PHR Disorot Keras Gara-gara Cuma Berorientasi Proyek Ngebor Sumur Minyak, Forum Migas: Harusnya Fokus Production Optimization!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kinerja PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) disorot lantaran hanya berorientasi pada proyek, khususnya proyek pengeboran (drilling) sumur minyak. Faktanya, sudah ratusan sumur minyak yang dibor, produksi minyak dari konsesi Blok Rokan yang digarap PHR di Provinsi Riau tak kunjung memuaskan.
Sorotan itu disampaikan Ketua Forum Migas Riau, Ir Aris Aruna menyikapi produksi minyak Blok Rokan yang tak kunjung membaik. Saat ini, produksi rata-rata minyak Blok Rokan hanya pada kisaran 162 ribu barel per hari (bph).
Aris menilai, proyek pengeboran sumur minyak oleh PT PHR belum berdampak pada peningkatan produksi minyak, tak sebanding dengan investasi yang sudah dikucurkan jor-joran.
"Yang terjadi di Blok Rokan sekarang adalah proyek di dalam proyek. PT PHR terkesan hanya berorientasi pada proyek ngebor sumur minyak. Faktanya, produksi minyak tak kunjung membaik dan masih stagnan," kata Aris Aruna kepada SabangMerauke News, Kamis (20/6/2024).
Ia meminta agar manajemen PHR segera mengubah pola dan mindset kinerjanya. Tidak lagi sekadar orientasi proyek, namun harus fokus pada production optimization.
"Karena kalau hanya orientasi proyek, tapi tak ada peningkatan produksi, maka itu bisa disebut sebagai pemborosan. Harusnya ada pola-pola baru dan terobosan strategis menuju pada optimalisasi produksi (production optimization)," tegas Aris Aruna.
Aris menilai, PHR sebagai cucu perusahaan plat merah Pertamina harus menunjukkan kelasnya sebagai perusahaan kelas dunia. Apalagi Presiden Jokowi telah menyampaikan tumpuan harapan peningkatan produksi minyak nasional dengan target 1 juta bph pada tahun 2030 mendatang.
"Target produksi minyak 1 juta bph hanya akan jadi mimpi, tanpa ada perubahan paradigma dari PHR yang mengklaim dirinya sebagai operator penghasil minyak nasional terbesar saat ini," tegas Aris.
PT PHR mendapat hak kelola Blok Rokan dari pemerintahan Presiden Jokowi sejak 9 Agustus 2021. Sebelumnya, Blok Rokan selama puluhan tahun dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Pada awal transisi Blok Rokan, tepatnya triwulan pertama 2018, produksi Blok Rokan di tangan PT CPI masih dapat menembus angka 200 ribu bph. Namun, saat ini produksi minyak Blok Rokan di era Pertamina tinggal 162 ribu bph.
Manajemen PHR mengklaim, jika proyek pengeboran sumur minyak tak dilakukan sejak alih kelola tiga tahun lalu, produksi minyak Blok Rokan bisa melorot tajam.
Informasi dari laman Pertamina, sejak 3 tahun lalu PT PHR telah melakukan pengeboran lebih dari 1.000 sumur di Blok Rokan. Sementara biaya ngebor satu sumur minyak bisa mencapai jutaan US Dollar.
Aris Aruna juga mempertanyakan soal realisasi proyek Enhanced Oil Recovery (EOR) di Wilayah Kerja (WK) Rokan. Hingga saat ini, pelaksanaan EOR tak jelas dieksekusi. Padahal EOR merupakan bagian tak terpisahkan dari kewajiban Komitmen Kerja Pasti (KKP) yang disampaikan PT PHR sewaktu mengambil alih Blok Rokan dari PT CPI.
"Karena kalau cuma ngebor-ngebor saja, maka hasilnya seperti yang terlihat saat ini," pungkas Aris.
Sebelumnya, SKK Migas telah menyetujui Plan of Development (POD) Chemical EOR dengan total investasi sebesar Rp 5,18 triliun pada Desember 2023 lalu. Rencananya ada dua lapangan migas Blok Rokan yang menerapkan EOR.
Yakni proyek Chemical EOR di Lapangan Minas Tahap 1 (Area A) dengan investasi mencapai Rp 1,48 triliun. Kemudian rencana proyek Steamflood EOR di Lapangan Rantaubais Tahap 1 dengan investasi sebesar Rp 3,7 triliun.
Kedua proyek EOR tersebut sebenarnya merupakan bagian dari pemenuhan Komitmen Kerja Pasti (KKP) di wilayah kerja Blok Rokan yang dibuat oleh PT PHR saat alih kelola dari tangan PT CPI. (R-03)