Kasus Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Sekretariat DPRD Riau Naik ke Penyidikan, Kombes Nasriadi: Yang Tak Kooperatif-Menghalangi Kami Jerat Tersangka!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi mengingatkan para pihak yang terkait dengan pengusutan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas Sekretariat DPRD Riau agar kooperatif. Penyidik Ditreskrimsus tidak segan-segan akan menetapkan status tersangka kepada orang-orang yang menghalangi penyidikan dan tidak menyerahkan data yang dibutuhkan dalam proses penyidikan perkara.
"Saya ingatkan, kepada seluruh pelaksana-pelaksana kegiatan tersebut yang bertanggung jawab dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, harus dan wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan seterang-terangnya untuk mengungkap perkara ini hingga tuntas," kata Kombes Pol Nasriadi kepada media, Selasa (16/7/2024).
Ia menegaskan, terhadap pihak-pihak yang tidak memberikan keterangan yang sebenar-benarnya atau menutup-nutupi perkara, penyidik akan menjeratnya dengan pasal turut serta (Pasal 55) dan obstruction of justice (menghalang-halangi proses hukum).
"Berarti mereka ikut serta dalam merugikan negara untuk kepentingan dirinya maupun orang lain. Kita anggap mereka bagian dari pelaku korupsi ini dan kita jerat sebagai tersangka," tegas Nasriadi.
Sebaliknya, terhadap pihak yang kooperatif dan memberikan data yang sebenar-benarnya, Polda Riau akan menghargainya.
Kombes Nasriadi juga berharap perkara ini dapat segera tuntas, sehingga tidak dianggap sebagai politisasi. Sebab proses pengusutan dan penyelidikan perkara ini telah berlangsung cukup lama.
"Karena proses hukum ini sudah berlangsung sejak lama. Jadi jangan dianggap sebagai politisasi," tegas Nasriadi.
Sebelumnya, tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menaikkan status penanganan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Provinsi Riau ke tahap penyidikan. Penyidikan perkara telah ditetapkan pada Jumat (12/7/2024) lalu.
"Setelah melalui rangkaian penyelidikan yang sempurna dan gelar perkara, kasus dugaan tindak pidana korupsi di Sekretariat DPRD Riau tahun anggaran 2020 dan 2021 telah dinaikkan ke tahap penyidikan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi kepada media, Selasa (16/7/2024).
Nasriadi menjelaskan, gelar perkara dihadiri oleh Propam maupun Irwasda Polda Riau. Dan semua pihak yang hadir menyatakan perkara tersebut sudah layak dinaikkan ke proses penyidikan.
"Tindakan selanjutnya tim penyidik akan berkoordinasi dengan kejaksaan dan menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP," kata Nasriadi.
Saat ditanya apakah sudah ada tersangka dalam perkara tersebut, Nasriadi menyatakan penepatan tersangka akan dilakukan setelah pihaknya berkoordinasi dengan kejaksaan dan menunggu hasil audit dari BPKP terkait jumlah kerugian negara.
"Kami masih terus memeriksa para saksi dan kemudian melakukan koordinasi dengan kejaksaan. Termasuk menunggu hasil audit dari BPKP," tegas Nasriadi.
Ia menyebut, pemeriksaan saksi telah dilakukan terhadap sekitar 30 orang.
Sebelumnya, tim penyidik telah memeriksa Sekretaris DPRD Provinsi Riau, Muflihun, Senin (1/7/2024). Pemeriksaan ini dilakukan karena saat panggilan pertama pada Kamis (26/6/2024) lalu, mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru tersebut tak hadir dengan alasan sakit.
Muflihun diperiksa terkait penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dana perjalanan dinas di lingkungan Sekretariat DPRD Provinsi Riau tahun anggaran 2020 dan tahun 2021.
Pemanggilan mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru tersebut untuk dimintai keterangan dan klarifikasi atas kegiatan perjalanan dinas tahun anggaran 2020 dan 2021 bersumber dari APBD Riau.
Surat pemanggilan terhadap Muflihun bernomor B/1057/RES.3.3.5/2024/Reskrimsus tertanggal 21 Juni 2024 lalu. Surat tersebut berisi perihal permintaan keterangan dan dokumen yang diteken langsung oleh Kombes Nasriadi.
"Guna kepentingan penyelidikan, dimohon kehadiran Saudara (Muflihun) dengan membawa dokumen terkait perkara dimaksud," demikian cuplikan isi surat panggilan terhadap Muflihun.
Surat pemanggilan tersebut mengungkap telah dilakukannya penyelidikan perkara sejak 17 Mei lalu. Di mana kasus ini ditangani oleh Subdit III Ditreskrimsus Polda Riau yang sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dan penyerapan perjalanan dinas Sekretariat DPRD Provinsi Riau tahun anggaran 2020 dan 2021.
Dari informasi yang dihimpun, penyidik Ditreskrimsus Polda Riau dalam perkara ini sudah memeriksa puluhan saksi. Mereka yang dimintai keterangan berasal dari staf Sekretariat DPRD Riau, termasuk dari maskapai penerbangan. Bahkan, penyelidikan perkara ini sudah dilakukan sejak 9 bulan lamanya, sebelum akhirnya memanggil Muflihun.
Muflihun kembali aktif sebagai Sekretaris DPRD Riau pada 23 Mei 2024 lalu, usai Mendagri tidak memperpanjang masa tugasnya sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru. Ia sempat menjabat Pj Wali Kota Pekanbaru selama dua tahun, sejak 23 Mei 2022 hingga 23 Mei 2024 lalu.
Tersangka Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tengku Fauzan Tambusai (TFT) sebagai tersangka korupsi, Rabu (15/5/2024) lalu. Kasusnya sejenis dengan perkara yang tengah dilidik oleh Polda Riau terhadap Muflihun, yakni dugaan korupsi perjalanan dinas sewaktu Tengku Fauzan menjabat sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris DPRD Riau pada tahun 2022 lalu.
Kala itu, Muflihun yang merupakan Sekretaris DPRD Riau defenitif, sedang mendapat penugasan dari Mendagri sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru. Oleh Gubernur Riau Syamsuar, Tengku Fauzan diangkat menjadi Plt Sekretaris DPRD Riau. Tengku Fauzan saat itu langsung ditahan oleh penyidik Pidsus Kejati Riau di Lapas Pekanbaru.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Bambang Heripurwanto menjelaskan, TFT menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi anggaran di Sekretariat DPRD Provinsi Riau pada September hingga Desember 2022 lalu.
Dalam keterangan resmi tertulisnya, Bambang menjelaskan modus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Tengku Fauzan. Tersangka TFT memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode bulan September hingga Desember 2022 yang ada di Sekretariat DPRD Provinsi Riau.
Adapun dokumen itu meliputi nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kuitansi dan nota pencairan perjalanan dinas (NP2D).
Selain itu juga dokumen surat perintah pemindah-bukuan dana (over book) yang dikenal dengan SP2DOB, tiket transportasi, boarding pass dan bill (tagihan) hotel.
Dan selanjutnya, kata Bambang, setelah semua dokumen terkumpul, tersangka TFT selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban dan memerintahkan inisial K selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan inisial MAS selaku bendahara pengeluaran untuk mengajukan pencairan ke bank. Pengajuan ke bank dilakukan tanpa melalui verifikasi dari inisial EN selaku Kasubag atau Koordinator Verifikasi.
Bambang menyatakan, setelah uang kegiatan perjalanan dinas fiktif tersebut masuk ke rekening pegawai (yang namanya dipakai untuk pencairan perjalanan dinas fiktif), setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp 1,5 juta yang diberikan kepada nama-nama pegawai yang dicatut atau dipakai sebagai upah tanda tangan.
Adapun total uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut sebesar Rp 2.856.848.140.- (Rp 2,8 miliar lebih). Setelah diberikan sebagian pencairan uang kepada nama-nama yang dicatut atau dipakai sisanya tinggal sebesar Rp 2.343.848.140.- (Rp 2,3 miliar lebih). Uang itu diterima oleh tersangka TFT.
"Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka TFT, bukan untuk kegiatan yang berjalan yang belum dibayarkan namun anggarannya tidak ada," terang Bambang.
Penyidik berkesimpulan, tersangka TFT melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Yakni mengambil uang yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Riau pada Sekretariat DPRD Provinsi Riau dengan total kurang lebih Rp 2.343.848.140, sejumlah uang tersebut dipergunakan tersangka tidak untuk peruntukannya, sehingga akibat perbuatan tersangka tersebut merugikan keuangan negara atau pemerintah daerah," jelas Bambang.
Sebelumnya Diperiksa Sebagai Saksi
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Bambang Heripurwanto menjelaskan, penetapan Tengku Fauzan sebagai tersangka setelah pagi tadi penyidik pidana khusus memeriksanya sebagai saksi.
"Setelah selesai dilakukan pemeriksaan terhadap saksi dengan inisial TFT, tim penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau melakukan gelar perkara (ekspos). Dari hasil gelar perkara tim berkesimpulan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan pengelolaan anggaran pada Sekretariat DPRD Provinsi Riau Periode September sampai dengan Desember 2022," Bambang Heripurwanto kala itu.
Bambang menjelaskan, dengan terpenuhinya unsur Tipikor, Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan TFT sebagai tersangka. Penetapan TFT sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap.Tsk-02 /L.4.5/Fd.1/05/2024 tanggal 15 Mei 2024.
"Penetapan tersangka TFT oleh Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau tersebut karena telah mempunyai 2 alat bukti yang cukup berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, " tegas Bambang.
Penyidik mengenakan Tengku Fauzan Tambusai dengan sangkaan Primair Pasal 2 Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara sangkaan subsidair Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk mempercepat proses penyidikan, penyidik pun melakukan penahanan terhadap Tengku Fauzan. Penahanan dilakukan berdasarkan Pasal 21 ayat 4 KUHAP, dimana secara subyektif merujuk pada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau akan melakukan tindak pidana lagi.
Sementara alasan objektif dilakukan penahanan terhadap TFT karena ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. (R-03)