APBD Berdarah-darah, Kepala Desa se-Kabupaten Kepulauan Meranti Terbang Studi Tiru ke Pulau Jawa
SABANGMERAUKE News, Riau - Sejumlah kepala desa di Kabupaten Kepulauan Meranti berangkat melakukan studi tiru ke Pulau Jawa. Dua daerah yang dituju yakni Jakarta dan Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
Kegiatan studi banding kabarnya berlangsung selama 3 hari. Hal ini memicu sorotan tajam dari berbagai pihak yang menilai bahwa kegiatan tersebut terkesan sebagai pemborosan anggaran. Apalagi, kegiatan tersebut dilakukan di tengah kondisi APBD Kepulauan Meranti yang sedang berdarah-darah.
Kegiatan para kepala desa ini dikemas dalam kunjungan kerja dan studi tiru desa digital atau smart desa itu. Pelaksanaannya dibiayai dari dana APBDes 2024.
Adapun biaya keberangkatan para kepala desa itu berasal dari Anggaran Dana Desa (ADD). Dimana, masing-masing desa menyetor Rp 15 juta yang diambil dari dana peningkatan kapasitas kepala desa.
Kegiatan ini melibatkan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kepulauan Meranti yang bekerjasama dengan pihak ketiga untuk memfasilitasi kegiatan studi tiru tersebut.
Rincian biaya Rp 15 juta yang dibebankan kepada para kepala desa itu sudah termasuk biaya pelatihan, menginap, modul dan training kits termasuk tiket pesawat pulang pergi dan transportasi serta akomodasi studi tiru.
Ketua LSM Badan Pemantau Kebijakan Publik (BPKP) Ramlan Abdullah menyatakan, kegiatan studi tiru ke Pulau Jawa yang menelan biaya besar tersebut terkesan hanya piknik dan tak memberi dampak signifikan bagi perkembangan dan kemajuan desa. Pasalnya, banyaknya perjalanan dinas dengan alasan untuk kemajuan desa, namun belum ada dampak yang dirasakan masyarakat.
"Studi banding kepala desa yang rutin digelar tiap tahun itu kami nilai tidak bermanfaat dan terkesan hanya menghambur uang rakyat dan hanya untuk berfoya-foya," ujar Ramlan, Selasa (11/6/2024).
Kata Ramlan, sebagian besar kepala desa yang ikut studi banding mengaku hanya jalan-jalan.
"Saya pernah dapat kabar, banyak dari mereka hanya untuk pergi jalan-jalan saja daripada mengikuti studi tiru dan bimtek yang dilaksanakan itu," kata Ramlan.
Menurut dia, berdasarkan fakta di lapangan, hasil studi banding para kepala desa tidak ada yang bisa diterapkan di desa masing-masing. Sehingga, pihaknya menuntut dinas terkait menghentikan studi banding yang terkesan menghamburkan APBDes.
Dia mencontohkan, tahun 2023 lalu seluruh kepala desa juga melakukan kegiatan serupa di Provinsi Kepulauan Riau, yakni mengunjungi Desa Toapaya Selatan, di Kabupaten Bintan. Desa ini pernah meraih juara III terbaik Nasional dalam pengelolaan (BUMDes). Namun nyatanya tidak ada satupun desa yang menerapkan ilmu yang didapatkan di sana.
"Contohnya kecil saja, seperti studi tiru tahun 2023 lalu di Kepulauan Riau. Memangnya desa mana di Kepulauan Meranti ini yang telah berhasil menerapkan ilmu yang mereka pelajari di sana, belum ada kan? ," ungkapnya.
Menurut Ramlan, pihaknya tidak anti dengan studi banding, namun harus dengan catatan. Kalau pun tetap ada studi banding, diharapkan ada evaluasi dari studi banding tahun sebelumnya. Jika tidak ada hasil, maka pemerintah harus mencoret anggaran studi banding, mengingat anggaran yang dihabiskan sangat besar.
Menurutnya, setiap kegiatan pemerintah harusnya dilaksanakan dengan lebih bijaksana dan mempertimbangkan efektivitas serta efisiensi penggunaan anggarannya. Ia berharap agar para kepala desa bisa lebih fokus pada pengembangan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat di desa masing-masing.
"Coret saja, jika outputnya tak jelas. Berapa banyak uang itu jika dialihkan untuk santuni anak yatim, bedah rumah, bantuan sosial. Karena masih banyak warga di beberapa desa dalam keadaan susah," sindirnya.
Pemberdayaan berupa pemulihan ekonomi masyarakat desa yang berkesinambungan dan berkelanjutan, menurut Ramlan, jauh lebih penting dari pada cuma sekedar pelesiran ke Pulau Jawa.
Apalagi daerah yang dikunjungi itu Pulau Jawa, yang sama sekali baik secara geografis ataupun kultur masyarakatnya sangat jauh berbeda dengan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Ramlan yang juga Dewan Penasihat Apdesi Kepulauan Meranti ini menyebutkan bahwa jika memang diperlukan peningkatan kapasitas kepala desa sesuai amanat undang-undang, seharusnya narasumber yang diundang ke Kepulauan Meranti untuk memberikan pelatihan. Dengan demikian, anggaran dapat lebih efisien dan pelatihan bisa dilaksanakan di daerah sendiri tanpa perlu memberangkatkan banyak orang ke luar daerah.
"Dengan kondisi keuangan yang tidak stabil, seharusnya kepala desa dan OPD terkait paham dengan tidak memaksa diri untuk keluar daerah mengikuti pelatihan, jika pun harus laksanakan bisa mengundang narasumber nya ke Meranti," ucapnya.
Dikatakannya lagi, jika hanya narasumber yang didatangkan, dan kepala desa hanya menggelar kegiatan di ibukota kabupaten, maka itu akan lebih baik, selain itu akan berdampak dan memberikan manfaat bagi UMKM.
Dikalkulasikan, jika satu orang menggelontorkan Rp 15 juta perorangan dikalikan jumlah 96 kepala desa di Kepulauan Meranti, maka akan terkumpul sebanyak Rp Rp 1.440.000.000.
"Seharusnya para kades tersebut bisa saja melaksanakan Bimtek dan segala macam yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas disini saja. Sehingga uang yang dikeluarkan dan dibelanjakan berputar di sektor perekonomian masyarakat. Artinya kenapa mesti jauh-jauh untuk melaksanakan studi tiru atau studi banding, cukup di Selatpanjang saja," ujarnya.
Menambah Wawasan Kades
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kepulauan Meranti Drs Asrorudin membenarkan bahwa seluruh kepala desa melaksanakan studi tiru di Pulau Jawa.
"Iya benar ada para Kades melaksanakan studi tiru atas usulan masing-masing organisasi kepala desa," ujarnya.
Dikatakan manfaat studi tiru tersebut untuk menambah wawasan, jejaring kerja, menambah keterampilan dalam berinovasi yang dapat diterapkan di desa masing-masing.
"Hal-hal baik apa saja yang bisa kita tiru, dan kita adopsi untuk diterapkan di setiap desa di Kepulauan Meranti. Apakah manajemen, pengelolaan keuangan dan lain sebagainya. Itu semua bisa diketahui apabila kita langsung datang berkunjung ke sana," katanya.
Untuk lokasi studi tiru, ada beberapa desa di Kabupaten Bandung Barat yang menjadi target kunjungan, dimana desa tersebut sudah layak untuk menjadi desa percontohan dalam digitalisasi, seperti Desa Ciburuy, Desa Desa Digital Jaya Mekar dan Desa Gudang Kahuripan.
Sebelum melaksanakan kunjungan ke tempat studi tiru, seluruh kepala desa melakukan audiensi dengan Kemendes RI di Jakarta terkait beberapa persoalan yang berkaitan dengan pemerintahan desa.
Mengenai anggaran dalam kegiatan tersebut, Asrorudin mengatakan sudah ditanggung pada masing-masing Kades di Kepulauan Meranti melalui APBDes yang diatur untuk peningkatan kapasitas kepala desa.
"Kalau ini sudah diatur dalam petunjuk teknis sebagai salah satu untuk peningkatan kapasitas kepala desa," jelasnya.
Plt Bupati Kepulauan Meranti, H Asmar, Kepala Dinas PMD dan kepala bidang turut diundang dalam agenda tersebut. (R-01)