Masrul Kasmy atau Syahrial Abdi, Siapa Bos Komut Bank Riau Kepri yang Bernyali?
SABANGMERAUKE, Riau - Misteri berkepanjangan siapa orang yang menduduki kursi nomor satu di Bank Riau Kepri (BRK) akan segera terjawab. Pada Senin (15/11/2021) mendatang, bank daerah plat merah tersebut akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS-LB). Agendanya: penetapan komisaris utama, komisaris independen dan direktur kepatuhan manajemen risiko BRK.
Dua nama yang dicalonkan untuk masing-masing jabatan tersebut sudah menjalani fit and proper test oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk posisi komisaris utama, dua birokrat tulen yakni Masrul Kasmy dan Syahrial Abdi saling berkompetisi. Pada posisi calon komisaris independen, ada Roy Prakoso dan Yandrisyah. Sementara untuk kursi direktur kepatuhan dan manajemen risiko, Fajar Restu Febriansyah dan Hendra Buana akan ditimang-timang oleh pemegang saham.
Hingga kini, meski sudah ada bocoran nama yang belum terkonfirmasi soal keenam calon yang lolos fit and proper test OJK, namun spekulasi siapa yang akan mengisi tiga jabatan strategis tersebut masih tertutup rapat.
Masrul dan Syahrial sesungguhnya dua birokrat berpengalaman yang ada di Riau. Masrul pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Kepulauan Meranti. Ia juga sempat menjabat sebagai pejabat Sekdaprov Riau, pasca-kasus hukum yang menerpa Sekdaprov Riau, Yan Prana Jaya.
Jika saja Yan Prana tak tersangkut kasus hukum di Kejaksaan Tinggi Riau, bisa dipastikan mantan Kepala Bappeda Kabupaten Siak itu mulus menduduki jabatan komisaris utama BRK. Namun takdir tak dapat ditolak, Yan Prana harus tabah menjalani masa hukuman oleh jejak lama yang diendus Korps Adhyaksa di Riau.
Jabatan komisaris utama BRK memang biasanya dipegang oleh sekretaris daerah Provinsi Riau. Namun, SF Hariyanto yang baru beberapa bulan lalu dilantik menjadi Sekdaprov Riau, urung mengikuti fit and proper test. Kadung proses pengajuan kandidat komut BRK sudah lebih dulu digelar oleh OJK. Penetapan komut BRK sesegera mungkin amat penting. Soalnya, BRK sedang akan melakukan konversi menjadi perbankan syariah, meski target tahun ini dipastikan tak akan terwujud.
Kembali ke sosok Masrul Kasmy, mantan Pejabat Bupati Rokan Hulu ini sarat akan pengalaman birokrasi. Ia kini menduduki jabatan staf ahli gubernur Riau Bidang Hukum, Pemerintahan dan SDM. Sederet jabatan eselon dua lain juga pernah dia duduki.
Sementara Syahrial Abdi juga sarat akan pengalaman. Pamong alumni STPDN ini pernah dipercaya dua kali menjadi Pejabat Bupati: Bengkalis dan Kampar. Syahrial yang kini merupakan Asisten III Setdaprov Riau juga dipercaya Gubernur Riau Syamsuar sebagai Ketua Tim Asistensi Percepatan Progress APBD Riau dan 12 Kabupaten/ Kota. Tim ini muncul guna akselerasi ekonomi Riau di tengah hantaman pandemi Covid-19. Pria ini juga merupakan Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Riau. Sebelumnya, ia menjabat Kadis ESDM Riau.
Tak bisa dipungkiri kalau jabatan penugasan sebagai Komut BRK tak lepas dari andil Gubernur Syamsuar. Peran Ketua DPD I Partai Golkar ini menentukan. Meski Pemprov Riau bukanlah pemegang saham mayoritas di BRK, namun kepemilikan saham Pemprov Riau unggul dibanding pemda-pemda lain di dua provinsi: Riau dan Kepulauan Riau. Apalagi Pemprov Riau berambisi untuk menjadi pemegang saham mayoritas lewat suntikan penyertaan modal mulai tahun depan.
Tentu saja, Masrul dan Syahrial tak bisa tinggal diam. Barangkali komunikasi dengan kepala daerah di Riau dan Kepri sedang mereka gencarkan. Entah siapa yang lebih disukai para bupati dan walikota sebagai otoritas representatif pemegang saham di BRK.
Lepas dari itu semua, posisi Komut BRK tak lagi boleh dianggap sekadar 'hadiah' apalagi jatah. Selama ini, Komut BRK cenderung pasif dan tak memiliki gebrakan nyata. Tantangan BRK kian besar ditambah ambisi menuju konversi perbankan syariah.
Dari sisi kondisi internal, BRK juga tidak sedang baik. Pada Agustus lalu, BRK kena semprit oleh Bank Indonesia. Ini disebabkan pelanggaran ketentuan tingkat kewajiban pemberian kredit atau pembiayaan UMKM tahun 2020 yang tak memenuhi ambang batas minimal. Ketentuan Bank Indonesia mewajibkan tingkat penyaluran kredit minimal 20 persen, namun BRK hanya memenuhi kisaran 13 persen.
Rasio profitabilitas BRK pun sedang bermasalah. Return on Aset (ROA) pada posisi 30 Juni 2021 masih di angka 1,83 persen. Padahal sebelumnya pada 31 Desember 2020 masih tinggi yaitu 2,93 persen.
Dari sisi pengembalian ekuitas, Return on Equity (ROE) kinerja BRK juga turun. Laporan publikasi per 30 Juni 2021 hanya sebesar 13,4 persen. Sementara pada posisi 31 Desember 2020, ROE tercatat 19,97 persen. Kondisi ini menyebabkan perolehan laba perusahaan akan mengalami penyusutan secara signifikan.
Dari sisi reputasi, BRK pun mengalami beragam hantaman. Sejumlah kasus hukum menjerat para pejabat operasional dan karyawan teknis hingga level teller. Kasus kejahatan perbankan (fraud) masih kerap terjadi. Meski klaim fraud tersebut adalah perbuatan individu (oknum), namun sulit melepaskannya dengan tanggung jawab perseroan.
Kasus paling anyar yang mendera BRK yakni skandal 'berjamaah' pemberian fee premi asuransi kredit multiguna nasabah. Tiga orang mantan kepala cabang dan cabang pembantu sudah divonis bersalah. Fakta persidangan bahkan menyebut masih ada dugaan puluhan kepala cabang/ cabang pembantu/ kedai BRK yang ikut menikmati fee ilegal tersebut.
BRK benar-benar menghadapi ujian soal reputasi dan integritas pegawai dan kelembagaannya. Agak sulit mengubah citra tersebut, jika tidak ada perubahan fundamental yang dilakukan para pengurus perseroan.
Tentu saja, kondisi itu hanya dapat diperbaiki oleh jajaran komisaris dan direksi yang berintegritas dan juga bernyali. Jika hanya melakukan pergantian pemain saja dengan kualitas ala kadarnya dan mental yang biasa-biasa saja, mustahil BRK bisa berlari kencang, kalau bukan mundur ke belakang.
Lebih rumit jika pergantian pengurus persero hanya sekadar titipan dan bagi-bagi jabatan. Belum lagi kalau penentuan jabatan komisaris dan direksi ada muatan politik. Agak sulit memang membantah tudingan BRK selalu dikaitkan dengan kepentingan penguasa daerah. Sebab, BRK merupakan BUMD paling stategis dan menyimpan banyak pundi-pundi.
Pemegang saham BRK tak boleh main-main menentukan orang untuk duduk di jabatan strategis dalam RUPS-LB, Senin pekan depan. Bolong-bolong di tubuh kapal BRK tak selesai jika hanya ditambal sulam. Para petinggi BRK jangan hanya duduk manis sekadar menikmati fasilitas dan tunjangan. Koreksi total harus segera dilakukan. (*)