Obral Gelar Guru Besar Merugikan Negara, Asosiasi Profesor Bersiap Lapor ke KPK
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Asosiasi Profesor Indonesia (API) berencana mengirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta segera mengusut kebijakan dan praktik pengabaian aturan dalam proses pengangkatan jabatan profesor atau guru besar.
Ketua API Ari Purbayanto menjelaskan praktik pengabaian nilai-nilai etika, moral, akademik, kaidah hukum, dan peraturan perundang-undangan itu berpotensi merugikan perekonomian negara.
"Karena dosen dengan jabatan akademik profesor menerima gaji tetap sebagai dosen Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN)," kata dia melalui konferensi pers via Zoom, Rabu, 17 Juli 2024.
Seperti PNS atau ASN, kata Ari, dosen juga mendapat berbagai tunjangan, yakni secara fungsional, profesi, dan kehormatan.
Ia menjelaskan sebutan guru besar atau profesor seharusnya hanya boleh disandang untuk dosen yang aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi serta melaksanakan fungsi pengajaran sesuai dengan Pasal 1 Ayat 3 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
"Profesor bukan gelar akademik, tetapi jabatan akademik pada jenjang tertinggi dalam lingkungan perguruan tinggi," kata Ari.
Nilai-nilai yang harus diterapkan seperti bersikap objektif, terbuka, menerima kritik, berani mengakui kesalahan dan kukuh dalam pendirian untuk menjunjung tinggi kebenaran.
Sebaliknya, menurut API, perguruan tinggi selama ini justru memberikan jabatan profesor kepada orang yang tidak aktif sebagai pendidik di perguruan tinggi.
API menilai kebijakan itu melanggar ketentuan Pasal 23 juncto Pasal 67 ayat 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
"Pelanggaran ketentuan yang dimaksud adalah kebijakan atau perbuatan tindak pidana," kata Ari.
Oleh karena itu, API akan mengirim surat ke KPK maupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), khususnya Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris.
Seperti ditulis Majalah Tempo dalam laporan investigasi “Skandal Guru Besar Abal-abal” yang terbit pada 7 Juli 2024, diungkap kasus dugaan pelanggaran akademik oleh sebelas dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) bermula dari adanya laporan anonim.
Investigasi itu mengungkap deretan nama pejabat dan dosen yang diduga merekayasa syarat permohonan guru besar. Rekayasa itu salah satunya dengan mengirimkan artikel ilmiah ke jurnal predator.
Jurnal predator adalah jurnal yang membajak jurnal asli. Bahkan penerbitannya tidak didapati proses peninjauan ilmiah atas naskah yang bisa dipertanggungjawabkan atau kualitasnya diragukan.
Tiga narasumber yang mengetahui penyelidikan Kementerian Pendidikan menyebutkan pemenuhan syarat permohonan gelar guru besar pada pesohor juga bermasalah.
Mereka kompak menyatakan bahwa salah satu pangkal persoalan adalah penulisan artikel di jurnal internasional bereputasi. (R-04)