Massa GPMPPK Kembali Goyang Kejati Riau Desak Buka Kembali Penyelidikan Kasus Payung Elektrik Mewah Masjid An Nur, Sebut Nama Thomas Larfo
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Gerakan Pemuda Mahasiswa Pekanbaru Peduli Keadilan (GPMPPK) kembali menggelar unjukrasa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Selasa (25/6/2024). Ini merupakan demonstrasi kali kedua yang digencarkan GPMPPK, mempersoalkan penanganan kasus hukum dugaan korupsi payung elektrik mewah di Masjid Agung An-Nur Provinsi Riau.
Dalam orasinya, GPMPPK secara tegas meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau untuk membuka kembali penyelidikan kasus payung elektrik senilai Rp 42 miliar tersebut. Pekan lalu, Kejati Riau telah mengumumkan penghentian penyelidikan perkara dengan alasan telah dilakukan pengembalian uang kelebihan bayar oleh kontraktor.
Koordinator Aksi GPMPPK, Robby Kurniawan menjelaskan, terdapat sejumlah temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau terkait pelaksanaan proyek yang membikin heboh di publik tersebut. Salah satunya, BPK mengungkap adanya perubahan spesifikasi konstruksi pekerjaan tanpa persetujuan dari pejabat penandatanganan kontrak.
"Anehnya, perubahan spesifikasi pada konstruksi payung elektrik justru disetujui oleh saudara Thomas Larfo Dimeira," kata Robby.
Robby meminta Kejati Riau menyelidiki dugaan keterlibatan Thomas Larfo Dimeira selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada pekerjaan proyek pengembangan kawasan Mesjid Agung An Nur Provinsi Riau yang menelan APBD Riau sebesar Rp 42 miliar lebih. Pekerjaan payung elektrik masuk di dalam bagian proyek tersebut dan menelan anggaran terbesar.
Berikut pernyataan sikap GPMPPK yang di sampaikan kepada Kejati Riau:
1. Meminta Kejati Riau menyelidiki kembali dugaan keterlibatan Thomas Larfo Dimeira selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada pekerjaan pengembangan kawasan Mesjid Agung An-Nur Provinsi Riau, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau yang mengungkap adanya perubahan spesifikasi yang tidak ada persetujuan dari Pejabat Penandatanganan Kontrak (PPK). Dan terdapat bukti bahwa perubahan spesifikasi pada kontruksi pekerjaan Payung Elektrik disetujui oleh saudara Thomas Larfo Dimeira.
GPMPPK juga menyebut sejumlah perubahan spesifikasi pada kontruksi payung elektrik Masjid Agung An-Nur, meliputi:
A. Motor listrik payung elektrik seharusnya buatan Eropa Merk Groundfos, akan tetapi yang di pasang merk Aero Elektrik (Produk Asia).
B. Gear Box Merk Groundfos, produk Eropa tetapi yang dipasang Merk Transmax (produk China)
C. Ball Screwdan Nut Merk THK, produk Jepang, yang dipasang merek Hiwin (produk Taiwan).
2. Meminta Kejati Riau untuk menyelidiki kembali dugaan pelanggaran hukum, tentang tidak adanya jaminan pelaksanaan, pada pekerjaan pengembangan kawasan mesjid raya An Nur Provinsi Riau pada adendum ketiga, keempat dan kelima, namun kontrak adendum tetap dilaksanakan.
3. Meminta Kejati Riau melakukan penyelidikan kembali dengan memeriksa secara teliti terhadap seluruh dokumen terkait pekerjaan pengembangan kawasan Masjid Raya An Nur Provinsi Riau.
4. Meminta Kejati Riau untuk memeriksa kembali seluruh dokumen transaksi pada pencairan akhir berdasarkan berita acara serah terima (BAST) pada dokumen SP2D, bukti setor dan penerimaan negara pada Bank Riau Kepri Syariah.
5. Meminta Kejati Riau melakukan penyelidikan kembali secara transparan terkait dugaan korupsi pada pekerjaan pengembangan kawasan Masjid Raya An Nur Provinsi Riau yang dibiayai APBD Riau Tahun 2022 sebesar 42 miliar lebih.
Dalam aksinya, GPMPPK juga menyerahkan sejumlah bukti yang diserahkan kepada Kejati Riau, terdiri dari kejaksaan berita acara serah terima, bukti transaksi setoran ke kas negara oleh PT BJM dan SP2D terakhir.
Selain itu juga diserahkan surat persetujuan perubahan spek, surat evaluasi review desain payung elektrik dan dokumen terkait lainnya.
Kejati Hentikan Penyelidikan
Diwartakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek payung elektrik mewah di Masjid Agung An Nur milik Pemprov Riau. Kejati beralasan kasus itu dihentikan pengusutannya kareka kontraktor telah mengembalikan uang kelebihan bayar.
"Menghentikan penyelidikan, bukan SP3 ya, karena masih penyelidikan," kata Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau Iman Khilman kepada media, Kamis (20/6/2024).
Iman menjelaskan, penghentian penyelidikan telah ditetapkan pada 23 Januari 2024 lalu.
Sebelumnya, Kejati Riau telah menurunkan jaksa penyelidik dalam kasus dugaan korupsi proyek payung elektrik senilai Rp 42 miliar tersebut. Proyek itu dianggarkan dalam APBD Riau tahun 2022 meliputi paket pekerjaan renovasi Masjid An Nur Riau.
Sejumlah pihak telah dimintai keterangan dalam perkara ini, termasuk ahli fisik proyek. Selain itu, pemeriksaan serta analisa terhadap bukti dokumen-dokumen pelaksanaan Pembangunan payung elektrik Masjid Raya An Nur Provinsi Riau juga telah ditempuh para jaksa penyelidik Kejati Riau.
Kasus ini bikin heboh sejak tahun lalu karena proyek payung yang menyerupai masjid di Madinah ini gagal bangun. Payung mewah itu rusak sebelum bisa dipakai. Pemicunya yakni terjangan hujan dan angin beberapa waktu lalu.
"Demi kepastian hukum, penyelidikan dihentikan berdasarkan kesimpulan hasil ekspos pada tanggal 23 Januari 2024," terang Ketua Tim Penyelidikan, Hendri Junaidi.
Hendri menerangkan, hasil penyelidikan menemukan fakta bahwa pelaksanaan proyek telah dilakukan adendum sebanyak 5 kali. Terakhir, perpanjangan waktu pengerjaan dilakukan dari 29 Maret hingga 8 April 2023 hingga akhirnya dilakukan pemutusan kontrak.
Adapun prestasi pekerjaan mencapai 93,5 persen senilai nominal Rp 40,142 miliar. Pada 27 Juni 2023, terbit dokumen LaporanHasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK RI Perwakilan Provinsi Riau yang mengungkap terjadi kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 788,7 juta lebih.
Ada tiga item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak tanpa persetujuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) senilau Rp 4,74 miliar. Meliputi pekerjaan motor listrik dan gear box Rp 2,04 miliar dan ball screw serta nut sebesar Rp 2,7 miliar.
Temuan BPK juga mengungkap pekerjaan pemasangan sensor angin, sensor hujan, sensor cahaya sudah diakui sebagai proses pekerjaan namun belum terpasang sebesar Rp33 juta," kata Hendri.
Ia menyebut, temuan BPK RI tersebut telah dilakukan pengembalian sejumlah Rp 7,52 miliar lebih pada Desember 2023.
Hendri menyebut, pekerjaan payung elektrik sudah fungsional, namun belum bisa beroperasi secara normal. Hal ini dikarenakan pekerjaan tidak selesai 100 persen dikerjakan dan akhirnya diputus kontrak.
Ia melanjutkan, berdasarkan hasil penyelidikan itu, dugaan tindak pidana dalam perkara tersebut belum ditemukan adanya peristiwa pidana. (KB-03/Adri)