Usai Digugat Yayasan Wasinus karena Garap Hutan Penelitian Labanan Jadi Tambang Batu Bara, Plang Wilayah Kerja PT Berau Coal Dicabuti
SABANGMERAUKE NEWS, Kaltim - PT Berau Coal diduga telah mencabuti plang tanda lokasi kegiatan tambang batu baru yang berada diduga dalam Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) atau Hutan Penelitian Labanan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Pencabutan plang merek yang bertuliskan 'Objek Vital Wilayah PKP2B PT Berau Coal' tersebut berlangsung usai pemberitaan tentang gugatan Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) terhadap PT Berau Coal ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redep. Yayasan Wasinus juga menyeret Menteri ESDM dan Menteri LHK dalam gugatan organisasi lingkungan tersebut.
PKP2B adalah singkatan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang merupakan perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara.
Ketua Tim Hukum Yayasan Wasinus, Surya Darma SAg, SH, MH menjelaskan, berdasarkan informasi yang diperoleh pihaknya, sejumlah plang merek tanda wilayah PKP2B PT Berau Coal telah hilang dari lokasi yang sebelumnya telah didokumentasikan oleh tim investigasi.
"Kami menilai hilangnya plang merek tersebut berkaitan dengan gugatan yang telah kami daftarkan ke PN Tanjung Redep. Karena plang tersebut akan kami jadikan alat bukti dalam persidangan pada 24 Juli mendatang," kata Surya Darma kepada SabangMerauke News, Selasa (16/7/2024).
Surya menjelaskan, meski plang tanda wilayah kerja PT Berau Coal tersebut telah dicabuti, namun hal itu tidak akan mengaburkan substansi gugatan mereka.
"Justru sebaliknya telah terjadi reaksi di lapangan. Kami semakin meyakini dugaan terjadinya hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan pemanfaatan Hutan Penelitian Labanan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi batu bara," tegas Surya Darma.
Ia menegaskan, sangat ironi jika Hutan Penelitian Labanan justru dijadikan sebagai lokasi pertambangan batu bara, selalipun mengantongi izin dari otoritas terkait. Soalnya, keberadaan Hutan Penelitian Labanan sangat penting, karena selain memiliki kekayaan biodiversiti flora dan fauna, di wilayah ini awalnya menjadi proyek global yang didanai pemerintah Perancis dan Uni Eropa.
"Ini sangat anomali dan miris sekali, apalagi jika pemerintah menerbitkan izin pertambangan batu bara di Hutan Penelitian Labanan. Bukankah selama ini pemerintah selalu mengampanyekan penyelematan hutan yang tersisa, bahkan kerap disuarakan ke forum internasional?" kritik Surya Darma.
Sebelumnya diwartakan, Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) menggugat perusahaan pertambangan batu bara PT Berau Coal ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redep. Langkah hukum Yayasan Wasinus ini ditempuh karena berdasarkan investigasi yang dilakukan, PT Berau Coal diduga kuat telah melakukan aktivitas pertambangan batu bara di kawasan hutan penelitian Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Gugatan Yayasan Wasinus terhadap PT Berau Coal ini didaftarkan ke PN Tanjung Redep pada 5 Juli 2024 lalu. Berdasarkan relaas panggilan sidang, perkara gugatan organisasi lingkungan ini akan disidangkan perdana pada Rabu 24 Juli mendatang di PN Tanjung Redep.
Gugatan Yayasan Wasinus teregister dalam perkara bernomor: 28/Pdt.Sus-LH/2024/PN Tnr. Yayasan Wasinus juga menyeret Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masing-masing sebagai Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II.
"Kami siap untuk membuktikan gugatan tersebut di persidangan dengan bukti-bukti kuat yang telah kami kumpulkan berdasarkan investigasi Yayasan Wasinus di lokasi objek gugatan serta dokumen-dokumen lain yang terkait," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Wasinus, Surya Darma Hasibuan, SAg, SH, MH kepada SabangMerauke News, Jumat (12/7/2024).
Pihak manajemen PT Berau Coal telah dikonfirmasi via surat elektronik ikhwal gugatan Yayasan Wasinus tersebut. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada balasan dari pihak perusahaan.
Isi Gugatan Yayasan Wasinus
Berdasarkan dokumen surat gugatan yang diperoleh, Yayasan Wasinus yang dikenal aktif dan konsisten melakukan gugatan terhadap pelaku pengrusakan lingkungan hidup ini, mengungkap bahwa telah terjadi pembukaan pertambangan batu baru di dalam Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan yang diperuntukkan sebagai hutan penelitian.
Yayasan Wasinus menemukan telah terjadi pembukaan areal pertambangan batu baru pada 9 lokasi di KHDTK Labanan. Setidaknya, aktivitas itu terjadi pada 3 kecamatan yakni Kecamatan Sambaliung, Teluk Bayur dan Kelay yang berada di Kabupaten Berau, Provinsi Kaltim.
Bahkan, temuan lapangan menemukan adanya pemasangan sejumlah tanda merek (plang) bertuliskan 'Objek Vital' sebagai wilayah PKP2B atas nama PT Berau Coal dengan nomor: PKP2B 178.K/40.00/DJG/2005. Plang tersebut memuat tulisan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM serta logo PT Berau Coal.
"Milik Negara, Dilarang Memindahkan," demikian tulisan pada bagian bawah plang tersebut.
Surya Darma menyebut, luas KHDTK Labanan telah ditetapkan mencapai 7.959,1 hektare. Penetapannya berdasarkan SK Menteri LHK nomor: SK.64/Menhut-II/2012 pada tanggal 3 Februari 2012.
Ia menjelaskan, proses penetapan KHDTK Labanan sesungguhnya memiliki dimensi global (internasional). Sebab, diawali oleh kerjasama pemerintah Indonesia melalui Badan Litbang Kehutanan dan Inhutani I dengan pemerintah Perancis lewat proyek Silviculture Techiquo for Regeneration of Logged Over Area in East Kalimantan yang dikenal dengan proyek STREK yang berakhir pada tahun 1996 lalu.
"Selanjutnya proyek tersebut dilanjutkan bekerja sama dengan Uni Eropa melalui proyek Berau Forest Management Project (BFMF)," tulis Yayasan Wasinus dalam surat gugatannya.
Surya menerangkan, keberadaan KHDTK Labanan sangat strategis terhadap kepentingan umum, sebagai penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta kepentingan regili dan budaya. Apalagi, KHDTK Labanan adalah miniatur hutan tropis dataran rendah dengan keragaman biodiversiti tertinggi.
Berdasarkan data komplikasi hasil eksplorasi, pada kawasan ini ditemukan lebih dari 58 family (150 genius) flora, 23 jenis mamalia, 89 jenis burung serta 40 jenis Herpetefauna. Selain itu terdapat pula berbagai jenis ekosistem gua yang merupakan objek penelitian dan pengembangan yang sangat penting dan menarik.
"Dengan demikian, kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Berau Coal pada KHDTK Labanan yang merupakan objek sengketa, telah melanggar kepentingan umum, berpotensi merusak lingkungan dan kekayaan biodiversiti flora dan fauna yang terdapat di dalamnya," terang Surya Darma.
Ia menyebut, pembukaaan pertambangan batu bara di KHDTK Labanan selain telah merusak hutan alam, namun juga telah mengambil kekayaan sumber daya alam di bawah hutan, tanpa mampu mengembalikan kawasan hutan sebagaimana mestinya, meski ada janji klaim dilakukan reklamasi pasca tambang.
Surya menegaskan, meski objek sengketa masuk dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Berau Coal, namun tidak serta merta perusahaan bisa membuka areal pertambangan dan memporak-porandakan KHDTK Labanan.
Pihaknya juga mempertanyakan soal pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan pada KHDTK Labanan oleh Menteri LHK kepada PT Berau Coal.
"Izin pinjam pakai kawasan hutan untuk keperluan pertambangan batu bara tersebut jelas telah mengakibatkan rusaknya kawasan hutan KHDTK Labanan, sehingga berdasarkan asas In Dubio Pro Natural, izin pinjam pakai kawasan hutan tersebut harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum yang mengikat," jelas Yayasan Wasinus dalam gugatannya.
Itu sebabnya, Yayasan Wasinus dalam gugatannya turut menyeret keterlibatan Menteri LHK dalam pemeriksaan perkara yang akan dilakukan majelis hakim PN Tanjung Redep. Menteri LHK diseret sebagai pihak Turut Tergugat I.
Sementara, Menteri ESDM yang telah menerbitkan segala perizinan PT Berau Coal di areal KHDTK Labanan juga turut ditarik dalam gugatan ini sebagai pihak Turut Tergugat II.
Minta Pengadilan Hentikan Kegiatan Pertambangan
Dalam provisi gugatannya, Yayasan Wasinus meminta majelis hakim untuk menghentikan kegiatan pertambangan batu bara yang dilakukan oleh PT Berau Coal, meskipun perkara ini belum berkekuatan hukum tetap.
Sementara, dalam gugatan primairnya, Yayasan Wasinus meminta seluruh gugatannya dikabulkan oleh majelis hakim. Selain itu, majelis hakim diminta untuk menyatakan bahwa PT Berau Coal telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Menyatakan semua perizinan pertambangan batu bara Tergugat (PT Berau Coal) tidak berkekuatan hukum sepanjang terhadap kegiatan di atas objek sengketa. Menghukum Tergugat untuk menghentikan seluruh kegiatan pertambangan batu bara (eksplorasi dan eksploitasi) di atas objek sengketa," demikian gugatan Yayasan Wasinus.
Yayasan Wasinus juga meminta majelis hakim menghukum PT Berau Coal membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100 juta setiap harinya, apalagi perusahaan lalai melaksanakan putusan yang diminta oleh Yayasan Wasinus.
"Menghukum Turut Tergugat I (Menteri LHK) dan Turut Tergugat II (Menteri ESDM) untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," demikian gugatan Yayasan Wasinus. (R-03)