Pemkab Meranti Minta Ahli Waris yang Klaim Miliki Lahan di Jalan Terpadu Ajukan Gugatan, Pengacara: Itikad Baik Pemda Tak Ada!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Ahli waris lahan Jalan Terpadu yang menjadi akses keluar masuk ke beberapa kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kepulauan Meranti kembali mendesak pemerintah daerah untuk memberikan kompensasi.
Ahli waris tersebut, yakni pasangan suami istri Eddy Suwanto dan Evi Andriani, merasa kecewa karena hingga kini pemerintah daerah belum memberikan ganti rugi terhadap lahan yang sudah dibangun jalan tersebut.
Evi Andriani dan suaminya telah melakukan pemblokiran jalan sebanyak dua kali sebagai ungkapan kekecewaan mereka. Keluarga ahli waris lahan mendesak penyelesaian segera atas ganti rugi lahan yang telah digunakan untuk pembangunan jalan. Mereka berharap Pemerintah Kabupaten Meranti dapat segera menuntaskan masalah ini agar tidak mengganggu aktivitas di kompleks perkantoran dan menjaga ketertiban umum.
Evi Andriani mengungkapkan harapannya agar hak mereka segera dipenuhi dan meminta semua pihak untuk memahami posisi mereka dalam perjuangan memperoleh ganti rugi yang adil.
Ia berharap pemerintah daerah dapat segera mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ganti rugi lahan ini secara adil dan transparan. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat serta memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak merugikan pihak mana pun.
Namun, dalam rapat terbatas yang diadakan pemerintah daerah dan dihadiri oleh Asisten Sudandri Jauzah, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Rahmawati, Kuasa Hukum Pemda, Masnur, dan pihak lainnya, tetap bersikukuh dengan pernyataan sebelumnya yakni menganjurkan Evi Andriani untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
Hal ini dinyatakan setelah beberapa kali negosiasi dan fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak menghasilkan kesepakatan. Pemerintah daerah menyatakan bahwa langkah pengajuan gugatan ke pengadilan adalah solusi yang paling tepat dan final.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum ahli waris, Agus Suliadi, SH, menyatakan bahwa jika harus menggugat lagi, perlu dilihat terlebih dahulu itikad baik pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Agus menegaskan bahwa masalah ini tidak bisa diombang-ambingkan, terutama karena ahli waris sudah memiliki bukti kepemilikan tanah yang sah dan surat penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama yang sudah tertuang dalam kesepakatan perdamaian mediasi sebelumnya.
"Pada pertemuan dengan penggugat pada 26 Juli lalu, Pemda kembali meminta agar penggugat menyiapkan bukti kepemilikan tanah yang sah, surat penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama. Padahal kedua item tersebut sudah tertuang didalam kesepakatan perdamaian mediasi pada pasal 4 poin A dan C, sehingga bisa dikatakan,sikap Pemda ini benar-benar membingungkan. Entah mereka tidak paham dengan isi kesepakatan tersebut atau mereka sengaja membuat perkara ini berbelit-belit," kata Agus Suliadi.
"Jika disebutkan ingin menggugat lagi kita harus lihat terlebih dahulu itikad baik pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah ini, mereka mau bayar apa tidak. Kalau tak mau bayar, kan percuma saja. Jangan karena masyarakat buta hukum lalu masalah ini diombang ambingkan, lalu kemana lagi mereka harus mengadu," ujarnya lagi.
Agus mengungkapkan bahwa mediasi yang dilakukan sudah memasuki tahap sidang selama enam kali dalam tiga bulan, namun mediasi tersebut batal karena Pemda mencabutnya. Agus menyatakan bahwa sikap Pemda yang membingungkan dan terkesan tidak memiliki itikad baik telah membuat pihaknya mencabut gugatan.
"Kita diminta untuk menggugat lagi karena belum ada dasar dari pengadilan. Ini agak lucu dan terkesan main-main. Adapun yang kita jalani kemarin, memasuki tahap mediasi, jika yang diinginkan adalah produk hukum, mediasi ini juga merupakan sebuah produk hukum dan bukan perjanjian dibawah tangan, " tuturnya.
"Adapun kami mencabut gugatan karena menilai Pemda Kepulauan Meranti tidak memperlihatkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini, padahal kesepakatan damai yang telah ditandatangani oleh para pihak dan hakim mediator sudah sejalan dengan Perma No 1 Tahun 2016 dan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata," ucap Agus.
Agus juga menyatakan bahwa Pemda Kepulauan Meranti juga tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah terhadap lahan yang dipersengketakan, sementara ahli waris memiliki bukti otentik kepemilikan lahan. Menurutnya, penolakan Pemda terhadap kesepakatan damai yang dilakukan di pengadilan tidak memiliki dasar hukum dan merupakan bentuk arogansi pemerintah daerah yang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan persoalan masyarakatnya.
"Jika alasannya mencabut mediasi karena kami tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah itu sangat tidak masuk akal, karena setelah sidang mediasi itu kami bertemu dengan Bupati langsung di rumah dinasnya," ujar Agus.
Agus menyebutkan, jangan-jangan kuasa hukum pemerintah daerah, tidak paham terhadap klausul yang tertuang dalam mediasi itu atau memang tidak ada itikad baik sama sekali untuk menyelesaikan masalah ini.
" Ini merupakan kesepakatan perdamaian yang bersyarat bukan alih-alih eksekusi. Intinya tidak ada eksekusi disini. Hanya saja memerintahkan masing-masing pihak untuk melaksanakan kesepakatan yang tertuang dalam kesepakatan mediasi tersebut," ujar Agus lagi.
Agus Suliadi mengungkapkan bahwa saat pihak Pemda Kepulauan Meranti menolak kesepakatan damai dalam persidangan, ia meminta perwakilan Pemda, yang diwakili oleh Asisten II Mahdi dan kuasa hukum Pemda, untuk mempelajari terlebih dahulu dan memahami klausul yang tertuang dalam kesepakatan tersebut. Namun, menurut Agus, Pemda menolak tanpa memahami klausul yang ada, sehingga sikap ini dianggap sebagai bentuk arogansi dan tidak beritikad baik untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.
"Waktu itu sepertinya mereka menolak saja tanpa memahami klausul yang ada.
Tapi kenyataannya mereka mencari solusi berdasarkan apa yang tertuang kesepakatan damai tersebut. Jadi menurut kami penolakan kesepakatan damai yang dilakukan Pemda Meranti tidak memiliki dasar dan tidak beralasan hukum dan sebagai bentuk sikap arogansi pemerintah daerah yang tidak beritikad baik untuk meyelesaikan persoalan masyarakatnya. Sehingga waktu itu Hakim marah dan mengatakan pihak pemda tidak paham tatanan peradilan," ungkapnya
Menurutnya, kesepakatan damai yang telah ditandatangani oleh para pihak dan hakim mediator sudah sesuai dengan Perma No 1 Tahun 2016 dan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata tentang sahnya perjanjian.
Dikarenakan tidak adanya itikad baik dari pemerintah daerah yang mencabut hasil mediasi, membuat pihak kuasa hukum penggugat mencabut gugatannya.
"Kami sebagai penasehat hukum penggugat mencabut dulu gugatan tersebut karena kami menilai Pemda Kepulauan Meranti tidak memperlihatkan itikad baiknya untuk menyelesaikan masalah ini, padahal kesepakatan damai yang telah di tandatangani oleh para pihak dan juga telah ditanda tangani hakim mediator sudah sejalan dengan Perma No 1 Tahun 2016. Dimana isi kesepakatan juga sudah mengakomodir permintaan Pemda Meranti melalui surat yang diserahkan langsung oleh Kabag hukum sewaktu di persidangan," ucapnya.
Agus juga menyatakan bahwa bukti kepemilikan lahan oleh ahli waris sudah otentik, sementara Pemda tidak memiliki surat bukti kepemilikan.
"Saya juga heran dengan kasus ini. Yang menggugat ada surat otentik bukti kepemilikannya, sementara pemda yang membantah ini tidak ada surat sama sekali," ungkapnya.
Dalam keputusan pengadilan mediasi perkara perdata Nomor: 46/Pdt.G/2023/PN.BIs tanggal 21 Desember 2023, pihak pertama yakni Eddy Suwanto dan pihak kedua Pemerintah Daerah Kepulauan Meranti dan Dinas PUPR telah mencapai kesepakatan dengan syarat-syarat dan ketentuan diantaranya
Pihak Pertama yakni Eddy Suwanto yang diwakili Kuasa Hukum Dr. Khoiri berdasarkan surat Kuasa Khusus. Sementara pihak kedua yakni Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Dinas PUPR yang diwakili oleh Kuasa Hukum Irfansyah berdasarkan surat Kuasa Khusus.
Saat itu pihak pertama menerangkan bahwa mereka adalah pemilik sah sebidang tanah seluas lebih kurang 4200 meter di Jalan Dorak, RT 003/RW 003, Kelurahan Selatpanjang Timur. Sementara pihak kedua mengakui memanfaatkan dan menggunakan bidang tanah tersebut yang menurut pihak pertama belum diganti rugi.
Selanjutnya pihak pertama sepakat memberikan surat legalitas kepemilikan tanah dan surat keterangan dari Pemda Bengkalis yang menyatakan tanah tersebut belum pernah diganti rugi. Kemudian pihak kedua sepakat untuk melakukan pembayaran ganti rugi setelah pihak pertama menyerahkan syarat-syarat yang dimaksud pada pasal 4.
Selanjutnya pihak kedua akan melakukan pembayaran ganti rugi dan akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun anggaran 2024 paling lambat 31 Desember 2024. Apabila pihak kedua gagal melaksanakan kewajibannya, pihak pertama diperbolehkan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.
Adapun pembayaran akan dilakukan secara transfer (transaksi non-tunai) ke rekening kuasa pihak pertama atas nama Khoiri.
Agus menegaskan bahwa penolakan Pemda terhadap kesepakatan damai ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap tatanan peradilan. Sebagai hasilnya, pihak kuasa hukum penggugat mencabut gugatannya karena menilai Pemda Kepulauan Meranti tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan masalah ini. (R-03)