Yayasan Wasinus Gugat Tambang Batubara Dikelola Amben ke PN Tanjung Redep, Diduga Beraktivitas di Hutan Penelitian Labanan Berau
SABANGMERAUKE NEWS, Kaltim - Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) kembali menggencarkan aksi hukumnya terhadap perusahaan tambang batu bara yang beraktivitas di dalam kawasan hutan di Kalimantan Timur. Gugatan hukum terbaru menyasar usaha pertambangan batu bara yang diduga dikelola oleh Farijanto alias Amben di dalam kawasan Hutan Penelitian Labanan, Berau. Yayasan Wasinus telah menggugat Amben ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redep, Berau.
Pantauan SabangMerauke News pada laman SIPP PN Tanjung Redep, gugatan Yayasan Wasinus didaftarkan pada 22 Juli 2024 lalu dengan nomor register perkara 29/Pdt.Sus-LH/2024/PN Tnr. Gugatan ini terklasifikasi dalam perkara kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan mineral batubara.
Adapun jadwal sidang perdana akan digelar pada Rabu, 7 Juli 2024 pukul 10.00 WIB di PN Tanjung Redep.
Selain menjadikan Farijanto alias Amben sebagai Tergugat, Yayasan Wasinus juga menyeret dua institusi pemerintah pusat terkait dalam gugatannya. Adalah Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) sebagai Turut Tergugat I. Sementara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dijadikan sebagai Turut Tergugat II.
Gugatan hukum terhadap Farijanto alias Amben ini, menambah deretan perkara yang didaftarkan Yayasan Wasinus atas tindakan aktivitas pertambangan batu bara di dalam Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan atau populer disebut Hutan Penelitian Labanan. Sebelumnya, Yayasan Wasinus saat ini juga sedang menggugat PT Berau Coal (Sinarmas Grup) bersama Menteri ESDM dan Menteri LHK atas aktivitas perusahaan tambang batu bara tersebut di Hutan Penelitian Labanan.
"Kami mengidentifikasi sejumlah pihak dan korporasi tambang batu baru beraktivitas di dalam kawasan Hutan Penelitian Labanan. Kami memilih langkah hukum lewat gugatan ke PN Tanjung Redep agar semua aktivitas tambang batu bara itu dihentikan, sehingga fungsi kawasan hutan dapat dipertahankan sedia kala di tengah aksi penghancuran sistemik terhadap eksistensi hutan yang massif saat ini," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Wasinus, Surya Darma SAg, SH, MH, Sabtu (3/8/2024).
Isi Gugatan Yayasan Wasinus Terhadap Amben
Dalam surat gugatan yang diterima media ini, Yayasan Wasinus menyebut bahwa tergugat Farijanto alias Amben diduga melakukan aktivitas tambang batu bara tanpa izin di wilayah kawasan Hutan Penelitian Labanan. Berdasarkan investigasi lapangan, sedikitnya 5 hektare areal Hutan Penelitian Labanan telah dirusak untuk pembangunan jalan, lokasi tambang batu bara dan areal penempatan alat transportasi dan peralatan kerja.
Hasil dokumentasi lapangan, Yayasan Wasinus juga menemukan aktivitas transportasi pengangkutan batu bara dari Hutan Penelitian Labanan yang diantar ke jetty (dermaga) diduga dikendalikan oleh tergugat.
Yayasan Wasinus menyebut objek gugatan yang menjadi areal tambang batu bara tanpa izin itu, berada di Jalan Lintas Tanjung Redeb-Sangata, tepatnya di sekitar Kilometer 35 yang menjadi wilayah kawasan Hutan Penelitian Labanan. Secara administratif, wilayahnya terdapat di Desa Tumbit Dayak, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
"Tergugat telah membuat jalan masuk ke lokasi penggalian batu bara dengan mempergunakan alat berat jenis excavator dan doser. Sehingga Hutan Penelitian Labanan telah rusak, dimana tegakan hutan kayu alamnya ditebangi, kemudian bentang alamnya diubah menjadi areal tambang batu bara," tulis Yayasan Wasinus dalam surat gugatannya.
Yayasan Wasinus dalam surat gugatannya menyebut, berdasarkan pengambilan sejumlah titik koordinat, lokasi penambangan batu bara yang dilakukan tergugat Farijanto alias Amben, berada di dalam kawasan Hutan Penelitian Labanan.
Yayasan Wasinus yang dikenal aktif dan konsisten melakukan gugatan terhadap pelaku pengrusakan lingkungan hidup ini, menerangkan bahwa total luasan kawasan Hutan Penelitian Labanan ditetapkan mencapai 7.959,1 hektare. Penetapannya berdasarkan SK Menteri LHK nomor: SK.64/Menhut-II/2012 pada tanggal 3 Februari 2012.
Proses penetapan KHDTK Labanan sesungguhnya memiliki dimensi global (internasional). Sebab, diawali oleh kerjasama pemerintah Indonesia melalui Badan Litbang Kehutanan dan Inhutani I dengan pemerintah Perancis lewat proyek Silviculture Techiquo for Regeneration of Logged Over Area in East Kalimantan yang dikenal dengan proyek STREK yang berakhir pada tahun 1996 lalu.
"Selanjutnya proyek tersebut dilanjutkan bekerja sama dengan Uni Eropa melalui proyek Berau Forest Management Project (BFMF)," tulis Yayasan Wasinus dalam surat gugatannya.
Untuk mempertahankan plot STREK serta mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan, Menteri Kehutanan telah menunjuk Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) sebagai pengelola Hutan Penelitian Labanan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan nomor: 90/Kpts/VIII/2007 tanggal 25 Mei 2007. Atas dasar inilah, Kepala B2P2EHD ditarik dalam gugatan menjadi Turut Tergugat I.
Yayasan Wasinus dalam surat gugatannya menyebut, keberadaan KHDTK Labanan sangat strategis terhadap kepentingan umum, sebagai tempat penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan. Apalagi, KHDTK Labanan adalah miniatur hutan tropis dataran rendah dengan keragaman biodiversiti tertinggi.
Berdasarkan data komplikasi hasil eksplorasi, pada kawasan ini ditemukan lebih dari 58 family (150 genius) flora, 23 jenis mamalia, 89 jenis burung serta 40 jenis Herpetefauna. Selain itu terdapat pula berbagai jenis ekosistem gua yang merupakan objek penelitian dan pengembangan yang sangat penting dan menarik.
"Dengan demikian, kegiatan pertambangan yang dilakukan Tergugat pada areal Hutan Penelitian Labanan yang merupakan objek sengketa, telah melanggar kepentingan umum, berpotensi merusak lingkungan dan kekayaan biodiversiti flora dan fauna yang terdapat di dalamnya," terang Surya Darma.
Yayasan Wasinus menyebut, pembukaaan pertambangan batu bara di KHDTK Labanan selain telah merusak hutan alam, namun juga telah mengambil kekayaan sumber daya alam di bawah hutan, tanpa mampu mengembalikan kawasan hutan sebagaimana mestinya.
"Tindakan Tergugat telah nyata-nyata menimbulkan kerusakan serius pada KHDTK Labanan yang kondisinya makin parah dan sangat sulit untuk memulihkannya sampai keadaan semula," tegas Yayasan Wasinus dalam surat gugatannya tersebut.
Minta Pengadilan Hentikan Kegiatan Tambang Batu Bara
Dalam provisi gugatannya, Yayasan Wasinus meminta majelis hakim untuk menghentikan kegiatan pertambangan batu bara yang dilakukan oleh tergugat Farijanto alias Amben, meskipun perkara ini belum berkekuatan hukum tetap.
Sementara, dalam gugatan primairnya, Yayasan Wasinus meminta seluruh gugatannya dikabulkan oleh majelis hakim. Selain itu, majelis hakim diminta untuk menyatakan bahwa Farijanto alias Amben telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Menghukum Tergugat untuk menghentikan seluruh kegiatan pertambangan batu bara dan kemudian memulihkan keadaan objek sengketa seperti keadaan semula, dengan cara melakukan reklamasi terhadap bekas galian tambang batu bara. Setelah itu, Tergugat harus melakukan penanaman kembali (reboisasi) dengan jenis tanaman pohon kehutanan, kemudian merawatnya sampai pohon tumbuh besar seperti pohon yang ditebangi Tergugat," tulis Yayasan Wasinus dalam gugatanya.
Yayasan Wasinus juga meminta majelis hakim menghukum Tergugat untuk menanggung seluruh biaya pemulihan objek sengketa secara tanggung renteng (sampai ke harta pribadi).
"Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100 juta setiap harinya, apabila Tergugat lalai melaksanakan putusan ini," demikian gugatan Yayasan Wasinus.
Sedangkan terhadap Turut Tergugat I (B2P2EHD) dan Turut Tergugat II (KLHK), Yayasan Wasinus meminta agar majelis hakim menghukumnya untuk tunduk dan patuh pada putusan hukum yang dimohonkan kepada majelis hakim.
Media ini belum dapat mengonfirmasi Amben atas gugatan Yayasan Wasinus ini. (R-03)