Kejagung Konsep Sistem Terintegrasi Deteksi Peringatan Dini Kejahatan Perbankan
SABANGMERAUKE, JAKARTA - Di tengah maraknya kasus kejahatan perbankan (fraud), Kejaksaan Agung menginisiasi kajian sistem peringatan dini secara terintegrasi bersama perbankan dan sejumlah otoritas lainnya. Tujuan utamanya yakni optimalisasi fungsi pencegahan fraud serta peningkatan koordinasi antara aparatur hukum dan otoritas perbankan.
"Bank memiliki peranan yang strategis di dalam perekonomian dan pembangunan bangsa. Namun, tidak jarang banyak nasabah kehilangan kepercayaan terhadap bank karena uang yang disimpan sudah hilang dan digelapkan oleh oknum perbankan. Atau justru bank dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan kejahatan atau menampung hasil kejahatannya," kata Jaksa Agung melalui Wakil Jaksa Agung, Setia Untung Arimuladi saat membuka kegiatan webinar "Strategi Pencegahan dan Deteksi Fraud di Perbankan melalui Integrasi Fraud Early Warning Systems".
Kegiatan webinar ini diselenggarakan atas inisiasi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspen) Kejagung RI dan berlangsung dalam 3 series sejak Selasa (12/10/2021) hingga Kamis (14/10/2021) besok. Kapuspen Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjadikan kajian ini sebagai bagian dari proyek perubahan dalam Diklat Kepemimpinan Nasional Tingkat I Angkatan LI di Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Wakil Jaksa Agung, Setia Untung Arimuladi dalam paparannya juga menyoriti sudah banyaknya regulasi dan peraturan dalam pencegahan fraud. Namun kasus fraud masih terbilang tinggi yang menimbulkan kerugian nasabah, negara serta rusaknya reputasi perbankan berimplikasi menurunkan kepercayaan publik kepada bank. Ia meyakinkan upaya pencegahan fraud harus dilakukans ecara terpadu oleh seluruh stakeholder terkait.
"Upaya pencegahan fraud tidak mungkin apabila dilakukan sendiri oleh bank. Aparat penegak hukum juga tidak dapat berjalan sendiri dalam melakukan upaya pencegahan kejahatan dalam industri perbankan. Perlu suatu kolaborasi dan persamaan persepsi dalam mendukung keberhasilan upaya pencegahan fraud,” ujar Setia Untung.
Kapuspen Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan, webinar dilaksanakan sebagai proyek perubahan terkait kebutuhan yang akan disampaikan dan dilihat dari kedudukan fungsi intelijen kejaksaan. Kolaborasi intelijen kejaksaan diharapkan berjalan lebih luas dengan aparat penegak hukum dalam jangka panjang.
Menurutnya, bank sangat rentan terhadap terjadinya fraud. Tidak saja soal tindakan pidana perbankan saja, namun juga menyangkut perkara korupsi.
"Sejumlah kasus telah terjadi di Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini. Bank juga rentan terhadap berbagai gugatan-gugatan," kata Leo.
Berdasarkan report ACFE ada 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median Loss USD 8,300 per bulan. Sebanyak 29 kasus fraud di antaranya terjadi di Indonesia. Hal ini menunjukan fraud masih ada dan perlu diantisipasi, dan kasus fraud ada di bank milik negara dan ada juga di bank milik swasta.
“Oleh karena itu, kami ingin melihat ada strategi pengendalian anti fraud berdasarkan POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud diterbitkan untuk mencegah fraud di dunia perbankan,” ujar Leo.
Hadir dalam webinar ini Jaksa Agung Muda Intelijen Dr. Sunarta, Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Agus Dwi Handaya, Direktur Kepatuhan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Achmad Solichin Lutfiyanto, Direktur Human Capital dan Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Bob Tyasika Ananta dan Direktur Compliance and Legal PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Eko Waluyo.
Juga hadir sebagai pembicara yakni Presiden ACFE Indonesia Chapter, Dr. Gatot Trihargo, Ak., Mafis., CA., CPMA., CFE., dan Atase Kejaksaan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura, Yusfidli Adhyaksana serta seluruh jajaran Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri. Kegiatan ini juga diikuti oleh masyarakat umum, pers, mahasiswa dan akademisi. (*)