Pengacara Sebut Penetapan Sihazah Jadi Tersangka Korupsi Bibit Kopi Liberika Kepulauan Meranti Dipaksakan, Sebut Ada yang Dilindungi
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Penasihat hukum tersangka kasus korupsi pengadaan bibit kopi Liberika Kepulauan Meranti, Sihazah mempertanyakan penetapan status tersangka kliennya. Sang advokat bernama Masnur SH, MM menyebut status tersangka yang disematkan kepada Sihizah dipaksakan.
Kasus yang menjerat Sihazah sebagai tersangka ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Meranti. Saat itu, menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup (Perkimtan-LH) Kepulauan Meranti.
Masnur menyebut indikasi kejanggalan dalam penetapan tersangka terhadap kliennya. Menurutnya, kasus ini seharusnya dikategorikan sebagai perkara kriminal umum dan tidak ada sangkut paut dengan kliennya Sihazah.
Ia menguraikan, pada 30 Desember 2022 lalu saat proyek berjalan, pengadaan bibit kopi sebanyak 225.135 bibit telah diserahkan dalam keadaan utuh dan baik oleh CV Bintang Bersegi kepada Sihazah. Namun, karena tidak tersedianya lahan dan kondisi alam yang tidak memungkinkan, bibit kopi tersebut dititipkan kembali kepada CV Bintang Bersegi. Hal ini dibuktikan dengan berita acara penitipan yang ditandatangani kedua belah pihak.
Penitipan bibit kopi dilakukan sebanyak dua kali. Penitipan bibit pertama pada tanggal 30 Desember 2022 sampai dengan tanggal 28 April 2023 yang ditandatangani oleh Sihazah selaku Plt Kepala PerkimtanLH dan Kudrianto sebagai Direktur CV Bintang Bersegi.
Namun karena kegiatan penyerahan bibit kopi kepada masyarakat belum juga dilaksanakan, maka penitipan bibit kopi kedua kembali dilakukan pada tanggal 1 Mei 2023 sampai dengan 29 Juli 2023 lalu.
Dalam penitipan kedua ini, kata Masnur, bibit kopi masih dalam keadaan utuh, baik dan lengkap dengan jumlah yang sama yakni 225.135 yang ditandatangani oleh Saiful Bahri selaku Kepala Dinas PerkimtanLH definitif dan Kudrianto sebagai penerima titipan Direktur CV Bintang Bersegi.
Karena waktu itu Kepala Dinas PerkimtanLH definitif sudah ditetapkan, maka Sihazah kembali ke posisi awal sebagai Sekretaris Dinas PerkimtanLH dan bukan sebagai kepala dinas yang merangkap sebagai pengelola barang.
Selanjutnya pada tanggal 21 Juni 2023, kata Masnur, saat Tim Kejari Kepulauan Meranti turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan bibit kopi Liberika tersebut, jumlah bibitnya mengalami pengurangan signifikan dari jumlah sebelumnya. Dimana dari awalnya berjumlah 225.135 bibit kopi, hanya tersisa 116.112 bibit kopi atau hilang sebanyak 109.023 bibit.
Atas dasar itu, Masnur menegaskan kalau kasus yang menjerat kliennya terkesan dipaksakan. Soalnya, berdasarkan bukti-bukti yang ada, kasus pengadaan bibit kopi Liberika itu bukanlah kasus tindak pidana korupsi (Tipikor), melainkan hanya kriminal umum.
"Hal inilah yang semakin memperkuat dugaan kami selaku kuasa hukum Sihazah, bahwa klien kami ini terkesan dikriminalisasi," kata Masnur, Jumat (21/6/2024).
Masnur mempertanyakan profesionalitas penyidik Kejari yang tidak memanggil Saiful Bahri selaku Kepala Dinas PerkimtanLH definitif saat barang dinyatakan hilang. Masnur menduga Saiful dilindungi dalam perkara ini dan menganggap kasus ini terkesan dipaksakan.
"Padahal terhadap barang hilang itu sudah menjadi tanggung jawabnya dia (Saiful) . Jauh sebelumnya, klien kami juga sudah menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya, tetapi penyidik Kejari tidak menyikapinya dan saya menduga penyidik Kejari terkesan melindungi Syaiful dalam perkara ini," ungkapnya.
Selain itu, Masnur mencurigai bahwa bibit kopi yang hilang dipindahkan ke proyek pengadaan bibit kopi oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian pada tahun 2023 yang juga dilakukan oleh kontraktor.
Saat itu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian juga melakukan kegiatan pengadaan bibit kopi yang sama tahun anggaran 2023 dengan jadwal pelaksanaan kegiatan Januari sampai Maret. Jumlah bibitnya sebanyak 225.000 dengan pagu anggaran Rp 2.250.000.000.
"Karena ada pengadaan bibit kopi yang sama di dinas lain, saya menduga barang ini hilang karena sengaja dipindahkan ke sana, karena waktu pekerjaan hampir bersamaan dengan barang yang hilang. Selain itu, kita menduga kontraktor pelaksana yang menang adalah kepunyaan orang yang sama dengan CV Bintang Bersegi, hanya beda nama saja," tuturnya.
Dalam pernyataannya, Masnur menekankan bahwa semua berkas dan barang telah diperiksa dan dinyatakan lengkap, serta tidak ada SPJ fiktif seperti yang dituduhkan penyidik Kejari Kepulauan Meranti. Berkas dan barang juga diperiksa oleh TPHP Pemkab Kepulauan Meranti dan dinyatakan lengkap.
Bahkan dalam 4 kali pemeriksaan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, kliennya tidak pernah disebutkan adanya SPJ fiktif, namun hanya menyangkut soal kehilangan bibit. Selain itu, serah terima barang juga dilengkapi dengan sertifikasi benih dari UPT Pertanian Provinsi Riau.
"Harusnya dari awal Saiful Bahri sebagai penanggung jawab melaporkan ke pihak kepolisian jika ada dugaan bibit yang hilang. Sekali lagi, ini bukan perkara tipikor tapi pidana umum, dimana telah terjadi kehilangan barang
Saat penitipan kedua kalinya, harusnya Saiful yang bertanggungjawab dalam hal ini," tukasnya.
Ia juga menyatakan bahwa penahanan kliennya yang sudah mencapai 107 hari, namun berkas masih belum lengkap atau P21. Menurutnya, hal ini menunjukkan adanya indikasi ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus ini. Padahal sesuai KUHP, dalam waktu 110 hari, jika tersangka tidak bersalah harus dibebaskan.
"Hingga hari ini sejak ditetapkan tersangka, klien kami sudah ditahan selama 107 hari dan sudah 4 kali perpanjangan masa penahan sejak ia ditahan pada tanggal 7 Maret 2024 lalu. Anehnya, selama itu penyidik belum melimpahkan kasus atau
hingga saat ini belum juga lengkap berkasnya," ucapnya.
Masnur menegaskan jika kliennya tidak bersalah, seharusnya dibebaskan segera. Apalagi kondisi kesehatan Sihazah saat ini kurang baik. Hingga saat ini, berkas perkara belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor dengan alasan belum lengkap, meskipun sudah melewati batas waktu normal penahanan.
"Ada apa ini? Sudah sejak lama belum juga dilimpahkan dengan alasan berkas perkara belum lengkap, normalnya itu hanya 90 hari. Kasus ini seperti dicari-cari saja kesalahannya. Dimana profesionalitas penegak hukum dalam hal ini. Kalau tidak terbukti silahkan lepas saja klien kami, apalagi dia dalam keadaan sakit," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Meranti menetapkan 2 orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit kopi Liberika.
Kedua tersangka ditahan pada Kamis (7/3/2024) silam dan dititipkan di Lapas Selatpanjang. Kasus ini merupakan buntut dari hasil penyelidikan penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari terhadap dugaan tindak pidana korupsi di Dinas PerkimtanLH tahun anggaran 2022 dengan pagu anggaran sebesar Rp 2.102.761.900.
Adapun dua orang tersangka tersebut seorang perempuan berinisial S selaku Pengguna Anggaran (PA) sekaligus merangkap selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan satunya lagi laki-laki berinisial K selaku Penyedia dan Pelaksana. (R-01)