Yayasan Wasinus Gugat Menteri LHK ke PTUN Jakarta, Gara-gara Ubah Status Hutan Lindung Bukit Sanggul Jadi Hutan Produksi Diduga untuk Tambang Emas
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) kian menunjukkan eksistensinya melawan kebijakan yang mengancam dan merusak hutan serta lingkungan hidup di wilayah Indonesia. Kali ini, Yayasan Wasinus menggugat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Siti Nurbaya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan terbaru Yayasan Wasinus ini dilakukan atas tindakan Menteri LHK Siti Nurbaya yang telah mengubah status Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul di Kabupaten Seluma, Bengkulu menjadi Hutan Produksi (HP). Adapun luasan Hutan Lindung Bukit Sanggul yang diturunkan 'kelasnya' menjadi Hutan Produksi yakni mencapai 19.223,73 hektare.
Penurunan status Hutan Lindung Bukit Sanggul menjadi Hutan Produksi oleh Menteri LHK ini, diduga kuat terkait dengan rencana kegiatan pertambangan emas yang akan dilakukan oleh dua perusahaan pertambangan emas di dalam kawasan hutan tersebut. Dua perusahaan pertambangan emas yang disebut akan menggarap HL Bukit Sanggul yakni PT Energi Swa Dinamika Muda dan PT Perisai Prima Utama.
Penurunan status Hutan Lindung Bukit Sanggul menjadi Hutan Produksi dilakukan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya dengan menerbitkan Surat Keputusan Menteri LHK RI nomor: SK.553/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2023 tentang Perubahan Status Kawasan Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul di Kabupaten Seluma menjadi Hutan Produksi (HP) seluas 19.223,73 hektare.
Pantauan SabangMerauke News pada laman SIPP PTUN Jakarta, gugatan Yayasan Wasinus ini telah didaftarkan ke PTUN Jakarta dengan nomor registrasi perkara: 249/G/2024/PTUN.JKT tanggal 22 Juli 2024.
Ketua Tim Hukum Yayasan Wasinus, Surya Darma SAg, SH, MH menerangkan, sebelum mendaftarkan gugatan tindakan pemerintahan ke PTUN Jakarta, Yayasan Wasinus telah meminta agar Menteri LHK Siti Nurbaya membatalkan atau mencabut Surat Keputusan Menteri LHK RI nomor: SK.553/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2023 tentang Perubahan Status Kawasan Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul di Kabupaten Seluma menjadi Hutan Produksi (HP) seluas 19.223,73 hektare. Permohonan itu disampaikan lewat surat tertulis pada tanggal 30 Mei 2024 lalu.
"Namun, sampai saat ini Menteri LHK tidak mencabut atau membatalkan SK tersebut. Sehingga Yayasan Wasinus menempuh gugatan hukum ini lewat PTUN Jakarta sebagai upaya hukum untuk membatalkan atau mencabut SK tersebut," kata Surya Darma, Senin (22/7/2024).
Surya Darma menjelaskan, keberadaan Hutan Lindung Bukit Sanggul sangat strategis dan vital. Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan Yayasan Wasinus, di wilayah HL Bukit Sanggul masih mempunyai tegakan kayu alam. Selain itu, posisi HL Bukit Sanggul berada pada ketinggian 200 mpdl hingga 1.800 mpdl, dengan tingkat kelerengan 25 persen hingga 45 persen atau kategori curam. Dengan kondisi itu, maka HL Bukit Sanggul rawan bencana banjir bandang dan tanah longsor.
"Maka dengan demikian, Hutan Lindung Bukit Sanggul tidak memenuhi syarat dan kriteria untuk diturunkan menjadi Hutan Produksi," tegas Surya Darma.
Fakta alam lain yang ditemukan yakni, Hutan Lindung Bukit Sanggul merupakan hulu dari enam sungai besar yang ada di daerah sekitar. Antara lain Sungai Kungkai, Seluma, Talo, Alas, Selali, Maras dan Sungai Pino.
"Jika Hutan Lindung Bukit Sanggul diturunkan statusnya menjadi Hutan Produksi yang diduga kuat akan dijadikan kawasan pertambangan pola terbuka, jelas akan mengakibatkan rusaknya semua sungai-sungai tersebut. Tata air akan rusak, banjir dan longsor akan mengancam kehidupan di sekitarnya," tegas Surya Darma.
Isi Gugatan Yayasan Wasinus
Dalam surat gugatannya di PTUN Jakarta, Yayasan Wasinus menjadikan tindakan administrasi Menteri LHK Republik Indonesia yang tidak mencabut SK 533/Menlhk/Setjen/PLA.2/2023 sebagai objek gugatannya.
Alasannya, berdasarkan tenggang waktu, menurut Pasal 53 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, Menteri LHK sebagai Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan atau melakukan keputusan atau tindakan dalam waktu 5 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan.
Namun, sejak dilayangkannya surat permohonan oleh Yayasan Wasinus ke Menteri LHK agar mencabut atau membatalkan SK 533/Menlhk/Setjen/PLA.2/2023 yang disampaikan pada 30 Mei 2024 lalu, seharusnya Menteri LHK sudah mengeluarkan keputusan atau tindakan paling lambat pada 7 Juni 2024. Namun, hingga didaftarkannya gugatan ke PTUN, Menteri LHK tak kunjung mencabut SK penurusan status Hutan Lindung Bukit Sanggul menjadi Hutan Produksi.
Dalam alasan gugatannya, Yayasan Waninus menyinggung soal kriteria Hutan Lindung yang diatur dalam Pasal 24 ayat 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Dimana beberapa kriteria Hutan Lindung yakni kawasan hutan memiliki lereng lapangan 40 persen atau lebih, kawasan hutan sangat peka terhadap erosi lereng serta hutan yang merupakan daerah resapan air.
Kondisi Hutan Lindung Bukit Sanggul identik dengan kriteria tersebut, dengan demikian Hutan Lindung Bukit Sanggul tidak bisa diubah statusnya menjadi Hutan Produksi.
Yayasan Wasinus menilai, terbitnya SK Menteri LHK tentang perubahan status Hutan Lindung Bukit Sanggul menjadi Hutan Produksi, selain telah melanggar peraturan perundang-undangan juga melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
Dalam AAUPB, seharusnya setiap tindakan pejabat pemerintahan mematuhi asas kepastian hukum. Namun dengan dilakukannya pengubahan status Hutan Lindung Bukit Sanggul menjadi Hutan Produksi oleh Menteri LHK, maka kepastian hukum menjadi terancam, karena Hutan Lindung Bukit Sanggul memenuhi kriteria sebagai hutan lindung, bukan Hutan Produksi.
Yayasan Wasinus dalam gugatannya juga mempersoalkan asas kecermatan yang telah dilanggar oleh Menteri LHK. Dengan keputusannya, Menteri LHK dinilai telah menimbulkan kerugian penggugat karena kelestarian fungsi Hutan Lindung Bukit Sanggul akan terancam, akibat diturunkan menjadi Hutan Produksi, apalagi akan dijadikan sebagai kawasan pertambangan terbuka.
Dalam petitum gugatannya, Yayasan Wasinus meminta majelis hakim PTUN Jakarta untuk menyatakan batal atau tidak sah tindakan administrasi pemerintahan yang dilakukan Menteri LHK, yakni berupa tidak mencabut Surat Keputusan Menteri LHK RI nomor: SK.553/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2023 tentang Perubahan Status Kawasan Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul di Kabupaten Seluma menjadi Hutan Produksi (HP) seluas 19.223,73 hektare.
"Mewajibkan Tergugat (Menteri LHK) untuk melakukan tindakan administrasi pemerintahan, berupa mencabut Surat Keputusan Menteri LHK RI nomor: SK.553/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2023 tentang Perubahan Status Kawasan Hutan Lindung (HL) Bukit Sanggul di Kabupaten Seluma menjadi Hutan Produksi (HP) seluas 19.223,73 hektare," tulis Yayasan Wasinus dalam petitum gugatannya. (R-03)