Jejak PT Berau Coal, Raksasa Batu Bara Grup Sinarmas yang Digugat Yayasan Wasinus karena Garap Hutan Penelitian Labanan di Kaltim Jadi Areal Tambang
SABANGMERAUKE NEWS, Kaltim - Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) menggugat PT Berau Coal ke Pengadilan Negeri Tanjung Redep, Berau. Gugatan ini dilayangkan karena diduga kuat perusahaan tambang batu bara tersebut menjadikan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan atau yang populer disebut Hutan Penelitian Labanan, sebagai areal pertambangan batu bara terbuka.
Tak hanya menggugat PT Berau Coal, namun Yayasan Wasinus juga menyeret keterlibatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebagai pihak turut tergugat. Kedua kementerian ini dipersoalkan lantaran telah menerbitkan perizinan untuk PT Berau Coal pada lahan Hutan Penelitian Labanan.
BERITA TERKAIT: Foto-foto Pembukaan Jalan Merusak Hutan Penelitian Labanan untuk Tambang Batu Bara oleh PT Berau Coal yang Digugat Yayasan Wasinus
Sidang perdana perkara ini telah digelar pada Rabu (24/7/2024) pekan lalu. Namun, pihak PT Berau Coal, Menteri ESDM dan Menteri LHK tidak hadir, sehingga sidang ditunda dan dijadwalkan dibuka kembali pada Rabu, 7 Agustus mendatang. Adapun perkara ini terdaftar dengan nomor 28/Pdt.Sus-LH/2024/PN Tnr tanggal 5 Juli 2024.
"Kami siap membuktikan gugatan yang kami daftarkan ke PN Tanjung Redep tersebut. Bahwa kegiatan pertambangan batu bara yang dilakukan oleh PT Berau Coal merupakan ancaman serius terhadap eksistensi hutan dan kemanusiaan, secara khusus terhadap masa depan Hutan Penelitian Labanan," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Wasinus, Surya Darma SAg, SH, MH.
Jejak PT Berau Coal
PT Berau Coal pada awalnya didirikan di tahun 1983 silam yang mendapat areal Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan luas konsesi mencapai 480 hektare. Perusahaan saat ini memiliki empat lokasi operasional yakni Lati, Binungan, Sambarata dan Gurimbang yang berkantor di Jalan Pemuda, Tanjung Redep, Berau, Kalimantan Timur.
Pada tahun 1986, terjadi perubahan status PKP2B PT Berau Coal menjadi Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi.
BERITA TERKAIT: Usai Digugat Yayasan Wasinus karena Garap Hutan Penelitian Labanan Jadi Tambang Batu Bara, Plang Wilayah Kerja PT Berau Coal Dicabuti
Empat tahun setelahnya yakni di tahun 1990, luasan KP Eksplorasi PT Berau Coal menyusut hingga tinggal 120 ribu hektare. Di tahun 1993, PT Berau Coal melakukan uji coba produksi (bulk sample) dengan pasar tujuan negara India (Tamil Nadu Electricity Board).
PT Berau Coal mendapat Kuasa Pertambangan Eksploitasi areal Lati pada tahun 1995 dengan masa selama 30 tahun yang luasannya mencapai 115 ribu hektare. Setahun kemudian, tepatnya 19 Maret 1996, PT Berau Coal kembali mendapatkan Kuasa Pertambangan Eksploitasi areal Binungan seluas 12 ribuan hektare.
Hingga tahun 1999, PT Berau Coal berhasil mempertahankan areal konsesinya menjadi 120 ribu hektare. Kegiatan Operasi Produksi dimulai tahun 2000 di sebagian wilayah Sambarata dan Birang seluas 16 ribu hektare dari total luas wilayah status eksplorasi menjadi 87 ribu hektare.
Sepuluh tahun kemudian, terjadi perubahan kepemilikan saham di perusahaan ini. Recapital Grup melalui anak perusahaannya PT Bukit Mutiara dan PT Bentara Energi Asia berhasil menguasai 100 persen saham kepemilikan.
Setahun kemudian, PT Risco berubah nama menjadi PT Berau Coal Energy Tbk yang kemudian menjadi induk perusahaan PT Berau Coal. Pada 19 Agustus 2010, PT Berau Coal Energy Tbk menyatakan go public dan mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam perjalanannya, bisnis batubara yang dikelola perusahaan mengalami puncak kegemilangannya. Pundi-pundi uang hasil eksploitasi batu bara dari perut bumi Berau begitu melimpah, utamanya saat era booming batu bara melanda dunia.
Namun, perusahaan mengalami oleng, disebabkan adanya masalah manajerial internal. Perusahaan akhirnya terjebak dalam utang yang menumpuk.
Pada Juli 2015, Grup Sinar Mas melalui Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE) berhasil menguasai kepemilikan PT Berau Coal Energy Tbk setelah sempat beradu tawaran dengan NR Holdings Limited milik Nathaniel Rothschild. ACE mengumumkan bahwa perusahaan telah merampungkan akuisisi dan menjadi perusahaan pengendali pada 20 Juli 2015.
“ACE menyatakan bahwa dirinya telah menjadi pengendali di PT Berau Coal Energy secara tidak langsung karena ACE telah memiliki 94,19 persen saham di Asia Resources Minerals Plc,” kata Sekretaris Perusahaan Berau Coal Gamal H. Wanengpati dalam keterangan resmi pada Kamis, 23 Juli 2015 silam sebagaimana dikutip sejumlah media ternama.
Asia Resources Minerals sendiri merupakan sebuah perusahaan publik yang didirikan berdasarkan hukum Inggris, yang sebelumnya memiliki 84,7 persen saham di PT Berau Coal Energy melalui Vallar Investment UK Limited.
Berau Coal pernah menjadi bagian dari Asia Resource Minerals, yang kemudian berganti nama menjadi Bumi Plc. Sahamnya dibeli pada bulan Juli 2010 oleh Vallar milik Nat Rothschild senilai £700 juta.
Pengambilalihan PT Berau Coal Energy oleh ACE ini setelah melalui persaingan akuisisi dengan Rothschild yang menawarkan dana senilai US$ 100 juta melalui skema penambahan saham (private placement). Sebaliknya, ACE dan Argyle Street Management memberikan alternatif untuk membeli perseroan senilai US$ 150 juta ditambah restrukturisasi utang.
Diperkirakan, areal konsesi yang dikelola PT Berau Coal mengandung batu bara sekitar 2,6 miliar ton. Aktivitas eksploitasi memproduksi batu bara termal menggunakan teknik pertambangan terbuka konvensional yang hasilnya banyak diekspor ke Tiongkok.
Dalam laman resminya beraucoalenergy.co.id, PT Berau Coal Energy dipimpin oleh Suwandi sebagai Direktur Utama. Ia dibantu oleh tiga orang direktur lainnya yakni Arief Wiedhartono, Monika Dhyana dan Sandy Irawan.
Sementara, pada jajaran Komisaris PT Berau Coal Energy, terdapat dua nama mantan pejabat hukum Indonesia dari lima jumlah komisaris perusahaan. Kedua mantan pejabat tersebut yakni Darmono, yang pernah menduduki kursi Wakil Jaksa Agung. Darmono menjadi Komisaris PT Berau Coal Energy sejak 2015 lalu. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Desember 2020, jabatan Darmono sebagai Komisaris diperpanjang sampai tahun 2025 mendatang.
Satu lagi mantan pejabat hukum yang duduk sebagai Komisaris Independen PT Berau Coal Energy yakni Komjen (Pol) Condro Kirono. Komjen (Purn) Condro Kirono pernah menjadi Kapolda Riau, Kakorlantas Polri dan Kapolda Jawa Tengah.
Komjen (Purn) Condro Kirono diangkat sebagai Komisaris Independen PT Berau Coal, sejak Agustus 2022 lalu.
Gugatan Yayasan Wasinus Didukung Masyarakat
Perjuangan Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) dalam mempertahankan keberadaan Hutan Penelitian Labanan di Berau dari ancaman eksploitasi baru bara, mendapat dukungan masyarakat. Elemen masyarakat yang menamakan dirinya Front Pemuda Kaltim (FPK) menilai langkah Yayasan Wasinus yang menggugat PT Berau Coal di Pengadilan Negeri Tanjung Redep sebagai tindakan penyelamatan hutan dan kehidupan.
FPK bahkan telah menunjukkan solidaritasnya terhadap Yayasan Wasinus dengan melakukan unjuk rasa damai di depan Pengadilan Negeri Tanjung Redep, Rabu (24/7/2024). Demonstrasi ini digelar bersamaan dengan sidang perdana gugatan Yayasan Wasinus terhadap PT Berau Coal serta Menteri ESDM dan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) sebagai Turut Tergugat.
"Kami hadir di sini untuk memberikan dukungan moral dan semangat atas perjuangan Yayasan Wasinus yang menggugat PT Berau Coal. Bahwa tambang batu bara, terlebih dilakukan di Hutan Penelitian Labanan, tidak saja menjadi ancaman bagi lingkungan, namun juga ancaman terhadap eksistensi kemanusiaan," tegas Koordinator Lapangan Front Pemuda Kaltim (FPK), Ayatullah Khomaini kepada media, Rabu dua pekan lalu.
FPK menilai, perjuangan lewat gugatan hukum Yayasan Wasinus adalah jalan terbaik dalam mempertahankan Hutan Penelitian Labanan. Itu sebabnya, FPK mengingatkan majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, menggunakan hati nurani yang tulus, agar nantinya putusan yang dijatuhkan bisa berpihak pada lingkungan dan masyarakat.
"Kami minta agar majelis hakim tegak lurus pada hati nurani dan memeriksa dengan seksama serta jernih seluruh bukti-bukti yang disampaikan oleh Yayasan Wasinus," tegas Ayatullah.
Ia menegaskan, FPK akan konsisten mengawal jalannya persidangan hingga putusan akhir dibacakan oleh majelis hakim. Menurutnya, persidangan ini sangat penting karena menyangkut nasib masyarakat dan kelestarian hutan.
"Kami menaruh harapan pada putusan yang berpihak pada lingkungan dan masyarakat. Kami akan kawal terus dalam setiap persidangan," tegas Ayatullah.
Isi Gugatan Yayasan Wasinus
Berdasarkan dokumen surat gugatan yang diperoleh, Yayasan Wasinus yang dikenal aktif dan konsisten melakukan gugatan terhadap pelaku pengrusakan lingkungan hidup ini, mengungkap bahwa telah terjadi pembukaan pertambangan batu baru di dalam kawasan Hutan Penelitian Labanan.
Yayasan Wasinus menemukan telah terjadi pembukaan areal pertambangan batu baru pada 9 lokasi di KHDTK Labanan. Setidaknya, aktivitas itu terjadi pada 3 kecamatan yakni Kecamatan Sambaliung, Teluk Bayur dan Kelay yang berada di Kabupaten Berau, Provinsi Kaltim.
Bahkan, temuan lapangan menemukan adanya pemasangan sejumlah tanda merek (plang) bertuliskan 'Objek Vital' sebagai wilayah PKP2B atas nama PT Berau Coal dengan nomor: PKP2B 178.K/40.00/DJG/2005. Plang tersebut memuat tulisan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM serta logo PT Berau Coal.
"Milik Negara, Dilarang Memindahkan," demikian tulisan pada bagian bawah plang tersebut.
Belakangan, plang tersebut kabarnya telah dicopoti, menyusul viralnya pemberitaan tentang gugatan serius ini.
Ketua Tim Hukum Yayasan Wasinus, Surya Darma, SAg, SH, MH menyebut, luas KHDTK Labanan mencapai 7.959,1 hektare. Penetapannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK nomor: SK.64/Menhut-II/2012 pada tanggal 3 Februari 2012.
Ia menjelaskan, proses penetapan KHDTK Labanan sesungguhnya memiliki dimensi global (internasional). Sebab, diawali oleh kerjasama pemerintah Indonesia melalui Badan Litbang Kehutanan dan Inhutani I dengan pemerintah Perancis lewat proyek Silviculture Techiquo for Regeneration of Logged Over Area in East Kalimantan yang dikenal dengan proyek STREK yang berakhir pada tahun 1996 lalu.
"Selanjutnya proyek tersebut dilanjutkan bekerja sama dengan Uni Eropa melalui proyek Berau Forest Management Project (BFMF)," tulis Yayasan Wasinus dalam surat gugatannya.
Surya menerangkan, keberadaan KHDTK Labanan sangat strategis terhadap kepentingan umum, sebagai penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta kepentingan regili dan budaya. Apalagi, KHDTK Labanan adalah miniatur hutan tropis dataran rendah dengan keragaman biodiversiti tertinggi.
Berdasarkan data komplikasi hasil eksplorasi, pada kawasan ini ditemukan lebih dari 58 family (150 genius) flora, 23 jenis mamalia, 89 jenis burung serta 40 jenis Herpetefauna. Selain itu terdapat pula berbagai jenis ekosistem gua yang merupakan objek penelitian dan pengembangan yang sangat penting dan menarik.
"Dengan demikian, kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Berau Coal pada KHDTK Labanan yang merupakan objek sengketa, telah melanggar kepentingan umum, berpotensi merusak lingkungan dan kekayaan biodiversiti flora dan fauna yang terdapat di dalamnya," terang Surya Darma.
Ia menyebut, pembukaaan pertambangan batu bara di KHDTK Labanan selain telah merusak hutan alam, namun juga telah mengambil kekayaan sumber daya alam di bawah hutan, tanpa mampu mengembalikan kawasan hutan sebagaimana mestinya, meski ada janji klaim dilakukan reklamasi pasca tambang.
Surya menegaskan, meski objek sengketa masuk dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Berau Coal, namun tidak serta merta perusahaan bisa membuka areal pertambangan dan memporak-porandakan KHDTK Labanan.
Pihaknya juga mempertanyakan soal pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan pada KHDTK Labanan oleh Menteri LHK kepada PT Berau Coal.
"Izin pinjam pakai kawasan hutan untuk keperluan pertambangan batu bara tersebut jelas telah mengakibatkan rusaknya kawasan hutan KHDTK Labanan, sehingga berdasarkan asas In Dubio Pro Natural, izin pinjam pakai kawasan hutan tersebut harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum yang mengikat," jelas Yayasan Wasinus dalam gugatannya.
Itu sebabnya, Yayasan Wasinus dalam gugatannya turut menyeret keterlibatan Menteri LHK dalam pemeriksaan perkara yang akan dilakukan majelis hakim PN Tanjung Redep. Menteri LHK diseret sebagai pihak Turut Tergugat I.
Sementara, Menteri ESDM yang telah menerbitkan segala perizinan PT Berau Coal di areal KHDTK Labanan juga turut ditarik dalam gugatan ini sebagai pihak Turut Tergugat II.
Minta Pengadilan Hentikan Kegiatan Pertambangan
Dalam provisi gugatannya, Yayasan Wasinus meminta majelis hakim untuk menghentikan kegiatan pertambangan batu bara yang dilakukan oleh PT Berau Coal, meskipun perkara ini belum berkekuatan hukum tetap.
Sementara, dalam gugatan primairnya, Yayasan Wasinus meminta seluruh gugatannya dikabulkan oleh majelis hakim. Selain itu, majelis hakim diminta untuk menyatakan bahwa PT Berau Coal telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Menyatakan semua perizinan pertambangan batu bara Tergugat (PT Berau Coal) tidak berkekuatan hukum sepanjang terhadap kegiatan di atas objek sengketa. Menghukum Tergugat untuk menghentikan seluruh kegiatan pertambangan batu bara (eksplorasi dan eksploitasi) di atas objek sengketa," demikian gugatan Yayasan Wasinus.
Yayasan Wasinus juga meminta majelis hakim menghukum PT Berau Coal membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100 juta setiap harinya, apalagi perusahaan lalai melaksanakan putusan yang diminta oleh Yayasan Wasinus.
"Menghukum Turut Tergugat I (Menteri LHK) dan Turut Tergugat II (Menteri ESDM) untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," demikian gugatan Yayasan Wasinus.
Manajemen PT Berau Coal telah dikonfirmasi soal gugatan Yayasan Wasinus ini via surat elektronik sejak beberapa hari lalu. Namun, hingga berita ini dikirimkan, belum ada respon balasan dari perusahaan batu bara tersebut. (R-03)