Harun Masiku Buron Suap Rp 600 Juta Dikejar-kejar KPK, Tapi Rosman Eks Petinggi PT RAPP Skandal Kehutanan Ratusan Miliar di Riau Adem Ayem
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggencarkan pengusutan kasus suap eks caleg DPR RI Harun Masiku. Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pun diperiksa, dua ponsel miliknya telah disita penyidik KPK.
Kasus Harun Masiku yang heboh empat tahun silam, berkaitan dengan suap pergantian caleg DPR RI terpilih. Harun disebut memberi suap sebesar Rp 600 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Empat tahun pelarian Harun Masiku, KPK belum mampu menangkapnya. Pimpinan KPK Alex Marwata mengklaim pihaknya telah mendeteksi keberadaan Harun Masiku. Namun, intensitas penyidikan kasus Harun Masiku kian kencang dalam sebulan terakhir.
Beda halnya dengan kasus korupsi lawas 17 tahun silam pada sektor kehutanan di Provinsi Riau. Sejumlah pejabat Riau telah dihukum dalam perkara rasuah izin Hutan Tanaman Industri (HTI) yang melibatkan mantan petinggi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Ir Rosman.
Rosman yang merupakan General Manager Forestry PT RAPP saat kasus diusut KPK, telah berstatus buron sejak 17 tahun silam. Ia dianggap bertanggung atas patgulipat pengelolaan HTI di Riau yang berpotensi menguntungkan PT RAPP lebih dari Rp 900 miliar.
Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali turut menyoroti langkah KPK yang tak kunjung menangkap Rosman dari pelariannya selama 17 tahun.
"Jikalahari menilai KPK hanya berani kepada politisi dan takut terhadap korporasi," terang Made Ali baru-baru ini.
Menurut Made Ali, kasus korupsi yang melibatkan Rosman jauh lebih dashyat ketimbang kasus suap Harun Masiku.
Berdasarkan catatan Jikalahari dan dokumen persidangan perkaranya, Rosman diduga terlibat dalam korupsi kehutanan sebanyak 20 korporasi HTI di Riau. Akibat perbuatannya disinyalir telah menguntungkan PT RAPP sebesar Rp 939 miliar.
"Pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang akan menangkap Harun Masiku dalam waktu seminggu adalah bentuk tebang pilih kasus dan menjadikan kasus receh yang populis jelang akhir masa jabatan pada Desember 2024," tegas Made Ali.
Ia menilai, buronan bernama Rosman tidak pernah dicari oleh KPK sampai detik ini. KPK memang tidak pernah lagi memberikan pernyataan soal upaya perburuan Rosman.
Telaah Jikalahari
Berdasarkan telaah data Jikalahari, Rosman yang merupakan General Manager Forestry PT RAPP terlibat korupsi kehutanan 20 korporasi di Riau yang melibatkan mantan Gubernur Riau Rusli Zainal, Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafar, Bupati Siak Arwin AS dan 3 Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau.
Dalam dakwaan Azmun Jafar pada tahun 2007 lalu menyebutkan bahwa saksi Rusli Zainal selaku Gubernur Riau, saksi Asral Rachman selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2004-2005, saksi Burhanudin Husin selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2005/2006, saksi Ir Sudiro selaku Wakil Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2004-2007 atau bersama-sama pula dengan Ir Rosman selaku General Manager Forestry PT RAPP (melarikan diri/ dalam pencarian) telah melakukan beberapa perbuatan yang berhubungan sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi.
Menurut Jikalahari, Rosman berperan melakukan sejumlah tindakan antara lain take over ‘perusahaan boneka’ Azmun Jaafar. Setidaknya ada 7 perusahaan HTI (PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Bhakti Praja Mulia dan CV Mutiara Lestari) memperoleh IUPHHK-HT, kemudian Azmun meminta Budi Surlani dan Anwir Yamadi untuk menemui Rosman.
Azmun mengetahui bahwa 7 perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan mengelola areal IUPHHK-HT, maka ia meminta agar Rosman dapat membantu menawarkan ke PT RAPP agar mengambil alih (take over) perusahaan tersebut.
Rosman menyetujui dan menawarkan kerja sama operasional antara 7 perusahaan tersebut dengan PT Persada Karya Sejati (PKS) yang merupakan anak usaha grup PT RAPP dan saat itu Rosmanlah yang menjabat sebagai Direktur Utama PT PKS.
Peran Rosman lainnya yakni 'menalangi' biaya pengurusan Rencana Kerja Tahunan (RKT) ketujuh perusahaan HTI. Karena tidak memiliki biaya, Rosman menyetujui untuk menalangi biaya pengurusan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang akan diperhitungkan sebagai pinjaman perusahaan, dikembalikan dengan memotong fee produksi kayu yang berasal dari areal IUPHHK-HT dari ketujuh perusahaan tersebut.
Dari kesaksian Staf Legal PT PKS, Paulina yang ditunjuk Rosman, telah melakukan pembayaran biaya take over kepada 7 perusahaan. Beberapa yang tercatat di antaranya yakni untuk CV Bhakti Praja Mulia Rp 6,75 miliar, CV Alam Lestari Rp 2,2 miliar, CV Mutiara Lestari Rp 1 miliar, CV Puteri Lindung Bulan Rp 2,5 miliar dan CV Tuah Negeri Rp 750 juta.
Menurut Paulina, dana untuk TO ini sebagian didapat dari meminjam dana ke bagian keuangan PT RAPP. Hasil dari produksi 7 areal IUPHHK-HT ini dijual ke PT RAPP berdasarkan kontrak kerja. PT RAPP akan melakukan penanaman, land clearing dan pemanfaatan bahan baku serpih. Sedangkan hasil kayu pertukangan dijual ke PT Forestama Raya.
Berdasarkan telaah Jikalahi, dari hasil take over 7 perusahaan, PT RAPP memperoleh banyak keuntungan dari pemanfaatan areal IUPHHK-HT yang dilakukan land clearing. Berdasarkan fakta persidangan nilai kayu yang hilang mencapai Rp 320 miliar dan telah menguntungkan perusahaan dengan terbitnya RKT 7 perusahaan tersebut mencapai Rp 505 miliar. Total keuntungan PT RAPP sebesar Rp 939 miliar.
“Jelas Rosman lebih merugikan negara dibanding kasus Harun Masiku. Menangkap Rosman juga sebagai jalan KPK mengusut tuntas kasus korupsi kehutanan di Riau yang melibatkan 20 korporasi di Siak dan Pelalawan terlibat korupsi kehutanan dan memberikan keadilan untuk almarhum Syuhada Tasman dan almarhum Asral Rahman, keduanya merupakan mantan Kadis Kehutanan Riau yang sudah meninggal,” kata Made Ali. (R-03)