Masyarakat Tebingtinggi Timur Kepulauan Meranti Tolak Kerjasama Penanaman Akasia, Tuding Oknum LPHD Bertindak Sendiri
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Masyarakat sejumlah desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kepulauan Meranti geram terhadap tindakan oknum Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) yang berencana bekerjasama dengan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk kembali menanam akasia di areal hutan desa. Adapun areal hutan desa tersebut merupakan bekas konsesi akasia PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang izinnya sudah dicabut oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) karena penolakan keras warga beberapa tahun silam.
Tindakan oknum Ketua LPHD yang akan kembali bekerja sama dengan perusahaan HTI untuk menanam akasia, dituding sebagai aksi sepihak tanpa musyawarah yang memicu amarah besar masyarakat setempat.
Aktivis lingkungan hidup Kepulauan Meranti, Abdul Manan menilai tindakan para Ketua LPHD tersebut sangat disayangkan karena dianggap telah mengambil hak masyarakat. Menurutnya, sejumlah Ketua LPHD dibujuk oleh Ketua LPHD Desa Lukun memberikan kuasa kepada seseorang inisial SA, warga Desa Tanjung Peranap untuk membantu pengurusan perbaikan surat keputusan di Kementerian LHK. Selain itu juga membantu mencarikan pihak ketiga untuk penanaman pohon akasia, mulai dari tanam hingga panen.
Adapun lahan yang akan digunakan mencakup hutan desa dengan luas bervariasi di setiap desa, mulai dari 650 hektare hingga 2.490 hektare. Lahan tersebut tersebar di tujuh desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur meliputi Desa Sungai Tohor, Sungai Tohor Barat, Tanjung Sari, Sendanu Darul Ihsan, Nipah Sendanu, Kepau Baru, dan Lukun.
Abdul Manan mengecam tindakan tersebut. Ia mengingatkan agar amarah masyarakat terkait kehadiran Hutan Tanaman Industri (HTI) tidak terulang kembali. Dia menyebut, penanaman pohon akasia sangat tidak cocok di lahan gambut di Kepulauan Meranti yang mudah kering dan memicu kebakaran. Sebaliknya, jenis tanaman sagu lebih cocok untuk lahan tersebut.
"Penanaman akasia untuk lahan gambut itu tidak cocok, karena mudah kering dan memicu kebakaran. Yang cocok di lahan kita ini adalah tanaman sagu. Saya harap kepala desa mencabut SK Ketua LPHD yang mengorbankan hutan milik masyarakat ini," ujarnya.
Mantan Camat Tebingtinggi Timur, Helfandi yang getol memperjuangkan pencabutan izin HTI PT Lestari Unggul Makmur (LUM), juga mengutuk keras tindakan oknum Ketua LPHD tersebut. Dia menegaskan bahwa tindakan tersebut menciderai perjuangan masyarakat yang telah bersusah payah mengusir perusahaan HTI dari daerah mereka.
"Saya menolak tindakan menanam dan memanen pohon akasia di Kecamatan Tebingtinggi Timur oleh perusahaan HTI. Saya juga mengutuk keras tindakan oknum LPHD itu," kata Helfandi, Rabu (17/7/2024) sore.
Helfandi menambahkan, luas izin PT LUM di Kecamatan Tebingtinggi Timur mencapai 10.390 hektare telah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada tahun 2016 silam. Lahan yang telah dikuasai negara itu, kini dikelola sebagai hutan desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui LPHD.
Menurutnya, pembebasan lahan PT LUM memakan waktu lama dan tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Namun lewat perjuangan yang menguras tenaga, waktu dan pemikiran masyarakat. Perjuangan dimulai dari forum desa tahun 2008 yang menghasilkan kesepakatan menolak keberadaan PT LUM di wilayah Kecamatan Tebingtinggi Timur. Pada akhirnya, izin PT LUM resmi dicabut oleh Menteri Siti Nurbaya melalui SK Nomor 444/Menlhk/Setjen/HPL.I/6/2016.
Saat izin PT LUM dicabut, masyarakat menggelar syukuran bersama pemerintah kabupaten dan kecamatan. Syukuran atas keberhasilan perjuangan masyarakat itu dipusatkan di kantor Camat Tebingtinggi Timur di Desa Sungai Tohor.
Saat ini, kawasan Tebingtinggi Timur telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan kawasan sagu dan pelestarian gambut nasional oleh pemerintah pusat. Kesepakatan dibuat agar kebijakan pemerintah pusat dikoordinasikan terlebih dahulu dengan masyarakat sehingga tidak lagi ditanami akasia yang dapat merusak ekosistem gambut.
Helfandi berharap masyarakat dapat mengelola lahan tersebut sesuai dengan kearifan lokal, yaitu menanam tanaman yang cocok dengan karakteristik lahan gambut seperti sagu.
"Jangan sampai tindakan yang sewenang-wenang itu menciderai perjuangan masyarakat dan para tokoh. Kenapa waktu itu mereka menolak, karena kultur tanaman yang cocok di daerah kita itu bukan akasia tapi sagu, atau kenapa bukan kayu alam yang bukan kita budidayakan lagi. Untuk itu saya akan hadir langsung dalam rapat oleh pemerintah Kecamatan yang mengundang seluruh kepala desa dan ketua LPHD untuk menyikapi masalah itu," tutur Helfandi yang saat ini menjabat Kepala Bidang di Dinas Pemuda Provinsi Riau. (R-01)