Waduh! Baru Pertengahan Tahun 2024, Angka Perceraian di Kepulauan Meranti Sudah Berjumlah 104 Kasus
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Angka kasus perceraian di Kabupaten Kepulauan Meranti pada tahun 2024 diprediksi akan lebih tinggi daripada tahun 2023. Data Pengadilan Agama (PA) Selatpanjang per tanggal 13 Juni 2024 menunjukkan jumlah perceraian sudah mencapai 104 kasus.
Rinciannya adalah, pada Januari 17 perkara, Februari 35 perkara, Maret 20 perkara, April 11 perkara, Mei 13 perkara, dan Juni 8 perkara. Dari total jumlah perceraian itu, cerai gugat (gugatan cerai dari istri) paling mendominasi dengan 84 perkara dibandingkan cerai talak (perceraian yang dijatuhkan oleh suami) yang hanya 20 perkara.
Sebanyak 13 perkara gugatan cerai memilih jalur penyelesaian dengan cara mediasi dan hanya 2 yang mencabut gugatannya, sehingga 102 perkara telah diputuskan.
Jika dibandingkan tahun sebelumnya, kasus cerai pada tahun 2023 tercatat sebanyak 303 kasus cerai. Dalam perjalanannya, 15 kasus gugatan cerai memilih jalur mediasi dan mencabut gugatannya, sehingga perkara yang diputuskan sebanyak 231.
Penyebab perceraian tahun 2024 masih sama dengan tahun sebelumnya, yakni dominan disebabkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Panitera Pengadilan Agama Selatpanjang, Nur Qhomariyah mengatakan, bahwa pihak istri yang banyak mengajukan gugatan perceraian dengan berbagai alasan seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan perselisihan yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Namun, belum bisa disimpulkan apakah jumlah perceraian tahun 2024 akan lebih meningkat dibandingkan tahun 2023 karena ini masih pertengahan tahun.
Dikatakan, hal itu bisa terjadi, karena dalam rentang waktu Juli sampai Desember terjadi penurunan penerimaan perkara.
"Kami juga belum bisa menyimpulkan jumlah perceraian di tahun 2024 lebih meningkat dibandingkan dengan tahun 2023, karena ini masih pertengahan tahun, karena kita belum bisa secara pasti mengetahui total perkara yang kita terima sampai dengan akhir Desember. Seperti contoh kasus di tahun 2023 yang lalu, total perkara yang kami terima menurun dari tahun 2022," ujarnya, Kamis (13/6/2024).
Setiap perkara gugatan perceraian yang masuk ke pengadilan menjadi kewajiban bagi majelis hakim untuk memediasi kedua belah pihak, memberikan ruang dan masukan sebelum melanjutkan perkara tersebut. Mediasi wajib dilaksanakan apabila kedua belah pihak hadir di persidangan sesuai Peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 2016 tentang Mediasi.
"Kami berharap tidak ada kenaikan perkara setiap tahun. Yang jelas, saat proses persidangan, kami selaku majelis hakim berkewajiban menasehati para pihak untuk meminimalisir angka perceraian," ujar Nur Qhomariah.
"Yang jelas saat proses persidangan kami selaku pihak yang menyelesaikan perkara khususnya majelis hakim berkewajiban menasehati para pihak, karena terkadang ada juga hal sepele jadi penyebab keretakan dalam keluarga dan mengakibatkan adanya gugatan cerai. Kita berharap juga bagaimana untuk meminimalisir angka perceraian," tuturnya.
Dia juga menambahkan, bahwa persoalan ini selayaknya mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat dan tokoh agama, karena perceraian berpengaruh pada ketahanan keluarga dan kualitas generasi. Hingga kini, belum ada koordinasi dari pemerintah daerah terkait pencegahan perceraian, dan pengadilan agama tidak memiliki anggaran untuk penyuluhan hukum.
"Pemerintah daerah belum berkoordinasi dengan kami mengenai pencegahan perceraian. Anggaran kami dari Mahkamah Agung hanya untuk membantu masyarakat dalam pembuatan surat gugatan, pendampingan hukum secara gratis, berperkara secara prodeo, dan pelaksanaan sidang di luar gedung," jelasnya.
Saat ini, sudah ada koordinasi dengan Dinas Sosial terkait larangan pernikahan anak di bawah umur serta MoU dengan Dinas Kesehatan mengenai edukasi pernikahan di bawah umur.
"Kalau sudah berupaya untuk meminimalisir angka pernikahan di bawah umur. Salah satunya dengan melakukan MOU dengan dinas kesehatan terkait adanya konseling yang dilakukan Dinas Kesehatan bagi anak dibawah umur terkait dengan pemberian informasi dan edukasi tentang pernikahan di bawah umur," pungkasnya. (R-01)