Memprihatinkan! Dua Ruang Kelas SD Negeri 17 Kundur Kepulauan Meranti Lapuk dan Bocor, Siswa Belajar Duduk di Lantai
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kabupaten Kepulauan Meranti menghadapi berbagai persoalan dalam sektor pendidikan, terutama di sekolah-sekolah yang berada di pinggiran ibukota kabupaten. Salah satu contoh nyata adalah kondisi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 17 Kundur di Kecamatan Tebingtinggi Barat. Fasilitas belajar di sekolah ini masih sangat minim.
SDN 17 Kundur masih memiliki ruang kelas yang terbuat dari kayu, dibangun pada tahun 2011 dari hasil swadaya masyarakat. Ruang kelasnya saat ini digunakan oleh siswa kelas satu dan dua, karena tidak ada gedung lain yang bisa dipakai.
Sutrisno, salah satu pendiri sekolah menceritakan bahwa sekolah ini dibangun untuk memangkas jarak tempuh bagi siswa suku Akit yang harus berjalan kaki sejauh lima kilometer untuk bersekolah ke desa tetangga.
"Awalnya SDN 17 Kundur dibangun melalui swadaya masyarakat untuk anak-anak Suku Akit. Di sini ada komunitas suku asli sebanyak 50 KK yang harus menempuh perjalanan jauh untuk menuntut ilmu," kata Sutrisno.
Setelah enam tahun berdiri, tepatnya pada tahun 2017 silam, sekolah ini dinaikkan statusnya menjadi sekolah negeri. Meskipun telah menjadi sekolah negeri, kondisi sekolah tidak banyak berubah. Hingga kini, operasional dan pembiayaan sekolah masih bergantung pada hasil kebun karet seluas 6480 m² yang dihibahkan oleh masyarakat.
"Operasional sekolah ini masih didanai dari hasil kebun karet yang dihibahkan. Meski ada anggaran dari BOS, itu masih belum cukup," terang Sutrisno.
Selain menggratiskan biaya pendidikan, sekolah ini juga menyediakan seragam dan peralatan sekolah secara gratis dari dana swadaya masyarakat. Masyarakat melakukan ini agar sekolah tetap bisa eksis untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Sebelum dinaikkan statusnya menjadi sekolah negeri, masyarakat setempat terus berupaya mendapatkan bantuan untuk menjaga keberlangsungan sekolah. Pada tahun 2015, berkat bantuan anggota DPRD Kepulauan Meranti melalui pokirnya, dibangun empat ruang kelas permanen beserta WC.
Namun, hingga kini, dua ruang kelas yang dibangun pertama kali masih digunakan, meskipun kondisinya sangat memprihatinkan yakni lapuk dan bocor.
Sutrisno mengungkap, meski sudah berstatus negeri, masyarakat setempat masih terus berusaha memenuhi kebutuhan sekolah, seperti penimbunan dan pembuatan lapangan olahraga yang juga bangun secara swadaya.
Jumlah siswa di SDN 17 Kundur terus bertambah. Pada tahun ajaran baru ini, sekolah menerima 16 siswa baru, sehingga total jumlah siswa menjadi 77. Sayangnya, karena terbatasnya jumlah meja dan kursi, siswa baru terpaksa belajar dan duduk di atas lantai.
Belajar di Lantai
Kepala Sekolah SDN 17 Kundur, Tuti Karyawati, menjelaskan banyak kursi dan meja yang rusak, sehingga siswa harus bergiliran menggunakan kursi dari ruang guru.
"Untuk kelas satu, siswa harus duduk di lantai karena kekurangan 10 unit kursi. Total ada 20 kursi dan meja yang rusak. Jika pun harus duduk diatas, terpaksa kursi yang berada di majelis guru dipinjamkan sebentar, namun ketika ada tamu kursinya ditarik kembali," jelas Tuti.
Saat dikonfirmasi, Plt Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H. Asmar, menyampaikan terima kasih atas informasi tersebut dan mengakui baru mendapatkan isu ini dari wartawan. Ia berjanji untuk segera mengambil langkah cepat untuk membantu sekolah tersebut.
"Terima kasih atas informasinya. Untuk membangun ruang kelas baru memang membutuhkan waktu, tetapi kami akan mulai dengan memberikan kursi dan meja baru agar siswa bisa belajar dengan nyaman,”ujar Asmar.
Kasus SDN 17 Kundur menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam sektor pendidikan di Kepulauan Meranti, terutama dalam memastikan semua anak mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak. (R-01)