Pantun Jaksa KPK ke SYL: Jangan Ngaku Pahlawan, Kalau Masih Suka Biduan!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Jaksa KPK membacakan pantun saat menutup pembacaan replik atas pleidoi atau nota pembelaan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di kasus pemerasan Rp 44,6 miliar. Pantun itu menyindir SYL.
"Perkenankanlah kami menyampaikan jawaban atau tanggapan atas pembelaan pleidoi yang telah disampaikan oleh Syahrul Yasin Limpo maupun tim penasihat hukum terdakwa. Yang Mulia Mejelis Hakim, mengakhiri pendahuluan replik ini, izinkanlah kami kembali menutup dengan sebuah pantun," kata jaksa KPK Meyer Simanjuntak dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024).
Ada dua pantun yang dibacakan jaksa KPK di hadapan SYL. Berikut ini bunyinya:
Jalan-jalan ke Kota Balikpapan
Jangan lupa selfie di Bandara Sepinggan
Janganlah mengaku pahlawan
Jikalau engkau masih suka biduan
Jalan-jalan ke Tanjung Pinang
Jangan lupa membeli udang
Janganlah mengaku seorang pejuang
Jikalau ternyata engkau seorang titik titik titik silakan diisi sendiri
Selain itu, Meyer menyayangkan sikap penasihat hukum SYL yang menyebut jaksa KPK membuat framing dan menyebarkan fitnah. Dia mengatakan jaksa KPK tidak pernah menyerang profesi tim penasihat hukum SYL selama persidangan.
"Bahwa penuntut umum juga tidak pernah sama sekali menyerang profesi penasihat hukum selama persidangan maupun saat tuntutan.
Namun, kami menyayangkan justru penasihat hukum terdakwa, dalam persidangan maupun nota pembelaannya yang menyerang penuntut umum dengan menyebut penuntut umum menyebar fitnah dan membuat framing perkara ini.
Sungguh hal tersebut adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang advokat yang profesional dan memegang teguh prinsip officium nabile," kata Meyer.
Meyer mengatakan terjadi inkonsistensi dalam pleidoi penasihat hukum SYL. Dia mengatakan penasihat hukum SYL mengakui adanya penerimaan uang dan pembayaran fasilitas, tapi tetap meminta SYL dibebaskan dari jerat hukum kasus pemerasan anak buah tersebut.
"Bahwa inkonsistensi nampak sejak awal nota pembelaan yang disampaikan oleh penasihat hukum dan terdakwa sendiri, di satu sisi penasihat hukum mengakui dengan sadar adanya penerimaan uang dan fasilitas pembayaran yang diterima oleh terdakwa.
Sehingga penasihat hukum meminta seharusnya pemberi juga diproses secara hukum dengan menggunakan pasal suap menyuap, ada pemberi suap dan ada penerima suap bukan hanya terdakwa selaku penerima suap yang diproses," katanya.
"Namun pengakuan tersebut bertolak belakang dengan amar pembelaan yang meminta terdakwa dibebaskan, bagaimana mungkin bisa? Di satu sisi, ada pengakuan penerimaan suap, tapi di sisi lain meminta penerima suap itu dibebaskan dari jerat hukum," imbuhnya.
SYL dituntut hukuman 12 tahun penjara. Salah satu hal memberatkan SYL ialah perbuatannya bermotif tamak.
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah yang totalnya mencapai Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan tersebut bersama Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan mantan Direktur Kementan Hatta. Ketiganya diadili dalam berkas terpisah.
Uang itu diterima SYL selama menjabat Menteri Pertanian pada 2020-2023. Jaksa mengatakan SYL memerintahkan staf khususnya, Imam, Kasdi, M Hatta dan ajudannya, Panji, untuk mengumpulkan uang 'patungan' ke para pejabat eselon I di Kementan. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL.
Atas hal tersebut, SYL dkk didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 12 huruf e atau huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.(R-03)