Muflihun Tak Hadiri Pemeriksaan di Polda Kasus Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Sekretariat DPRD Riau, Kombes Nasriadi: Saya Minta Kooperatif!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau memanggil Sekretaris DPRD Provinsi Riau, Muflihun dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas di lingkungan Sekretariat DPRD Riau. Muflihun harusnya hadir memenuhi pemanggilan penyidik pada Kamis (27/6/2024) kemarin, namun tidak datang dengan alasan sakit.
Pemanggilan mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru tersebut untuk dimintai keterangan dan klarifikasi atas kegiatan perjalanan dinas tahun anggaran 2020 dan 2021 bersumber dari APBD Riau.
"(Pemanggilan) dalam rangka lidik," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Nasriadi saat dikonfirmasi SabangMerauke News, Jumat (28/6/2024) siang tadi.
Kombes Nasriadi menjelaskan, pihaknya tidak akan melayangkan surat panggilan kedua kepada Muflihun. Alasannya, karena pemeriksaan Muflihun bersifat klarifikasi dalam tahap penyidikan. Namun, kehadiran Muflihun memberikan dalam keterangan sangat diperlukan.
"Saya berharap dia (Muflihun) kooperatif setelah dia sudah sembuh dari sakit," terang Kombes Nasriadi.
Perwira menengah Polri berpangkat melati tiga ini pun mengingatkan agar Muflihun datang memenuhi surat panggilan.
"Bila tidak datang juga (setelah sembuh), artinya dia tidak kooperatif," tegas Kombes Nasriadi.
Nasriadi menerangkan, jika perkara yang diselidiki ini nantinya sudah naik sidik (penyidikan), maka pihaknya baru akan melayangkan surat panggilan. Dalam tahap ini, bila yang bersangkutan tetap tidak hadir maka penyidik dapat melakukan upaya paksa.
"Nanti kalau sudah naik sidik (penyidikan), kita akan panggil lagi, bila tidak datang baru ada perintah membawa," jelas Nasriadi.
Surat pemanggilan terhadap Muflihun bernomor B/1057/RES.3.3.5/2024/Reskrimsus tertanggal 21 Juni 2024 lalu. Surat tersebut berisi perihal permintaan keterangan dan dokumen yang diteken langsung oleh Kombes Nasriadi.
"Guna kepentingan penyelidikan, dimohon kehadiran Saudara (Muflihun) dengan membawa dokumen terkait perkara dimaksud," demikian cuplikan isi surat panggilan terhadap Muflihun.
Surat pemanggilan tersebut mengungkap telah dilakukannya penyelidikan perkara sejak 17 Mei lalu. Di mana kasus ini ditangani oleh Subdit III Ditreskrimsus Polda Riau yang sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dan penyerapan perjalanan dinas Sekretariat DPRD Provinsi Riau tahun anggaran 2020 dan 2021.
Dari informasi yang dihimpun, penyidik Ditreskrimsus Polda Riau dalam perkara ini sudah memeriksa puluhan saksi. Mereka yang dimintai keterangan berasal dari staf Sekretariat DPRD Riau, termasuk dari maskapai penerbangan. Bahkan, penyelidikan perkara ini sudah dilakukan sejak 9 bulan lamanya, sebelum akhirnya memanggil Muflihun.
Muflihun kembali aktif sebagai Sekretaris DPRD Riau pada 23 Mei 2024 lalu, usai Mendagri tidak memperpanjang masa tugasnya sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru. Ia sempat menjabat Pj Wali Kota Pekanbaru selama dua tahun, sejak 23 Mei 2022 hingga 23 Mei 2024 lalu.
Muflihun belum dapat dikonfirmasi ikhwal pemanggilan dirinya oleh Polda Riau.
Tersangka Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau Tengku Fauzan Tambusai (TFT) sebagai tersangka korupsi, Rabu (15/5/2024) lalu. Kasusnya sejenis dengan perkara yang tengah dilidik oleh Polda Riau terhadap Muflihun, yakni dugaan korupsi perjalanan dinas sewaktu Tengku Fauzan menjabat sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris DPRD Riau pada tahun 2022 lalu.
Kala itu, Muflihun yang merupakan Sekretaris DPRD Riau defenitif, sedang mendapat penugasan dari Mendagri sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru. Oleh Gubernur Riau Syamsuar, Tengku Fauzan diangkat menjadi Plt Sekretaris DPRD Riau. Tengku Fauzan saat itu langsung ditahan oleh penyidik Pidsus Kejati Riau di Lapas Pekanbaru.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Bambang Heripurwanto menjelaskan, TFT menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi anggaran di Sekretariat DPRD Provinsi Riau pada September hingga Desember 2022 lalu.
Dalam keterangan resmi tertulisnya, Bambang menjelaskan modus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Tengku Fauzan. Tersangka TFT memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode bulan September hingga Desember 2022 yang ada di Sekretariat DPRD Provinsi Riau.
Adapun dokumen itu meliputi nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kuitansi dan nota pencairan perjalanan dinas (NP2D).
Selain itu juga dokumen surat perintah pemindah-bukuan dana (over book) yang dikenal dengan SP2DOB, tiket transportasi, boarding pass dan bill (tagihan) hotel.
Dan selanjutnya, kata Bambang, setelah semua dokumen terkumpul, tersangka TFT selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban dan memerintahkan inisial K selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan inisial MAS selaku bendahara pengeluaran untuk mengajukan pencairan ke bank. Pengajuan ke bank dilakukan tanpa melalui verifikasi dari inisial EN selaku Kasubag atau Koordinator Verifikasi.
Bambang menyatakan, setelah uang kegiatan perjalanan dinas fiktif tersebut masuk ke rekening pegawai (yang namanya dipakai untuk pencairan perjalanan dinas fiktif), setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp 1,5 juta yang diberikan kepada nama-nama pegawai yang dicatut atau dipakai sebagai upah tanda tangan.
Adapun total uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut sebesar Rp 2.856.848.140.- (Rp 2,8 miliar lebih). Setelah diberikan sebagian pencairan uang kepada nama-nama yang dicatut atau dipakai sisanya tinggal sebesar Rp 2.343.848.140.- (Rp 2,3 miliar lebih). Uang itu diterima oleh tersangka TFT.
"Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka TFT, bukan untuk kegiatan yang berjalan yang belum dibayarkan namun anggarannya tidak ada," terang Bambang.
Penyidik berkesimpulan, tersangka TFT melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Yakni mengambil uang yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Riau pada Sekretariat DPRD Provinsi Riau dengan total kurang lebih Rp 2.343.848.140, sejumlah uang tersebut dipergunakan tersangka tidak untuk peruntukannya, sehingga akibat perbuatan tersangka tersebut merugikan keuangan negara atau pemerintah daerah," jelas Bambang.
Sebelumnya Diperiksa Sebagai Saksi
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Bambang Heripurwanto menjelaskan, penetapan Tengku Fauzan sebagai tersangka setelah pagi tadi penyidik pidana khusus memeriksanya sebagai saksi.
"Setelah selesai dilakukan pemeriksaan terhadap saksi dengan inisial TFT, tim penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau melakukan gelar perkara (ekspos). Dari hasil gelar perkara tim berkesimpulan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan pengelolaan anggaran pada Sekretariat DPRD Provinsi Riau Periode September sampai dengan Desember 2022," Bambang Heripurwanto kala itu.
Bambang menjelaskan, dengan terpenuhinya unsur Tipikor, Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan TFT sebagai tersangka. Penetapan TFT sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap.Tsk-02 /L.4.5/Fd.1/05/2024 tanggal 15 Mei 2024.
"Penetapan tersangka TFT oleh Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau tersebut karena telah mempunyai 2 alat bukti yang cukup berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, " tegas Bambang.
Penyidik mengenakan Tengku Fauzan Tambusai dengan sangkaan Primair Pasal 2 Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara sangkaan subsidair Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk mempercepat proses penyidikan, penyidik pun melakukan penahanan terhadap Tengku Fauzan. Penahanan dilakukan berdasarkan Pasal 21 ayat 4 KUHAP, dimana secara subyektif merujuk pada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau akan melakukan tindak pidana lagi.
Sementara alasan objektif dilakukan penahanan terhadap TFT karena ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. (R-03)