagai presiden berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin.
Dua kali menjadi Menkumham sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi, membuat Yasonna Laoly menyandang predikat sebagai Menkumham terlama sepanjang sejarah pemerintahan. Sebelumnya, tak pernah ada Menkumham yang menjabat hampir 10 tahun lamanya.
Misalnya saja, dalam 10 tahun pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), jabatan Menkumham berganti sebanyak 4 kali, mulai dari Hamid Awaluddin, Andi Mattalatta, Patrialis Akbar dan terakhir Amir Syamsuddin.
Sayangnya, Yasonna tak dapat mengakhiri jabatannya dengan sempurna, sampai masa jabatan periode kedua Jokowi berakhir pada 20 Oktober 2024 mendatang. Hanya tinggal hitungan hari, Yasonna kadung dicopot pada Senin pagi tadi.
Namun, langkah Yasonna di dunia politik tak berhenti meski hari ini ia dicopot oleh Jokowi. Soalnya, Yasonna terpilih kembali menjadi anggota DPR RI dalam Pemilu 2024 lalu.
Aktivis dan Dosen
Yasonna Laoly mengawali kiprahnya sebagai aktivis pergerakan mahasiswa di Medan. Ia merupakan salah satu kader organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang karirnya moncernya di pemerintahan. GMKI didirikan pada tahun 1950 oleh Johanes Leimena, Wakil Perdana Menteri pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Organisasi ini tergabung dalam Kelompok Cipayung yang pada 22 Januari 1972 lalu mengeluarkan satu piagam dikenal dengan Kesepakatan Cipayung. Diinisiatori oleh HMI, GMNI, GMKI dan PMKRI, Kelompok Cipayung menelurkan satu gagasan besar yakni "Indonesia yang Dicita-citakan". Belakangan, Kelompok Cipayung bermetamorfosis menjadi Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Yasonna pernah menjadi Badan Pengurus Cabang (BPC) GMKI Medan pada tahun 1976 dan aktif sebagai pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Ia kemudian menjadi Sekretaris Badan Kerja Sama (BKS) PGI-GMKI Sumut-Aceh, yakni wadah bersama GMKI dengan gereja dalam menjalankan agenda kaderisasi dan pengembangan daya dan dana organisasi.
Belakangan, pada 2009, Yasonna pun diangkat menjadi Ketua BKS PGI-GMKI Pusat periode 2009-2014. Yasonna juga didaulat sebagai Penasihat Pengurus Nasional Perkumpulan Senior (PNPS) GMKI.
Yasonna juga merupakan politisi yang pernah menggeluti dunia advokat sejak 1978 hingga 1983. Kemudian ia menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen di Medan. Jabatan terakhirnya di kampus tersebut yakni Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen pada 1998-1999. Saat menjadi dosen, ia aktif sebagai peneliti di NCSU serta Asisten Riset Departemen Sosiologi and Antropologi di NCSU.
Pendidikan dasar dan menengah ditempuh Yasonna di tanah kelahirannya, Tapanuli Tengah. Yasonna merupakan blasteran Nias-Batak. Ayahnya bernama F. Laoly dari Suku Nias, purnawirawan polisi terakhir berpangkat mayor. Sementara sang ibu bersuku Batak Toba bernama R br Sihite.
“Saya naik sepeda bersama ayah, sambil menenteng kaleng minyak yang sudah kosong untuk dikirim lagi dengan menggunakan kapal. Saya merasakan benar kerja keras orangtua demi mencari tambahan uang. Kami sudah pernah makan nasi campur jagung untuk menghemat uang,” kenang Yasonna dalam wawancara media beberapa waktu lalu.
Yasonna juga merupakan politisi intelektual yang membuatnya menonjol di panggung politik DPR lewat gagasan-gagasan politik yang cermat dan aktual. Ia meraih gelar sarjana hukum (SH) dari Fakultas Hukum USU pada tahun 1978.
Kemudian ia melanjutkan pendidikan strata dua di negeri Paman Sam, tepatnya pada kampus Virginia Commonwealth University di tahun 1986. Pada tahun 1994, ia berhasil meraih gelar Doctor of Philosofi (PhD) dari kampus North Carolina University, Amerika Serikat.
Pada Rabu, 21 September 2019, Yasonna Laoly dikukuhkan sebagai Guru Besar (Profesor) Ilmu Kriminologi di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK). Dalam sidang senat terbuka pengukuhan Guru Besar itu, Yasonna memaparkan orasi ilmiah tentang dampak persekusi siber dalam kampanye pemilu terhadap masa depan demokrasi.
Pengukuhan itu, dirasakannya seperti pulang kampung karena ia mengawali karir sebagai seorang dosen sebelum terjun menjadi politisi.
Kita tunggu kiprah Yasonna dalam pemerintahan baru Prabowo-Gibran. Atau setidaknya, kita menunggu suara kritisnya di panggung parlemen DPR RI periode 2024-2029. (R-03)