Kejati Riau 'Rajin' Hentikan Perkara Dugaan Korupsi, Nomor 5 Tersangka Pernah Ancam Bongkar Aliran Uang
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau resmi menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi bantuan keuangan (bankeu) Pemprov Riau untuk RSUD Indrasari, Rengat, Kamis pekan lalu. Dugaan korupsi anggaran senilai Rp 41 miliar tersebut dihentikan penyelidikannya karena diklaim kejaksaan tidak ada kerugian negara.
Ini bukan kali pertama Kejati Riau menghentikan penyelidikan dan bahkan penyidikan dugaan kasus korupsi di Bumi Lancang Kuning ini. Sedikitnya dalam dua kasus dugaan korupsi yang sudah menetapkan tersangka, Kejati bahkan telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Berikut daftar kasus dugaan korupsi yang pernah dihentikan proses hukumnya oleh Korps Adhyaksa di Riau.
1. Dugaan Korupsi RSUD Indrasari, Rengat
Kasus dugaan korupsi yang paling anyar dihentikan penyidikannya yakni dugaan korupsi RSUD Indrasari, Rengat di Indragiri Hulu. Penyelidikan perkara ini dilakukan saat Kajati Riau dijabat oleh Mia Amiati.
Surat perintah lidik diterbitkan pada Januari 2021 silam. Dalam kasus ini, kejaksaan telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan pengumpulan bahan keterangan. Awalnya, penyelidik menduga ada dugaan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan di RSUD Indrasari yang anggarannya dialokasikan dari bantuan keuangan (bankeu) Pemprov Riau senilai Rp 41 miliar pada tahun 2016 lalu.
Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Tri Joko menyebut tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. Ia justru menyebut ada kesalahan pada e-katalog barang. Awalnya, Tri Joko menyebut ada perbuatan melawan hukum dalam perkara ini. Namun, belakangan Tri Joko menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum.
BERITA TERKAIT: Dugaan Korupsi RSUD Rengat: 'Digenjot' Mia Amiati, Dihentikan Kajati Jaja Subagja
2. Dugaan Korupsi BUMD PT Sarana Pembangunan Riau (SPR)
Kasus ini dihentikan penyelidikannya oleh Kejati Riau pada April 2021 lalu. Diawali dari laporan sebuah LSM yang mengungkit temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adanya dugaan penyimpangan keuangan perusahaan sebesar Rp 84 miliar. Kasus ini terjadi saat PT SPR dipimpin oleh Akil Rahman sebagai direktur utama periode 2010-2015 lalu.
Kasus ini kemudian berkembang ke arah sengketa antara PT SPR dengan Kingswood Capital Ltd (KCL) yang merupakan mitra SPR dalam menggarap blok migas Langgak. Kerja sama itu terkait pengembangan sumber daya alam migas dan seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan kegiatan eksplorasi dan produksi dalam wilayah Provinsi Riau, khususnya untuk area Mountain Front Block (MFB).
Pada 2015, Dirut PT SPR dijabat oleh Nasir Day meminta dilakukan audit eksternal kepada kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau. Setahun berselang, M Nasir Day tidak mengirimkan pembagian laba dari hasil lifting minyak bumi kepada KCL. Atas hal itu, pada tahun 2017, pihak KCL mengajukan permohonan Pendapat Hukum kepada Jaksa Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto menyebut penyelidikan perkara ini dihentikan. Alasannya, adanya pendapat hukum dari Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung RI dalam sengketa PT SPR dengan PT KCL.
3. Dugaan Korupsi Media Pembelajaran IT Dinas Pendidikan Riau
Dalam perkara ini, Kejati Riau sebenarnya telah menetapkan dua orang tersangka. Yakni Hafes Timtim selaku Kabid Pembinaan di Disdik Riau sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Rahmad Dhanil selaku Direktur PT Airmas Jaya Mesin (Ayoklik.com) yang menjadi rekanan proyek.
Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, mengatakan, penghentian penyidikan karena telah ada pengembalian kerugian negara. Nilai kerugian tersebut sebesar Rp 2,5 miliar berdasarkan hasil audit yang dilakukan Inspektorat Provinsi Riau.
Proyek pengadaan media pembelajaran berbasis IT dan multimedia jenjang SMA Provinsi Riau ini berlangsung pada tahun 2018 lalu.
"Sebelum berkas perkara dilimpahkan ke tahap penuntutan, tersangka telah melakukan pembayaran untuk mengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,5 miliar lebih," ujar Raharjo Budi Kisnanto pada 17 Juli 2021 lalu.
4. Dugaan Korupsi Proyek Rumah Sakit Unri
Pada Agustus 2019 lalu, Kejaksaan Tinggi Riau telah menaikkan status hukum perkara ini ke tingkat penyidikan. Namun, 3 bulan kemudian yakni November 2019, kasus ini dihentikan penyidikannya.
Asisten Pidana Khusus Kejati Riau saat itu dijabat Hilman Azazi menyatakan penghentian penyidikan karena pihak asuransi PT Mega Pratama telah mengembalikan uang jaminan ke Universitas Riau sebesar Rp 4,7 miliar. Uang itu merupakan jaminan pelaksanaan dan uang muka pembangunan proyek rumah sakit pendidikan (RSP) Universitas Riau.
Selama penyidikan, jaksa penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, di antaranya Wakil Rektor Unri Prof Dr Sudjianto, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek tersebut, Armia.
Kemudian, jaksa juga turut memeriksa Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Amir Hamzah ST, Konsultan Pengawas PT Kuantan Graha Marga, Rumbio Tampubolon, Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) Desi Riasari, PPHP Mudjiatko dan Bendahara dalam proyek pembangunan tersebut, Rustam.
Pengusutan perkara itu dilakukan atas laporan pihak perguruan tinggi negeri terbesar di Riau tersebut kepada Korps Adhyaksa. Sebelum ditingkatkan ke penyidikan, sejumlah saksi penting juga sempat dipanggil selama penyelidikan, termasuk Rektor Universitas Riau Profesor Aras Mulyadi sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Selain itu, pemeriksaan turut dilakukan terhadap Wandri Nasution dari PT Mawatindo Road Construction (MRC). Perusahaan itu merupakan rekanan yang mengerjakan pembangunan RSP Unri. Lalu, pihak PT Asuransi Mega Pratama, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), PPHP, Panitia Lelang ULP Unri pada kegiatan tersebut, dan Konsultan Pengawas.
Pembangunan Gedung B RSP UR berasal dari APBN tahun 2015 melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebesar Rp50 miliar. Dalam pelaksanaan lelang, PT MRC keluar sebagai pemenang dengan harga penawaran sementara (HPS) sebesar Rp47,8 miliar setelah mengalahkan 35 perusahaan lainnya.
Namun, dalam pengerjaannya PT MRC tidak mampu menyelesaikan pembangunan. Hingga 31 Desember 2015, progres pembangunan hanya 50 persen.
5. Dugaan Korupsi Video Wall Pemko Pekanbaru
Kejaksaan Tinggi Riau juga melakukan penghentian penyidikan dugaan kasus korupsi video wall Pemko Pekanbaru. Meski telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara korupsi senilai Rp 4 miliar lebih ini, namun penyidik pidana khusus Kejati Riau justru menghentikan proses hukumnya di tengah jalan pada Agustus 2020 lalu.
Penghentian penyidikan dilakukan pada Agustus 2020 lalu. Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Hilman Azazi kala itu menyatakan penghentian penyidikan dilakukan karena kerugian negara telah dikembalikan.
Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Yakni Vinsensius Hartarto yang merupakan PPTK proyek tahun 2017 ini. Selain itu, seorang tersangka lain yakni kontraktor pengadaan yakni Direktur CV Solusi Arya Prima inisial AMI juga sudah berstatus tersangka. Namun, status tersangka keduanya belakangan dicabut pasca penerbitan SP3 kasus ini.
Sebelum kasus ini dihentikan penyidikannya, Vinsensius sempat mengancam akan membongkar aliran dana dugaan korupsi ini.
"Saya akan bongkar semuanya, siapa-siapa yang sebenarnya terlibat dalam kasus tersebut. Tak peduli saya, biar jelas semuanya siapa sebenarnya yang makan uang hasil korupsi tersebut,” katanya Vinsensius kala itu.
6. Dugaan Korupsi Kredit Kebun Plasma PTP Nusantara V
Kasus ini bermula dari laporan LSM terkait dugaan penyelewengan kredit PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V dalam pembangunan lahan perkebunan Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.
Pihak pelapor menuding PTP Nusantara V telah merugikan negara sebesar Rp100 miliar. Kerugian itu berasal dari penyalahgunaan keuangan kredit KKPA dalam pembangunan kebun atas kredit sebesar Rp54 miliar pada Bank BRI Agro Pekanbaru dan kerugian lainnya.
Asisten Intelijen Tinggi Riau, Raharjo Budi Kisnanto, mengatakan perkara tersebut telah dihentikan.
"Terkait laporan terhadap PTPN V, setelah kami telusuri ternyata tidak ditemukan unsur kerugian keuangan negara," kata Budi pada 25 Juni 2021 lalu. (*)