Chaidir Buka-bukaan Usai Diperiksa Polda Riau: Pernyataan FKPMR-PPMR Tidak Berbau SARA, Kami Mengingatkan Syarat Akhlak Calon Pemimpin Riau!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Chaidir telah selesai menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Ditreskrimsus Pola Riau, Selasa (30/7/2024) siang tadi. Chaidir bersama Ketua Umum Persebatian Pemuka Masyarakat Riau (PPMR) Nasrun Effendi dimintai keterangan (klarifikasi) atas terbitnya surat penolakan terhadap Nasir sebagai calon Gubernur Riau 2024.
Chaidir menyatakan, penyidik menanyakan tentang dasar terbitnya pernyataan sikap bersama FKPMR-PPMR yang menolak pencalonan Nasir. Ia menegaskan, pernyataan FKPMR-PPMR sama sekali tidak ada berbau SARA, sebagaimana yang berkembang dan muncul di media. FKPMR hanya mengingatkan soal kriteria kemuliaan akhlak seorang calon pemimpin.
"Kalau dibaca secara utuh dan direnungkan, maka sikap FKPMR-PPMR itu sama sekali tidak mengandung unsur SARA. Tetapi kami menyampaikan esensi dari pemimpin, yakni menyangkut kemuliaan akhlak dan budi pekerti," tegas Chaidir didampingi Nasrun Effendi dan Tim Penasihat Hukum, Suharmansyah SH, MH.
Chaidir menerangkan, munculnya surat berisi pernyataan sikap FKPMR-PPMR adalah berdasarkan hasil diskusi pengurus organisasi dan tokoh-tokoh masyarakat Riau. Hasil diskusi diformulasikan dalam bentuk pemikiran, masukan dan sikap bersama menyangkut calon pemimpin, secara khusus calon Gubernur Riau 2024.
Ia menyayangkan, ada kesan pernyataan sikap FKPMR-PPMR mengandung nuansa menyudutkan atau ujaran kebencian terhadap seseorang.
"Sama sekali tidak ada ujaran kebencian. Itu hanya merupakan seruan moral. Karena Pilkada bukan sekadar urusan memilih gubernur, bupati atau wali kota. Tapi, memilih pemimpin. Pemimpin bagi semua masyarakat," kata Chaidir.
Menurutnya, FKPMR-PPMR memiliki pandangan bahwa seorang calon pemimpin itu adalah sosok yang harus dihormati dan dihargai oleh masyarakat. Serta memiliki kapasitas, kapabilitas dan keteladanan. Rekam jejak seorang calon pemimpin juga menjadi ukuran kriteria yang dipertimbangkan oleh masyarakat pemilih.
"Dalam nilai-nilai budaya Melayu, kriteria pemimpin haruslah seseorang yang siddiq, tabliq dan fatonah. Yakni pemimpin yang amanah, menjadi teladan dan cerdas," kata Chaidir.
Chaidir menegaskan, di dalam Melayu, tidak pernah mempersoalkan asal usul dan puak calon pemimpin. Namun, substansinya adalah pada akhlak, kemuliaan serta budi pekerti.
"Jadi, kalau orang Melayu pun tapi tak punya akhlak, ya jangan dipilih," tegas Chaidir.
Ia menduga, tudingan terhadap sikap FKPMR-PPMR yang dinilai bernuansa SARA, kemungkinan karena surat pernyataan sikap yang diterbitkan pihaknya tidak dibaca secara utuh, cermat dan mendalam.
Lagipula, kata Chaidir, dalam era keterbukaan informasi dan kebebasan berdemokrasi saat ini, hak untuk berserikat dan menyampaikan pendapat telah menjadi kewajaran dan dijamin oleh konstitusi negara.
"Kita lihat saja kebebasan media saat ini. Ada kebebasan menyampaikan sikap dan pendapat yang menjadi roh demokrasi. Jadi, apa yang disuarakan oleh FPPMR dan PPMR itu jauh sekali dari kesan SARA dan ujaran kebencian terhadap seseorang," pungkas Chaidir.
Sebelumnya, Chaidir dan Nasrun Effendi datang memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Selasa (30/7/2024) pagi tadi. Pemanggilan ini terkait permintaan keterangan buntut konten surat penolakan organisasi Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau dan Persebatian Pemuka Masyarakat Riau (PPMR) yang menolak Muhammad Nasir sebagai calon Gubernur Riau 2024.
Tim Penasihat Hukum FKPMR-PPMR, Suhermansyah SH, MH menyebut pemeriksaan terhadap Chadir dan Nasrun berlangsung di ruangan Subdit V Krimsus di lantai lima Polda Riau, Jalan Pattimura, Pekanbaru.
Pemeriksaan terhadap Chaidir dan Nasrun Effendi semula dijadwalkan pada Senin (29/7/2024) kemarin. Namun lantaran FKPMR kemarin sedang melaksanakan acara Milad ke 26, maka pemeriksaan diundur menjadi Selasa hari ini.
Berdasarkan surat panggilan Polda Riau tertanggal 25 Juli 2024 terhadap Chaidir dan Nasrun, penyidik Polda Riau sedang menyelidiki dugaan pelanggaran Pasal 45A Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Panggilan Polda Riau
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi menyatakan pemanggilan terhadap Chaidir dan Nasrun dalam rangka meminta klarifikasi atas terbitnya surat penolakan dari Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) dan Persebatian Pemuka Masyarakat Riau (PPMR) yang dinilai bernuansa SARA.
"Kami akan meminta keterangan tentang maksud tujuan pihak yang membuat surat pernyataan yang indikasi menyangkut SARA dan penyerangan harkat martabat salah satu calon Gubernur," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Sabtu (27/7/2024) lalu.
Ini diawali beredarnya surat pernyataan bersama dari Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) dan Persebatian Pemuka Masyarakat Riau (PPMR) yang menolak Nasir dicalonkan sebagai calon Gubernur Riau 2024. Salah satu alasannya, karena FKPMR-PPMR menuding Nasir tidak memiliki hubungan historis dan ikatan emosional secara langsung dengan Riau.
Kedua organisasi dalam surat pernyataannya tersebut juga menulis "sudah menjadi rahasia umum bahwa yang bersangkutan (Nasir) juga memiliki rekam jejak yang tidak terpuji, sangat jauh dari kriteria dan persyaratan kepemimpinan Melayu Riau. Namun, FKPMR-PPMR tidak menjelaskan secara terbuka soal 'rahasia umum' yang dimaksud.
Selain itu, FKPMR-PPMR juga menuding selama 3 periode Nasir duduk sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan Riau, tidak pernah memberikan kontribusi yang nyata dan berarti bagi pembangunan daerah Riau. Surat tersebut ditandatangani oleh Chaidir selalu Ketua Umum FKPMR dan Nasrun Effendi selalu Ketua Umum PPMR.
Kombes Nasriadi menjelaskan, langkah yang dilakukan Polda Riau ini dilatari oleh hasil patroli siber di dunia maya oleh Subdit Cyber Ditkrimsus, sebagai upaya untuk mencegah kejahatan via dunia maya, termasuk dalam hal mencegah kejahatan judi online dan pornografi.
"Dan salah satu tujuan patroli cyber adalah menjaga kondisi aman dan terkendali menjelang Pilkada Gubernur, Bupati dan Walikota di wilayah hukum Polda Riau," terang Kombes Nasriadi.
Ia menjelaskan, hasil Patroli Cyber mendapatkan link berita yg berhubungan dengan Pilkada di Riau khususnya Pilgub Riau 2024. Dimana inti berita yang beredar di media sosial, bahwa ada lembaga yang menolak salah satu calon gubernur karena beberapa alasan. Yakni, lanjut Kombes Nasriadi, menyangkut dengan hubungan dengan orang asli Melayu, watak dan sifat calon gubernur yang ditolak.
"Hal ini merupakan indikasi embrio SARA dan perpecahan yang harus kita cegah bersama, demi terwujudnya situasi dan kondisi yang aman dan tenang menjelang pelaksanaan Pilkada," kata Kombes Nasriadi.
"Sehingga oleh karena itu kami memandang perlu untuk mengundang klarifikasi kepada orang tersebut," tegas Kombes Nasriadi.
Menurut Kombes Nasriadi, penolakan atas pencalonan terhadap salah satu kandidat Gubernur Riau itu, juga telah direspon oleh banyak pihak, salah satunya ditanggapi oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Agung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Syahril Abu Bakar. Dalam pernyataannya di media, Syahril menilai pernyataan FKPMR dan PPMR yang menolak Nasir sudah mengarah ke SARA.
Kombes Pol Nasriadi melanjutkan, langkah meminta klarifikasi ini juga bertujuan memberikan edukasi kepada pihak yang membuat surat penolakan terhadap salah satu kandidat tentang pentingnya menjaga persatuan tanpa melihat suku, agama dan ras.
"Juga untuk mencegah agar tidak ada lagi tindakan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, dan lembaga yang dapat memecah persatuan dan keharmonisan bagi masyarakat Riau menjelang Pilkada 2024," kata Kombes Nasriadi.
Menurutnya, Polda Riau akan melakukan penegakan hukum yang profesional terhadap segala usaha dan tindakan yang dapat berakibat pada munculnya gangguan kamtibmas menjelang Pilkada.
"Semuanya adalah dengan satu tujuan, yaitu untuk terwujudnya suasana damai dan kondusif di Provinsi Riau menjelang pelaksanaan Pilkada Provinsi Riau," pungkas Nasriadi.
Skenario 3 Paslon Pilkada Riau
Skenario tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Pilkada Riau 2024 makin mengkristal. Poros politik makin mengarah pada pembentukan tiga poros koalisi partai politik (parpol) yang akan bertarung pada 7 November mendatang.
Pendaftaran paslon kepala daerah daerah dan wakil kepala daerah baru akan dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 27 hingga 29 Agustus mendatang. Namun, manuver parpol begitu terasa, meski masih sangat cair. Koalisi parpol tampaknya belum terkunci rapat.
Adalah pasangan Nasir-Wardan yang pertama kali menunjukkan tanda-tanda memperoleh tiket berlayar dalam Pilgub Riau 2024. Empat partai politik tampaknya sudah sepakat mengusung duet dengan singkatan 'Nawaitu' ini.
Keempat parpol pengusung Muhammad Nasir-Muhammad Wardan tersebut yakni Partai Demokrat yang memiliki 8 kursi DPRD Provinsi Riau. Kemudian disusul oleh Partai Gerindra yang juga punya 8 kursi di DPRD Riau dan kemarin PAN yang memiliki 5 kursi telah menerbitkan surat dukungan untuk Nasir-Wardan. Sebelumnya, PPP yang punya 1 kursi di DPRD Riau juga telah menerbitkan rekomendasi dukungan bagi Nasir-Wardan.
Jika tidak ada perubahan, kandidat paslon Nasir-Wardan dengan bekal 22 kursi DPRD Riau dipastikan sudah bisa berlayar di Pilkada Riau 2024. Namun, peluang untuk menambah mitra koalisi masih sangat terbuka.
Duet Nasir-Wardan ini merupakan perpaduan dua warna politik yang berbeda. Nasir yang masih berstatus anggota DPR RI merupakan kader Partai Demokrat. Sementara, pasangannya Wardan adalah kader Partai Golkar, mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil) dua periode.
Keduanya punya jalan politik yang nyaris hampir sama. Nasir gagal mempertahankan kursinya di DPR RI dapil Riau 2 dalam Pileg 2024 lalu. Sementara, nama Wardan tercoret lebih awal dalam proses seleksi caleg tetap Partai Golkar. Ia gagal menjadi caleg DPR RI dapil Riau 2 lewat Partai Golkar.
Warna politik Nasir juga punya corak. Dua putranya berhasil duduk sebagai caleg DPR RI terpilih dari Partai Gerindra. Satu bernama Muhammad Rahul yang merupakan anggota DPR RI petahana dapil Riau I. Rahul juga merupakan Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Riau. Ia berhasil mempertahankan kursinya dalam Pileg 2024 lalu.
Sementara, sang adik Muhammad Rohid dipastikan sukses melenggang menjadi anggota DPR RI dapil Riau 2 di Pileg 2024. Ia mengikuti jejak sang kakak menggunakan perahu Partai Gerindra.
Kembali ke poros koalisi Pilkada Riau 2024, satu paslon lain yang dipastikan berlayar yakni Syamsuar-Mawardi Saleh. Duet ini diusung oleh koalisi Golkar-PKS.
Syamsuar merupakan Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Riau. Ia dua periode menjabat Bupati Siak dan terakhir menjadi Gubernur Riau periode 2018-2023. Syamsuar punya modal 10 kursi DPRD Riau milik Partai Golkar.
Mawardi Saleh merupakan seorang ustaz kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai dakwah ini juga memiliki 10 kursi di DPRD Riau. Dengan demikian, koalisi parpol pengusung Syamsuar-Mawardi memiliki kekuatan total 20 kursi di DPRD Riau, melebihi batas minimal 13 kursi sebagai syarat mendaftarkan diri ke KPU.
Nah, bagaimana dengan kiprah politik SF Hariyanto? Berstatus sebagai pendatang baru di dunia politik praktis, langkah SF Hariyanto terbilang senyap. Gerakan politiknya tak begitu mengemuka di permukaan.
Bisa saja, ia menggunakan strategi gerakan bawah tanah. Bisa dibilang SF Hariyanto muncul sebagai kuda putih dalam Pilkada Riau 2024 ini. Kemunculan namanya dalam blantika politik membuat konstelasi koalisi Pilkada 2024 jadi buyar dan makin menarik.
Tahun depan, masa dinasnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) akan habis. Wajar saja ia punya ambisi akan menyambung karir birokratnya ke dunia politik gelanggang Pilkada.
SF Hariyanto dikabarkan dekat dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ini ditandai dengan terpilihnya sang istri, Adrias sebagai anggota DPRD Provinsi Riau 2024-2029 dapil Kabupaten Kampar lewat PKB.
PKB punya 6 kursi di DPRD Riau. Tentu saja jumlah kursi itu belum cukup untuk menjadi perahu politik bagi SF Hariyanto.
Siapa pasangan yang digandeng SF Hariyanto? Tentu saja masih tersedia sejumlah tokoh dan elit daerah yang punya kans mendampingi SF Hariyanto. Misalnya saja Abdul Wahid, anggota DPR RI yang juga Ketua DPW PKB Provinsi Riau.
Sempat beredar pula poster memuat foto duet SF Hariyanto berdampingan dengan Septina Primawati. Sosok perempuan yang satu ini adalah istri mantan Gubernur Riau dua periode Rusli Zainal.
Soal beredarnya poster tersebut, SF Hariyanto tak mau berkomentar. Saat dikonfirmasi SabangMerauke News, SF Hariyanto hanya membalas lewat candaan gambar stiker WhatsApp.
Ketokohan Rusli Zainal, suami dari Septina Primawati masih sangat terasa. Ia dijuluki sebagai Bapak Pembangunan Riau, atas terobosannya membangun banyak fasilitas infrastruktur saat menjabat Gubernur Riau.
Rusli Zainal juga dikenal sebagai juru lobi yang dapat diterima banyak pihak dan lapisan masyarakat, masih banyak fans dan pengagumnya. Usai bebas dari lembaga permasyarakatan, Rusli memang langsung terjun ke dunia politik. Ia aktif sebagai relawan pemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 lalu.
Jangan lupa, Rusli Zainal adalah tokoh Partai Golkar, ia pernah menjabat sebagai salah satu Ketua DPP Partai Golkar di era Aburizal Bakrie.
Sebenarnya, masih ada dua partai lain yang tersisa, namun belum jelas arah dukungannya. Kedua partai tersebut yakni NasDem dan PDI Perjuangan.
Kekuatan 3 partai yang belum memberikan dukungan politiknya mencapai 23 kursi di DPRD Provinsi Riau. PDI Perjuangan memiliki 11 kursi, PKB 6 kursi dan NasDem 6 kursi di DPRD Riau.
NasDem sebenarnya punya satu orang tokoh untuk maju di Pilkada Riau. Ia adalah Edy Natar Nasution yang sempat menjadi Gubernur Riau selama 3 bulan lamanya. Ia mengisi kekosongan kursi Gubernur Riau yang ditinggalkan Syamsuar pada November 2023 lalu. Sebelumnya, Edy Natar merupakan Wakil Gubernur Riau mendampingi Syamsuar.
Belakangan tersiar kabar hubungan keduanya kurang harmonis. Tapi, bukan tak mungkin, kondisi peta politik mutahir membuat Syamsuar-Edy Natar kembali bersatu.
Bintang politik Edy Natar akhir-akhir ini kurang bersinar. Belum terdengar kekuatan poros politik yang dibangunnya untuk maju ke Pilkada Riau 2024. Dukungan parpol terasa belum mengarah kepadanya. (R-03)