Hinca DPR Soroti MoU PT Pertamina Hulu Rokan dengan Kejati Riau, Desak Laporan Dugaan Korupsi Proyek di Blok Rokan Dibongkar Tuntas
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Politisi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau memproses tuntas laporan dugaan korupsi proyek di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Hinca bahkan telah menyerahkan sebuah dokumen setebal 400 lembar ke Korps Adhyaksa pada Sabtu (20/7/2024).
Penyerahan dokumen yang bersampul tulisan 'Rahasia' ini sebagai data penting yang berkaitan dengan laporan dugaan korupsi yang pernah ia laporkan ke Kejati Riau pada Rabu, 26 Juni 2024 lalu.
BERITA TERKAIT: Kejati Riau Ungkap Praktik Proyek di PT Pertamina Hulu Rokan: Gunakan Material Ilegal, Kontraktor Terlalu Banyak Dapat Paket Pekerjaan!
"Dokumen rahasia bersampul hitam putih dan merah sebanyak 400-an halaman. Ini untuk memudahkan Kejaksaan Tinggi aja karena semua ada di dalam ini," kata Hinca kepada media di Pekanbaru, Sabtu (20/7/2024).
Hinca menyebut dalam berkas itu semua bukti-bukti dan juga dugaan korupsi di PT Pertamina Hulu Rokan sudah dituangkan. Selain dokumen 'Rahasia' tersebut, Hinca yang merupakan anggota Komisi III DPR RI bidang hukum, juga menyerahkan rangkuman sebanyak 15 halaman.
Rangkuman tersebut juga memuat sejumlah nama-nama pihak yang dilaporkan dan diduga ikut terlibat dalam dugaan korupsi proyek di Blok Migas Rokan, yang dikelola PT PHR sejak 9 Agustus 2021 silam.
Hinca juga minta penyidik Kejaksaan Tinggi Riau memeriksa semua pihak dalam kasus dugaan korupsi geomembran, termasuk mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Supardi. Hinca melihat adanya dugaan pelanggaran hukum terkait proses pendampingan proyek di PHR. Khususnya terkait MoU antara Kejaksaan Tinggi Riau dengan PT PHR saat Supardi masih duduk sebagai Kajati Riau.
"Ini resume lengkap. Kalau penyidik baca ini 15 menit selesai kasus ini, ini hanya bantu kejaksaan supaya cepat kerjaan ini. Laporan ini untuk membuka kontak pandora yang selama ada PHR tidak tersentuh APH," kata Hinca.
Hinca menilai kejaksaan merupakan jaksa penuntut umum. Namun atas nama proyek strategis nasional dibuat MoU antara Korps Adhiyaksa dengan PHR dalam pengadaan geomembran.
"Kejaksaan ini menurut undang-undang adalah penuntut umum. Tapi atas nama proyek strategis nasional ada MoU kejaksaan dan PHR, di situlah letak soal ini. Bahkan legal mereka itu jaksa aktif, intelijen harusnya di luar pagar, melihat, mencegah, tetapi justru ini masuk ke rumah, masuk kamar tinggal di situ," kata Hinca.
"Atas nama proyek strategis nasional disebut jaksa berhak mewakili, kerja di situ. Kalau sudah sempat begitu bahaya itu. Dari surat edaran Mahkamah Agung, jaksa tidak bisa menjadi pengacara negara untuk BUMN, 64 tahun ulang tahun (HUT Adhiyaksa), ayo introfeksi," kata Hinca.
Hinca menegaskan, dirinya akan terus menanyakan perkembangan kasus yang dilaporkan ke penyidik Kejaksaan Tinggi Riau.
"Setelah saya laporkan resmi yang terima itu Kajati. Saya sudah sampaikan Aspidsus dan saya dapat informasi sudah keluar surat perintah untuk melakukan ini dan mulai dipanggil untuk diperiksa. Dengan memberikan dokumen yang cukup harapan ini cepat, serius tidak kejaksaan bongkar ini. Cek saja, benar atau tidak laporan saya ini," kata Hinca.
Hinca mengatakan sudah sejak 2 tahun terakhir melihat persoalan tersebut. Terutama sejak Blok Rokan yang dikelola Chevron dilimpahkan kepada PT HPR dan Kepala Kejaksaan Tinggi dipimpin Supardi.
"Sejak waktu pak Supardi jadi Kajati saya datang, saya sampaikan jaga ini karena ini sesuatu yang besar. Tapi kelihatannya tak bergeming, memang karena dia Jaksa tinggi ya dia yang buat MoU itu. Maka ya kita minta periksa itu, project bagus," kata Hinca.
Langsung Bertemu Kajati Riau
Sebelumnya diwartakan, anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan melaporkan secara langsung dugaan korupsi proyek bernilai ratusan miliar ke Kejati Riau. Politisi Partai Demokrat tersebut meminta agar Korps Adhyaksa menindaklanjuti kasus yang sudah pernah disampaikan saat era kepemimpinan Supardi menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau. Saat ini, jabatan Kajati Riau dipegang oleh Akmal Abbas.
Hinca yang merupakan anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum melaporkan dugaan perbuatan melawan hukum atas kontrak proyek geomembran di PT PHR yang dilakukan PT Total Safety Engineering. Produk geomembran tersebut diduga tidak sesuai spesifikasi dan berpotensi merugikan negara miliaran rupiah.
Selain itu ada juga dugaan pemalsuan sertifikasi laboratorium test produk geomembran di Wilayah Kerja Blok Rokan. Dalam kasus itu, diduga kontraktor memalsukan sertifikasi yang diterbitkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Menurut saya sangat parah ya, terutama di pengadaan-pengadaan. Ini kan kalau di Pertamina holdingnya besar sekali, ya saya banyak menerima pengaduan," terang Hinca kepada media, Rabu (26/6/2024) lalu.
Respon Kejati Riau
Apa respon Kejati Riau terkait pelaporan yang dilakukan wakil rakyat dari Senayan tersebut.
Kepala Kajati Riau, Akmal Abbas belum menjawab pesan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News, Jumat (28/6/2024). Sementara, Plt Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Riau, Iwan Roy hanya memberi respon singkat yang normatif. Wan menyebut kalau laporan tu akan dilakukaan penelaahan dan dipelajari lebih dulu.
"Dilakukan telaah lebih dulu dan dipelajari," terang Iwan Roy, Jumat siang ini.
Laporan Didukung Praktisi Migas dan Hukum
Sebelumnya, kalangan Praktisi migas dan hukum meminta agar laporan Hinca Panjaitan tersebut diproses secara tuntas. Mereka berharap terjadi reformasi dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa di Blok Rokan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang Migas Indonesia (APJPMI) Aris Aruna menyatakan, pihaknya memberi apresiasi atas langkah Hinca Panjaitan yang membuat laporan tersebut. Apalagi, sosok Hinca bukanlah anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan Riau. Namun sebagai anggota komisi hukum DPR RI, Hinca memberikan perhatian dan kontribusinya pada sisi penegakan hukum.
Aris menilai, Hinca responsif atas dinamika yang terjadi dalam proses pengadaan dan lelang di Blok Rokan yang sejak lama sudah disuarakan oleh APJPMI. Apalagi Kajati Riau Akmal Abbas yang merupakan putra Riau, tentunya lebih concern dengan hal-hal yang berkaitan dengan daerahnya.
"Itu artinya Bang Hinca telah memahami dan mendapat informasi yang cukup valid, sehingga Bang Hinca membuat laporan secara langsung. Ditambah lagi Bang Akmal (Kajati Riau) sebagai putra daerah tentunya akan concern dengan masalah ini. Kita harus mengapresiasi langkah ini, karena sejak empat tahun lalu kita sudah suarakan perlunya tata kelola yang fair dan profesional dalam proses bisnis maupun lelang di Blok Rokan," kata Aris Aruna, Kamis (27/6/2024).
Menurut Aris, pelaporan hukum ini diharapkan menjadi pembelajaran penting perlunya koreksi dan perbaikan dalam mekanisme lelang di Blok Rokan. Sebab, sejak Blok Rokan dialih kelola dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke tangan PT PHR, pelaksanaan kegiatan dan tender barang atau jasa cenderung tertutup.
"APJPMI sejak awal transisi Blok Rokan sudah menyuarakan hal tersebut. Bahwa perlu adanya profesionalisme, keseimbangan dan objektivitas serta keberpihakan (afirmasi) terhadap daerah dalam kegiatan di Blok Rokan untuk percepatan pemerataan pembangunan nasional dan daerah yang berkelanjutan," tegas Aris.
Ia menilai, jika laporan Hinca Panjaitan ditindaklanjuti oleh pihak kejaksaan, maka akan bisa membuka kotak pandora dan persoalan-persoalan lain yang substantif di Blok Rokan, terlebih pada era rezim gross split yang diberlakukan pada kontraktor migas sejak beberapa tahun silam di Blok Rokan.
"Kotak pandora di era gross split saat ini harus dibuka, khususnya menyangkut mekanisme pengadaan barang dan jasa," kata Aris.
Praktisi hukum, Dr Marnalom Hutahaean SH, MH berharap Kejati Riau menindaklanjuti laporan Hinca Panjaitan. Menurutnya, langkah hukum harus dituntaskan sehingga gejolak yang terjadi menjadi terang benderang.
"Saya mendukung law enforcement yang komprehensif dan tuntas. Publik akan menunggu tindak lanjut dari laporan yang disampaikan Bang Hinca tersebut," kata Dr Marnalom yang menyelesaikan studi doktoralnya mengangkat tema Production Sharing Contract (PSC) pada sektor migas.
Dr Marnalom yang dalam profesi kesehariannya banyak menangani kontrak-kontrak migas menyebut, perlunya penanganan secara hukum atas dugaan penyimpangan proyek yang terjadi di Blok Rokan.
"Apalagi, jika peristiwa yang terjadi terkait dengan potensi kerugian negara. Di tengah makin seretnya produksi migas nasional saat ini, harusnya potensi celah penyimpangan bisa dicegah dengan sistem yang efektif," pungkas Marnalom. (R-03)